#9. Siksaan ala Cinderella

4.9K 316 7
                                    


***

Menuruni tangga dengan langkah gontai,Lili menghela napas panjang saat mendapati di bawah sana keempat pelayan wanita sontak melihat ke arahnya.

Berdiri sejajar seolah menyambutnya.

Ya,sama seperti pertama kali Lili menginjakkan  kaki ke rumah ini. Bedanya sekarang mereka menyambut Lili sebagai pelayan baru.

Seragam pelayan kini melekat di tubuh Lili. Hal yang membuat Lili harus mendapat tatapan kasihan dari pelayan-pelayan disana.

Tatapan yang membuat Lili muak.

Oke,hidup memang tidak mudah. Apalagi bagi mereka yang harus hidup tanpa orang tua dan besar di panti asuhan. Tapi,Lili selalu benci jika ada yang menatapnya dengan tatapan kasihan.

Baginya itu juga tidak akan membantu apa-apa. Malah akan membuat diri kian merasa tak berguna.

"Kenapa kalian melihatku begitu?"tanya Lili tak senang begitu tiba di anak tangga paling bawah.

Para pelayan cepat-cepat menggeleng dan menundukkan wajah.

Ya,Lili tahu. Mereka mungkin kasihan melihatnya.

Sebagai pelayan dan ikut menjadi penghuni rumah ini,memang sudah pasti mereka mengetahui semua rahasia di dalam rumah besar ini.

Lili tak penasaran dengan apa Ozan menutup mulut mereka untuk hubungan kotornya bersama Sinta,yang jelas mungkin dengan gaji yang besar. Lagipula,memang sudah sepantasnya para bawahan menjaga privasi majikan mereka bukan?

Ya,mereka tahu rahasia tuan mereka,dan pasti tahu mengapa Lili ikut terseret ke dalamnya juga. Mereka kasihan terhadap Lili yang dinikahi lalu diboyong ke rumah ini bukannya menjadi tuan rumah,malah menjadi pelayan.

Tapi Lili tetap tak suka. Bukan kah seperti yang dia katakan tadi? Para pelayan itu hanya menatapnya kasihan tapi tidak dapat berbuat apa-apa.

"Kami minta maaf kalau sudah lancang,Nyonya." Salah seorang pelayan yang kelihatan paling tua dari tiga lainnya itu bersuara sopan. Dia merupakan kepala pelayan sebab yang paling lama bekerja pada keluarga Ozan.

"Kami diminta menunjukkan pekerjaan yang akan Nyonya kerjakan,"lanjut kepala pelayan tersebut.

Ternyata Sinta benar-benar matang mempersiapkan ini untuknya.
Lili mengangguk paham.
"Siapa nama kamu?"

"Daria,Nyonya." Kepala pelayan tersebut menjawab ramah. Sebetulnya para pelayan sudah memperkenalkan diri masing-masing,hanya saja Lili lupa.

"Oke,Daria. Dan...kalian semua."Lili menatap para pelayan itu satu persatu seraya melanjutkan.

"Namaku Lili. Seperti yang kalian tahu,di rumah ini aku bukan majikan tapi pelayan. Jadi tak perlu memanggilku Nyonya. Cukup Lili saja."

Para pelayan di sana bungkam. Tak menjawab iya,atau pun tidak. Hanya saling melempar pandangan tak enak dan bimbang.

Sedangkan Lili terlihat bersikap biasa sekalipun orang di sekitar melempar tatapan kasihan.

Jawabannya,karena Lili sudah memutuskan untuk menerima kenyataan.

Jika ditanya bagaimana kesal dan sakit hatinya,Lili tak bisa menggambarkannya.

Hanya saja dia sempat merasa sangat-sangat ingin meracuni Sinta beserta lelaki yang membohonginya. Tapi kemudian Lili sadar,bahwa dia tidak mau menyia-nyiakan hidupnya dengan berada di sel hingga tua karena melakukan pembunuhan. Mengotori tangannya juga membuat hidup sia-sia.

Menangis semalaman juga seolah membuat pikiran Lili sedikit tenang. Seolah sesak yang memenuhi rongga sedikit berkurang.

Hidup juga terus berjalan. Tentu tidak mungkin harus meratapi penyesalan terus-terusan.

CINTA DARI LILITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang