54. Perasaan Yang Sama

760 108 0
                                    

Gema tawa terdengar dari salah satu ruangan yang ada di rumah sakit. Ruangan itu terdiri dari empat orang, di antaranya satu laki-laki dan tiga gadis.

"Lo sakit tapi masih bisa ngelawak, Kei," ujar Rima dengan tawa yang masih tersisa.

"Gue kan strong!"

"Sress tak tertolong?" timpal orang satu-satunya laki-laki di ruangan itu, siapa lagi kalau bukan Sean.

"Ih, Sean ngeselin ...." rajuk Keira dengan manja.

Gema tawa kembali terdengar saat melihat Keira yang tengah kesal akibat perbuatan Sean. Salah satu gadis yang duduk di sofa berdiri, menyimpan tas kecil yang dibawanya ke bahu.

"Gue balik duluan ya."

"Kok balik sih, Man?" tanya Rima.

"Udah sore, nanti malam gue ada janji sama Aby," jawab Amanda.

Rima mengangguk tanda mengerti, sedangkan Sean dan Keira tengah asik berdua dengan dunianya.

"Gue anterin sampe depan," pinta Rima yang langsung di setujui oleh Amanda.

Amanda langsung diantar ke depan rumah sakit oleh Rima setelah berpamitan dengan Keira dan Sean.

"Sean siapanya Keira? Kok dia bisa ada di sini?" tanya Amanda.

Rima melirik Amanda sekilas sambil tersenyum. "Sean abangnya Keira."

"Abang? Setau gue Sean anak tunggal," beo Amanda.

Terdengar helaan napas dari Rima. "Kisah mereka berdua terlalu rumit, Man."

Amanda hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Ia sedikit terkejut saat melihat Sean yang berada di ruangan Keira. Maksud kedatangannya ke sini yaitu ingin mengembalikan barang yang pernah ia pinjam dari Rima, dan siapa sangka bahwa dia akan bertemu dengan Sean.

"Dulunya mereka adalah sepasang kekasih ...." Rima mulai bercerita.

"Hubungan mereka tidak diketahui sama orang tua masing-masing. Sampai dimana ada peristiwa kalau Mamanya Keira akan menikah lagi, dan siapa sangka yang menjadi calon suami Mamanya adalah bokapnya Sean."

Amanda terkejut bukan main. Mulutnya sedikit terbuka. Dia tidak pernah tau kalau Sean anak Piatu.

"Terus sampai saat ini mereka masih pacaran?"

Rima terkekeh mendengar pertanyaan dari Amanda. Membuat Amanda kebingungan dengan respon yang diberikan oleh gadis bar-bar itu.

"Gue gak bisa ceritain semuanya ke lo."

"Why?"

"Lo sahabatnya Alin."

Kedua alis Amanda menyatu. "Kenapa jadi bawa-bawa Alin?"

Rima menghela napas kasar, raut wajahnya berubah menjadi tak bersahabat.

"Gue engga mau sahabat masa kecil gue terluka lagi gara-gara sahabat lo!"

***

Alin menatap orang yang di hadapannya, yang kini tengah tertawa terbahak-bahak sudah lebih dari lima menit tanpa henti.

"Sumpah, Lin! Muka lo lucu banget, gila!"

Alin sudah sangat kesal, ia mencopot sepatu sebelah kanannya lalu ia gunakan sebagai alat untuk memukul badan orang tersebut.

"Aw! Sakit woi!"

"Udah napa anjir!"

"Badan gue bisa bengkak nanti!"

Hiraeth [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang