"Entah dia yang terlalu dingin, atau aku yang terlalu ingin."
-Hiraeth-
____________________"Coba cari yang bener, mungkin ada di tas lo."
Gadis dengan rambut sebahu yang tergerai mendelik tajam ke arah orang yang sedang duduk di atas mejanya.
"Engga ada, Rima .... " saut Alin lesu.
Sudah hampir setengah jam mereka berdua mencari barang Alin yang hilang. Ralat, hanya Alin saja. Karena Rima sedari tadi hanya duduk anteng di atas meja mereka sambil mengemil keripik kentang.
"Gantungan kunci banyak di jual, Lin. Apa susahnya beli lagi? Daripada nyari yang udah hilang."
Ya, benar. Alin tengah mencari gantungan kuncinya yang hilang. Tetapi itu bukan sembarang gantungan kunci. Alin mendapatkan gantungan kunci tersebut dari Sean, saat awal mereka pacaran.
"Masalahnya ini dari Sean, Rima .... " Alin menempelkan pipinya di meja. Gantungan kunci itu merupakan satu-satunya barang pemberian dari Sean. Dan itu sangat berharga.
"Kenapa sih, lo selalu lemah kalo menyangkut soal Sean?"
Alin membenarkan posisinya menjadi duduk tegap, memandang Rima dengan tatapan tidak mengerti.
"Maksud lo?" tanya Alin.
Terdengar helaan napas dari mulut gadis yang duduk di hadapannya. "Engga tau kenapa, gue mau ngomong ini sama lo." Rima sedikit menjeda perkataannya. "Jangan terlalu lemah sama cowok, nanti hati lo bisa sakit," lanjutnya.
"Dan perihal gantungan kunci dari si Sean hilang. Inget! Itu cuma gantungan kunci, bukan orangnya!"
Alin merasa tertampar dengan perkataan Rima. Apa benar yang dikatakan oleh Rima, kalau dirinya selalu lemah kalau menyangkut soal Sean? Tapi Alin tidak merasa seperti itu, ia bersikap seperti ini karena Alin sayang terhadap cowok itu.
Gantungan kunci berbentuk panda yang merupakan barang satu-satunya pemberian dari Sean kini hilang. Tapi ada yang lebih ia takutkan ketimbang gantungan kuncinya yang hilang, yaitu kehilangan Sean lagi. Terlebih ada Keira yang tengah menanti-nantikan hubungan mereka kembali kandas. Alin tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi untuk kedua kalinya.
"ALIN!"
Alin terkesiap, terkejut mendengar Rima yang tiba-tiba berteriak di depan wajahnya.
"Apa sih, Rim? Ngagetin aja," sebal Alin.
"Lo gak kesurupan, kan?" tanya Rima. Raut wajah gadis itu terlihat panik.
Lirikan tajam Alin berikan kepada Rima. Selalu saja seperti ini, mengira kalau dirinya kesurupan.
"Udahlah, gue mau balik." Alin berjalan keluar kelas tanpa menjawab pertanyaan dari Rima.
"Kebiasaan banget sih, lo. Selalu ninggalin gue," gerutu gadis yang mengekor di belakang Alin.
Sepanjang perjalanan dari kelas menuju parkiran Rima terus mengoceh. Menceritakan pacarnya yang selalu selingkuh di depan matanya sendiri. Sesekali Alin hanya meresponnya dengan kata 'terus?'.
Kepala Alin rasanya pening sekali. Masalahnya dengan Sean saja belum kelar. Bahkan pesannya saja hanya ceklis dua berwarna biru, tanpa dibalasnya sama sekali. Belum lagi cewek yang bernama Keira, yang merupakan dalang dari teror yang diterimanya beberapa bulan lalu. Sekaligus merupakan sahabat masa kecilnya Rima. Di tambah lagi Rima yang terus mengoceh tanpa berhenti sambil meminta pendapat tentang hubungannya harus bagaimana?
"Lin, gue harus gimana dong?" tanya Rima suaranya terdengar merengek.
"Lo—"
Langkah dan perkataan Alin tiba-tiba terhenti. Kedua mata bernetra coklat memandang lurus ke arah gerbang. Napasnya terasa tercekat, dadanya seperti di tusuk sebuah pisau. Sakit sekali.
"Lin? Mata lo kenapa? Kok berkaca-kaca?"
Pertanyaan Rima menyadarkan Alin. Ia segera mengerjap-ngerjapkan matanya agar air mata tak jatuh mengenai pipinya. Ia lemparkan senyuman manisnya ke arah Rima.
"Buruan ke parkiran, yuk? Gue udah gerah banget pengen mandi." Jawaban Alin belok dari pertanyaan yang Rima lontarkan.
Ia melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti karena pemandangan yang mampu membuatnya merasa sakit.
"Dia gak balas chat Alin, tapi malah menjemput Keira," batinnya.
Ya, benar sekali. Pemandangan menyakitkan yang Alin lihat yaitu, ia melihat Sean yang tengah membukakan pintu mobil untuk Keira. Alin tak mungkin salah lihat, dia melihat dengan sangat jelas kalau itu beneran Sean. Pacarnya.
Ada hubungan apa sebenarnya antara Sean dan Keira? Apa Sean selingkuh? Atau sebenarnya, dirinya lah yang menjadi selingkuhannya?
Alin memasang helm bermotifkan hello kitty di kepalanya. Ia melihat pantulan wajahnya di kaca spion. Matanya terlihat berkaca-kaca.
"Langsung balik, Lin?" tanya Rima yang sudah memasuki mobilnya.
"Iya, gue langsung balik," jawab Alin.
"Yaudah, gue duluan ya. Bawa motornya hati-hati," ujar Rima mengingatkan. Alin hanya meresponnya dengan mengangkat jari jempol tangannya.
Ting!
Alin yang akan menghidupkan motornya mengurungkan niat. Gadis itu merogoh ponsel yang berada di dalam tas sekolahnya. Takut-takut ada pesan dari Hana-Bundanya.
Dari: +62 8567 **** ****
Bagaimana Alina? Sakit, bukan?
Alin meremas ponselnya cukup kuat. Keira sangat keterlaluan! Sudah terungkap tetap saja menerornya. Alin segera memencet tombol telepon, mencoba menelpon nomor tersebut.
Maaf, nomor yang anda tuju tidak terdaftar.
Alin mematikan sambungan operator dengan perasaan kesal. Rasa sakit hati, bingung, kesal, marah, bahkan sedih. Semuanya kini berkecamuk di dalam hatinya.
"Apa salah gue sebenarnya?"
Entah kepada siapa Alin bertanya. Akan tetapi, tanpa sepengetahuannya ada seseorang di balik tembok yang tak jauh dari posisinya tengah tersenyum penuh kemenangan.
_________________
Terima kasih untuk 6K-nya guys😭Terima kasih udah mau membaca cerita yang penuh dengan ke absurd-an di dalamnya❤
Jangan lupa tinggalkan jejak, okay?
Dan, share cerita ini ke teman-teman kalian haha.
Lope sekebon buat kalian❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [END]
Teen FictionIni tentang aku, kamu, dia, dan kisah masa lalu yang terulang kembali. Start : 05 Desember 2020 Finish : 09 Agustus 2021 ©Cover: Pinterest