"Ada apa lo nyuruh gue buat dateng ke sini?"
Dia terkekeh mendengar lawan bicaranya yang seperti tidak suka terhadapnya. Dengan santainya ia meminum kopi yang terhidangkan di meja dengan perlahan.
"Santai-santai, kita ngopi dulu sebentar."
"Gue gak suka buang-buang waktu!"
"Iyalah. Orang lu sukanya nyakitin Alin," jawab Vino cepat di akhiri kekehan.
Rahang Sean mengeras saat mendengar ucapan Vino yang seperti tengah menyindirnya. Melihat respon Sean yang seperti itu membuat Vino tersenyum sambil menaikkan alisnya sebelah.
Hari ini mereka berdua telah janjian untuk datang ke kafe, yang pastinya bukan Absturb Cafe. Ralat, sebenarnya bukan janjian. Tetapi Vino yang memaksa Sean untuk datang menemuinya.
"Apa yang lo mau sebenarnya?" tanya Sean setengah tersenyum.
Vino membenarkan posisi duduknya, lalu menghembuskan napasnya kasar.
"Seharusnya pertanyaan itu buat diri lo sendiri. Apa yang lo mau sebenarnya dari Alin?"
"Jadi, lo nyuruh gue datang kesini cuma buat bahas Alin?" telak Sean tepat sasaran.
Vino menyeruput kembali kopinya yang kian semakin dingin sebelum menjawab pertanyaan Sean. Membuat Sean harus bersikap sesabar mungkin untuk menghadapi Vino yang kelewat santai.
"Apa mau lo? Waktu gue gak banyak," ketus Sean.
"Susah ternyata kalo ngomong sama orang sibuk, selalu minta to the point," ucap Vino menghela napas.
"Karna gue juga males basa-basi sama lo .... " Vino menggantungkan ucapannya. "Apa rencana lo sebenarnya terhadap Alin?"
"Gue gak punya rencana apa-apa," jawab Sean tanpa beban.
Mendengar jawaban dari mulut Sean membuat Vino memperlihatkan senyuman sinisnya.
"Buat gue percaya sama jawaban lo barusan, keknya gue harus nunggu lebaran semut dulu dah."
"Ini bukan saatnya untuk bercanda. Hanya membuang-buang waktu."
Hubungan antara Vino dan Sean memang tidak terlalu baik sejak awal pun. Mereka tidak terlalu dekat, ini kali pertama mereka berbicara empat mata seperti ini.
Vino terkekeh. "Hidup jangan kaku-kaku amat, Sean. Gak berwarna hidup lo nantinya, yang ada abu-abu," ucap Vino ngasal.
"Gue gak suka di permainin kaya gini!"
Vino tersenyum miring. "Tapi lo permainin Alin."
"Oh, ya? Bukannya dia yang permainin gue? Bukannya dia yang udah putusin gue? Jadi, dimana letak gue permainin Alin?" tanya Sean beruntun.
Kalian tau? Ini kali pertamanya juga Sean berbicara panjang lebar terhadap orang lain. Biasanya cowok itu akan mengeluarkan suara seadanya saja. Mungkin di karenakan lawan bicaranya kali ini adalah Vino yang seperti tengah menguji kesabarannya, makanya ia berbicara sebanyak itu.
"Sebelum gue jawab pertanyaan beruntun lo itu, gue tanya satu hal sama lo."
"Apa lo pernah nanya ke Alin, apa alasan dia mutusin lo? Enggak, kan?"
"Bahkan saat Alin mutusin lo aja, lo cuma bilang iya."
"Gue orangnya simple. Ketika cewek minta pergi, yaudah silahkan. Gue gak akan maksa dia buat tetap stay sama gue!" jawab Sean.
"Kenapa lo repot-repot luangin waktu lo cuma buat bahas Alin. Lo suka sama dia?" tanya Sean.
Vino tersenyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [END]
Fiksi RemajaIni tentang aku, kamu, dia, dan kisah masa lalu yang terulang kembali. Start : 05 Desember 2020 Finish : 09 Agustus 2021 ©Cover: Pinterest