34. Déjà vu

770 131 30
                                    

*Déjà vu, dari bahasa Prancis, secara harfiah "pernah dilihat", adalah fenomena merasakan sensasi kuat bahwa suatu peristiwa atau pengalaman yang saat ini sedang dialami sudah pernah dialami di masa lalu. Déjà vu adalah suatu perasaan telah mengetahui dan déjà vécu adalah sebuah perasaan mengingat kembali. (Wikipedia)

***

Alin berjalan sendirian menuju gerbang sekolah. Jam pelajaran sudah berakhir setengah jam yang lalu. Rima juga sudah pulang duluan karena katanya jemputannya sudah datang, yaitu Dhika. Sambil menunggu Sean mengabarinya untuk menjemputnya ke sekolah, Alin sempat mampir terlebih dahulu ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku mata pelajarannya.

Sepanjang perjalanan menuju gerbang, pikiran Alin tiba-tiba mengarah ke Keira yang dia lihat saat di kantin sekolah sewaktu istirahat.

"Keira masih anak sekolahan? Kok bisa?"

Batin Alin terus bertanya-tanya. Keira yang pernah menyuruhnya untuk menjauhi Sean ternyata masih anak sekolahan, dan satu sekolah dengannya. Kenapa dirinya tak pernah sadar?

"Aw!"

Alin memekik kaget sekaligus sakit di area keningnya saat merasakan sentilan yang secara tiba-tiba. Matanya melebar melihat Sean yang sudah berdiri di hadapannya. Tanpa sadar ternyata ia sudah sampai di gerbang sekolah.

"Kalau jalan itu jangan ngelamun."

Alin hanya nyengir kuda di tegur oleh Sean. "Udah lama di sini?" tanya Alin.

"Baru sampai barusan. Ayo pulang," ajak Sean yang langsung di angguki oleh Alin.

Selama perjalanan keadaan hening. Alin sibuk dengan pikirannya mengenai Keira. Dia pikir Keira seumuran dengan Sean, ternyata gadis itu masih anak putih abu.

"Langsung pulang atau mampir terlebih dahulu?"

Alin yang masih sibuk dengan pikirannya tak mendengar pertanyaan dari Sean. Hal tersebut membuat Sean menoleh ke arah Alin.

"Alin," panggil Sean.

"Ha? Kenapa Sean? Tadi Sean nanya apa?" Alin terkesiap di saat dengan tiba-tiba Sean memanggilnya.

Alin merasa tidak enak hati ketika Sean menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Apalagi sekarang cowok itu tengah menatapnya dalam.

"Ada masalah?"

Alin menggeleng dengan mimik wajah yang sangat polos. "Kenapa berhenti Sean?" tanya Alin.

"Kalau ada masalah bilang," ucap Sean keluar jalur pertanyaan dari Alin.

Alin tersenyum manis. "Enggak ada, Sean. Alin gak punya masalah apapun."

Untuk kali ini Alin tidak akan dulu menanyakan soal Keira kepada Sean. Dia tidak mau hubungannya ada masalah karena membahas cewek lain.

Kedua sudut bibir Sean terangkat membentuk sebuah senyuman tipis. Tangannya mengelus rambut Alin lembut.

"Mau permen kapas?" tanya Sean.

Mendengar kata 'permen kapas' membuat kedua mata Alin berbinar. Dengan semangat ia menganggukkan kepalanya.

"MAU!" jawab Alin tanpa penolakan sedikit pun. Mana bisa Alin menolaknya, permen kapas merupakan kesukaannya dari kecil. Apalagi di saat moodnya sedang tak beraturan.

Bagi Alin, permen kapas adalah pengembali mood yang sangat manjur. Sekesal apapun dirinya, semarah apapun Alin, gadis itu akan luluh hanya sekedar di beri sebuah permen kapas saja.

Memang itu merupakan makanan anak kecil, tapi Alin sangat menyukainya.

°°°

Hiraeth [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang