Dari suara air yang dimainkan seseorang di tengah malam hingga sosok kabur yang kadang muncul sekelebat namun seakan mengikuti setiap langkahku.
Aku mengeluh dalam batin, sudah hampir tiga hari berlalu, pagi masih sama seperti biasanya, ibuku akan pulang nanti sore atau mungkin jadwal kepulangannya bisa saja dimundurkan beberapa jam, mungkin.
Aku tidak harus sekuatir sekarang, jika sosok gadis yang keluar dari dalam kolam itu tidak terus-menerus terngiang di dalam kepalaku. Menghantui seolah kejadian malam itu akan kembali terulang entah kapan. Sekarang pagi dimulai dan hampir selalu sama. Rumah kosong dan sepi. Kompleks perumahan sama persis kondisinya, begitu membosankan.
Bibi Sum pergi membeli sayur, aku yakin jika satu jam pasti belum cukup untuknya berbelanja di penjual sayur keliling yang selalu mangkir di ujung blok katanya, dengan dinding gang penuh coretan kalimat makian itu. Para Ibu-Ibu dengan ocehan serta perbincangan panas tentang ini dan itu. Kadang suara tawa mereka semua bisa didengar begitu menggema.
Bibi Sum suka sekali bicara, jadi sudah biasa wanita dengan rambut ikal itu mampu berbelanja selama berjam-jam.
Aku menuruni anak tangga dengan rasa kesal, entah kenapa dan karena apa penyebabnya, aku tidak terlalu mampu memastikannya. Setelah tungkai kakiku menginjak lantai rumah dasar. Pandanganku mengarah ke keranjang jemuran yang masih terdapat pakaian setengah kering. Aku yakin, Bibi Sum belum sempat menjemurnya. Cocok sekali jika usianya saat ini telah mempengaruhi daya ingatnya.
Setelah mendengkus, kutarik keranjang dengan pola bunga yang jenisnya tak kuketahui sama sekali. Hanya wadah yang terbuat dari plastik. Berwarna biru gelap. Dan berat sekali.
Aku menatap isi cucian tersebut. Lalu, terenyak saat melihat selimut Ibu menggulung dengan aroma pewangi yang perlahan membuat dinding lambungku bergemuruh. Perut kosong di pagi hari, akan jauh lebih buruk jika mencium aroma menyengat seperti produk pengharum ini.
"Berat sekali!" kataku setengah menjerit. Rasanya kedua lenganku hampir akan patah jika harus mengangkat lebih tinggi keranjang ini.
Meskipun tanpa kusadari, langkahku mengarah ke halaman belakang rumah. Karena aku yakin, besi jemura itu selalu ada di sana, setidaknya mulai dari sekarang. Entah berawal dari Bibi Sum yang memindahkannya atau alasan Ibu tentang cahaya matahari yang lebih menyengat di bagian belakang rumah. Entahlah, aku tidak mau bergelut dengan itu semua.
"Huh, akhirnya sampai juga," kataku dengan suara tertahan di akhir. Lalu, menjemur selimut yang berubah dua kali lipat jauh lebih berat. Padahal air di dalamnya sudah terkuras banyak. Beginilah jadinya jika tidak punya mesin cuci paling terkini. Paling tidak bisa menjemur sendiri tanpa perlu repot mengangkatnya ke atas jemuran besi.
Aku benci itu dan juga hari-hari ketika berkutat dengan cucian dan jemuran, apalagi memasak.
Kutendang keranjang jemuran dengan sisa rasa kesal. Wadah penuh lubang itu menggelinding kencang ke arah kolam. Berhenti di atas rerumputan dekil tepat di tengah-tengah, jarak di mana aku berdiri dan kolam itu berada.
Aku terpaku sesaat, mengingat kembali semua yang kulihat akan sosok-sosok yang selalu saja muncul dan menghilang. Mungkin, kabar buruknya hanya aku yang bisa melihat itu.
Bibi Sum, Ibu atau Daman tanpa terkecuali aku yakin mereka tak melihat apa yang kulihat di kolam itu dan juga rumah ini. Semacam ada dunia lain tak kasat mata. Ya, aku percaya itu untuk sekarang. Atau aku harus membuktikannya agar keresahanku terbayar.
Menjadi berani atau pun berpura- pura saja, itu tidak akan membuatku rugi. Tapi jika aku memang ingin dihantui dan diganggui oleh sosok-sosok itu, sungguh pilihan yang teramat buruk.
Aku melihat air itu tenang seperti biasa, tidak ada makhluk hidup di dalamnya, sepertinya. Hanya air berwarna bening, namun cenderung agak gelap karena mungkin sangat dalam.
Entah apa isinya hingga membuat air itu terkesan begitu menakutkan di mataku. Tapi juga agak menarik untuk dicari tahu. Jika saja, mentalku tidak terganggu oleh fobia sialan itu. Pasti aku tidak masalah dengan kolam air tersebut.
Aku mulai berjalan mendekati kolam, kutelan air ludahku yang terasa mengumpul, tubuhku seketika merinding saat langkahku hanya terpaut beberapa meter lagi dari kolam. Air kolam yang tenang membuatku teringat akan ingatan saat aku terjatuh ke dalam kolam beberapa tahun lalu.
Saat air menelan tubuhku hidup-hidup,
zat bisu yang dingin dan mengisi ruang di paru-parumu. Sekaan menarik setiap inci tubuh agar tenggelam lebih dalam.Dan menemui monster di dalam sana.
Layla ....
Aku terenyak dengan sebuah suara layaknya bisikkan kecil, merasuki indera pendengarku dengan lemahnya. Menyadarkanku setelah ditelan gambaran trauma masa lalu. Keringat dingin terasa membanjiri telapak tangan dan pelipisku. Membuat tubuhku menggigil kecil.
Layla ....
Kutolehkan wajahku ke segala arah dan
suara itu hanya berseru dua kali dan aku yakin jika hanya aku yang bisa mendengar suara itu. Karena mungkin panggilan itu ditunjukkan memang hanya untukku.Sungguh, aku tidak suka itu. Gangguan seperti ini yang membuat otakku bisa saja menjadi gila dalam waktu dekat.
Aku tidak ingin semua hal itu terus saja menggangguku setiap waktu, di mana aku berada dan bersama siapa aku tinggal.
Semua hal itu selalu saja datang tanpa kumau dan minta sekali pun.
"Cukup!" kataku setengah membentak.
Menutup mata rapat-rapat lalu membukanya dengan napas terengah engah.Kedua jari-jemariku terkumpul, mengepal
kuat. Dan dengan langkah mantap, aku berjalan mendekati kolam itu. Berdiri di atas tepian batu kolam. Menatap bayanganku sendiri yang terpantul di permukaan air. Tak ada yang terjadi, sekuat tenaga kutahan untuk tidak berniat lari. Cukup, untuk tidak lagi menjadi seorang lengecut lagi. Hanya karena sekumpulan air. Aku menutup mata dan berkata dalam batin.Aku bisa melakukannya, semua itu hanya
ilusimu sendiri Layla. Dengar, air hanya air ....Semua itu hanya omong kosong, kau dengar itu? Omong kosong, tidak ada apa pun. Layla ayo lihat lagi, semuanya baik-baik saja.
Bersaman dengan suara batinku berhenti,
aku membuka mata dan memang tidak ada apa-apa di depanku sekarang.Apa yang bisa aku buktikan dengan menatap permukaan air? Kecurigaanku perlahan mengabur.
Senyumku terukir tanpa kusadari lebih awal, entah pencapaian apa yang kuraih saat ini. Hanya saja rasanya ada titik kecil namun terasa melegakan.
Dengan senyum masih bertengger, aku berbalik dengan secuil rasa bangga dalam dada. Jika memang semua itu berasal dari kolam itu. Maka, aku tidak akan mempercayainya lagi karena sekarang aku yakin semua itu adalah halusinasiku sendiri.
Namun, jika saja aku ingat bahwa pinggiran kolam yang diletakan batu-batu hitam itu, memiliki permukaan yang amat begitu licin. Sudah seharusnya aku mengingat itu sedari awal. Agar berhati-hati saat menginjaknya. Dan kabar buruknya, aku telah melewatkan tentang itu. Sebelah kakiku terpeleset dengan tidak baiknya.
Hal itu membuat tubuhku yang ringan seakan terbang meluncur ke belakang. Tak ada yang bisa kugapai, selain udara kosong dan pekikkan terkejut tertahan di dada. Saat tubuhku mulai menyentuh air yang berhasil kembali memenjarakan diriku ke dalam ketakutan yang seakan menjadi nyata.
Aku kembali jatuh.
Ya, jatuh ke dalam kolam di belakangku. Bersatu kembali dengan air dingin yang seakan menusuk kulit.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
THE TALK : Beyond The Water ✔
De Todo🎖: Winner Shortlist AIFIL 2023 🎖: The 5th Winner of Event The Goosebumps Love - WattpadRomanceID 🎖: Reading List AIFIL 2023 - WattpadChickLitID © KANG ZEE present • (#) GIRL'S IN THE NIGHTMARE • THE TALK: Beyond The Water • THE 3RD FULL NOVEL '...