Setelah hari itu hubungan Alin dan Vino semakin dekat, layaknya seperti dulu. Tidak ada status apa-apa diantara keduanya. Mereka tetaplah bersahabat, tidak lebih. Namun yang membedakan, mereka sering bertemu. Mau di kafe, ataupun di sekolah. Karena terkadang Vino menjemputnya di sekolah.
Jika bertanya mengenai hubungannya dengan Rima sekarang bagaimana? Maka jawabannya hubungan mereka berdua baik-baik saja. Hanya jika mengobrol tidak sesering dulu, itu pun jika ada yang dirasa perlu di bicarakan. Bukan Rima yang menjauh, melainkan Alin yang membatasi untuk berkomunikasi dengan gadis itu. Alin tidak benci Rima, hanya saja dia masih kecewa.
"Kita mau kemana, sih?" tanya Alin tepat di dekat telinga Vino.
Mereka berdua tengah di atas motor. Semalam Vino akan mengajaknya pergi karena kebetulan hari ini tanggal merah, jadi Alin tidak pergi sekolah. Jika ada yang pergi ke sekolah di saat tanggal merah, itu orang benar-benar ke lewat rajin.
"Ke rumah gue," jawab Vino.
"HA? APA?" Alin membeo. Suara Vino tidak terdengar jelas di telinganya.
"KE RUMAH GUE."
Seketika kedua mata Alin melotot. Mau apa cowok ini mengajak ke rumahnya? Di perkenalkan kepada orang tuanya? Masa iya, status mereka saja masih mengambang tak tentu arah. Untungnya, hari ini Alin memakai pakaian yang cukup baik bila memang akan bertemu dengan kedua orang tua Vino.
"HUAA .... "
Alin menjerit histeris saat Vino menambahkan kecepatan motornya secara tiba-tiba. Otomatis secara refleks Alin memeluk tubuh Vino, ia tidak mau mengambil resiko berujung jatuh dari motor. Di balik helmnya, Vino tersenyum penuh kemenangan. Kapan lagi coba dipeluk oleh Alin.
Hingga tidak terasa motor yang mereka kendarai berhenti di sebuah rumah yang bisa di bilang rumahnya sangat megah, bahkan melebihi megahnya rumah Alin.
Seorang laki-laki paruh baya berlari membukakan gerbang untuk mereka. Pak satpam itu menunduk kala motor Vino melewatinya. Alin hanya menyunggingkan senyumannya kepada Pak satpam barusan.
"Ngapain barusan senyum sama Pak Wahyu. Naksir?"
Alin memutar bola matanya malas. Bisa-bisanya Vino berpikiran seperti itu. Memangnya salah, jika ia tersenyum kepada orang termasuk kepada Pak satpam? Senyum kan sebagian dari sedekah. Eh, bener kan?
"Kalo iya emang kenapa?" tanya Alin menantang.
Vino bergidik ngeri. "Ternyata selera lo bapak-bapak."
"Sembarangan! Ya enggak lah!" kilah Alin cepat.
Ya kali, seleranya bapak-bapak. Alin masih waras kali, dia masih suka cowok seusianya ataupun kalo yang lebih tua berbeda satu atau dua tahun. Tidak lebih.
"Widih ... coba liat siapa yang baru datang!"
Baik Alin maupun Vino menoleh ke sumber suara. Seorang cowok dan cewek tampaknya juga baru datang berjalan ke arah mereka. Alin tampak tidak asing saat melihat siapa cowoknya.
"Ternyata Bang Vino engga gay ya, Ar," ucap si cewek. Yang Alin tidak ketahui siapa namanya, dan siapa sebenarnya mereka berdua.
"Sembarangan lo kalo ngomong! Gue cowok tulen!" sungut Vino tidak terima dirinya dikira gay.
Cewek itu terkekeh. Sedangkan cowok yang berdiri di sampingnya hanya menggelengkan kepala. Melihat Alin yang terlihat seperti kebingungan, cewek itu mengulurkan tangannya mengajak Alin berkenalan.
"Kenalin, gue Lea. Majikannya Arsen."
"Matamu!" sungut cowok yang sekarang Alin ketahui bahwa namanya Arsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [END]
Teen FictionIni tentang aku, kamu, dia, dan kisah masa lalu yang terulang kembali. Start : 05 Desember 2020 Finish : 09 Agustus 2021 ©Cover: Pinterest