Dalem| part 1

25.2K 1.6K 121
                                    


Hai, masih suka agegap gak?
Big thanks yang mampir kesini. Jangan lupa follow, vote dan komen!

........******.........******........

Badan saya rasanya nyaris remuk, setelah seharian mengurus sidang perceraian saya dan Margareth. Tidak mudah bagi saya, biar bagaimanapun dia wanita yang menemani saya dari nol.

Saya akui, saya lelaki bajingan yang dengan seenaknya mempermainkan hati wanita. Tapi sungguh, meski saya tidak pernah berselingkuh dan Margareth tahu persis seperti apa saya rasanya tetap saja menyesakkan. Saya rasa tidak ada perceraian yang membahagiakan bukan?

Bagaimana bisa tiba - tiba saya merasa Ratih adalah pusat kehidupan saya?
Tapi, bukankah hati tidak bisa dipaksakan?

"Semoga kamu bisa segera sembuh dari penyakit itu,, Theo," ucap Margareth ringan.Tangannya menjabat tangan saya. Kami bersalaman dengan harapan kami tetap baik - baik saja. Karena kami awal mengenalpun dengan baik maka berpisah juga harus baik tanpa permusuhan.

Saya hanya tersenyum kaku, astaga Margareth bukan hanya mantan istri saya. Dia seperti sahabat saya yang selalu ada.

"Maafkan saya. Semoga kamu bahagia," ucapku tulus.

Sungguh, saya hanya berharap kebahagiaannya. Meski dia begitu ambisius dan menginginkan segalanya sempurna tetapi dia adalah wanita baik pada dasarnya. Hanya saja, dia entah berapa kali operasi plastik hanya untuk menyempurnakan tubuh idealnya. Dan saya tidak suka. Ah, sudahlah itu bukan urusan saya lagi.

"Tentu saja, aku cantik dan seksi. Masih banyak hal yang harus aku urus. Maaf tidak bisa menemanimu lebih lama lagi," kata Margareth.

"Iya. Bahagia selalu," hanya itu yang mampu saya ucapkan.

Saya merasa sangat bersalah, Margareth tidak pernah tahu bahwa hanya ada satu wanita yang mampu membuat "marco" menjadi liar tak terkendali. Dia tidak pernah tahu bahwa saya tidak pernah impotensi.

Astaga!
Hanya dengan mengingat dirinya saja membuat "marco" berdenyut nyeri.

Saya meninggalkan parkiran setelah Margareth pergi. Tidak sabar rasanya untuk segera pulang agar melihat wajah ayu gadisku.

Saat memasuki area rumah, kebetulan saya melihat Ratih. Sepertinya dia akan pergi. Saya segera meminggirkan mobil saya untuk mendekatinya.

"Dek, mau kemana?" Tanyaku to the point.

"Eh, mau ke supermarket depan kok mas. Mau beli barang pesanan ibu," jawab Ratih lembut dihiasi senyumnya yang semanis gula jawa.

"Mas anterin ya. Yuk masuk," ucapku sekaligus langsung turun dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Ratih gadis yang sering tidak enakan, jadi dengan trik setengah memaksa akan berhasil. Saya hanya perlu menarik ulur hatinya dengan tepat.

"T-tapi mas, nanti merepotkan," kata Ragih dengan wajah jelas menunjukkan keraguan.

" Gak papa, sekalian mas ada yang mau di beli," jawabku.

Saya menjalankan mobil dengan pelan, berharap kami tak segera sampai. Saya lirik sebentar, Ratih sangat cantik dengan dress tanpa lengannya itu.

Sial!

Rasanya saya tidak rela lengan cantiknya dilihat banyak lelaki. Apalagi gunung kembarnya yang menantang bebas meski tertutup rapat oleh dress tetap saja tidak bisa menutupi keagungan gunung kembar miliknya.

Segera saya lepas jas milik saya dan saya sampirkan di bahunya.

"Pakai ya, lain kali pakai yang lebih sopan saat keluar rumah," kataku dengan suara serak. Semoga saja dia tidak menyadarinya.

DALEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang