Hanya ada deru ac ruangan yang terdengar, suasana sunyi, mencekam. Ditambah lagi saya ditemani the queen junjungan marco yang melotot tajam, dada membusung tangan berkacak pinggang. Jangan kalian kira dek Ratih terlihat menyeramkan, tidak sama sekali. Dia terlihat sangat menggemaskan dan seksi.
Bibir pink merekahnya yang terus membuka menutup mirip ikan koi di aquarium itu menggoda sekali untuk dicumbu.
Ditambah lagi, saat marah dadanya membusung membuat melon saya berubah menjadi semangka. Dia semakin seksi saat marah.
"Mas, bisa jelaskan?" Suara dek Ratih rendah tapi dari sorot wajahnya terlihat jelas bahwa dia menahan amarahnya.
Saya hanya bisa menggaruk tengkuk saya yang tidak gatal karena salah tingkah. Ditambah lagi, saya selalu salah fokus saat berhadapan dengan istri kesayangan saya ini.
Lagian, mana ada lelaki yang tahan jika melihat surga disini?
"A-anu dek, mas pengen naik motor," cicit saya lirih, berusaha menampilkan wajah sememelas mungkin. Bukan saya suami - suami takut istri. Big No! Mr. Theo tidak pernah dan tidak akan pernah takut pada siapapun.
Saya hanya tidak mau jatah "makan apem" dan "goyang gangnam style" saya nanti malam digagalkan. Saya hanya tidak mau tidur di sofa depan tv nanti malam.
"Ada masalah sama motor mas yang dibeli seminggu yang lalu?" Tanya dek Ratih persis mengintrogasi narapidana. Punya bakat jadi polisi kayaknya kesayangan marco ini. Jadi terbayang cosplay pakai baju polwan dan narapidana. Seru kayaknya, perlu dicoba nanti sampai di rumah.
Duh, Saya bahkan lupa minggu lalu sudah membeli motor baru. Terlalu banyak pekerjaan saya, dan saya tidak bisa mengingat detail apa saja yang saya beli. Saya cenderung lapar mata, apapun yang menarik ya beli saja. Toh, ada uangnya. Urusan dipakai atau tidak ya belakangan saja. Tapi dek Ratih masih mengingat dengan detail setiap barang yang saya beli. Bahkan barang yang bulan lalu yang saya beli. Astaga!
"Kan beda model loh dek," jawab saya berusaha santai.
"Yang kemarin bahkan belum dipake sama sekali loh. Emang bisa, panas - panasan naik motor?" Pertanyaan dek Ratih ini benar - benar meremehkan saya. Tapi emang benar sih, saya bahkan bergidik ngeri membayangkan panas - panasan menghadapi polusi secara langsung. Bukan takut kenanpanasnya, saya hanya benci terkena polusi udara. Mrmbuat saya sesak saja hanya dengan membayangkannya.
"Nanti dipuncak dek dipakenya," jawab saya berusaha meredam amarah dek Ratih. Jurus berikutnya, ngeles terus sambil elus sana elus sini biar kalem dikit. Jinakin pelan - pelan tanpa dia sadari nanti redam itu amarahnya.
"Itu harga satu motor bisa buat beli ratusan motor loh, bisa buat buka showroom motor kecil. Bisa buat buka sewaan motor. Astaghfirullah...maaaaassss," saya memejamkan mata ngeri. Duh, mas ala dek Ratih bikin ngilu marco.
Kalau marah, dia sering tanpa sadar nge- rap gitu. Kalah itu penyanyi -penyanyi di layar kaca itu kalau sama dek Ratih pas marah. Nafasnya bisa super duper panjang, heran saja saya. Nggak haus apa ya? Entah dapat pinjaman nafas dari mana lagi, kok bisa sepanjang itu nafasnya. Tapi asik, dia kuat nahan lama pas kissing.Apalagi kalau dia orgasme, seksi dan menggairahkan. Baru suaranya saja padahal, belum yang lainnya.
"Awas ya kalau beli barang gak penting lagi. Tidur di pos satpam sana temenin padhe Mulyono," sembur dek Ratih dengan wajah memerah menahan amarah.
"Enggak lagi. Janji deh sayangku, dek Ratih cintaku," saya terus berusaha membujuk dek Ratih kesayanganku.
Sengaja saya memeluknya paksa, dek Ratih sudah melotot tajam. Tapi siapa yang peduli kan?
Dek Ratih itu istri yang paling the best di dunia pokoknya. Semarah - marahnya dia, sebenarnya dia gampang luluh. Gampang sekali saya kadali. Seperti sekarang nih, sudah saya peluk paksa nah dia malah ngendus - endus badan saya. Saya bilang juga apa, ini pasti ada kecebong hasil kerja keras saya di dalam perutnya dek Ratih.
Saya cium - cium pelipis dek Ratih, memang kebiasaan sebenarnya. Wanginya saya suka. Lah, bau vagina bekas dia buang hajat saja saya suka. Saya suka cium - cium, sedot - sedot sampai dia squirting apa lagi pelipis yang putih mulus itu.
Ini semangka sudah gelantungan memanggil minta dikenyot ini.
Plak!
"Aduh!"
"Apaan itu senyum mesum begitu, ndak usah macam - macam ya," saya meringis sembari memegang bekas tamparan dek Ratih. Sadis banget dia itu. Lumayan juga tenaganya, biar kecil begitu tamparannya bikin ngilu.
"Mas nggak mikir apa - apa loh. Nggak mikir jelek," bantah saya. Emang saya tadi ngapain?
"Senyum mas kelihatan mesum. Ayo pulang," kata dek Ratih sembari menarikku keluar dari perusahaan.
"Yang, kamu pengen ya? Diruangan aja lebih dekat," bisikku kegirangan.
Tahu aja ini istri tercintaku ini. Marco, jatahmu segera datang. Habiskan jangan kasih kendor!
"Jangan mesum!" Bisik dek Ratih dengan mata melotot, tidak ketinggalan tangannya yang mencubit lengan tangan saya dengan keras. Sakit!
Semakin hari dek Ratih semakin beringas saja. Kalau beringas di ranjang si oke saja. Ini dijalan juga beringas. Biru - biru badan saya dianiaya terus setiap hari sama dek Ratih.
Sesampainya di dalam mobil, saya segera mengunci mobil. Menutup kaca mobil lalu menyalakan ac mobil. Ah, mobil goyang ya goyeng deh.
"Mas, mundur. Kita pulang," kata dek Ratih waspada dengan mata menyipit.
Saya tidak memperdulikannya. Tidak akan pernah, lagian di dalam mobil lebih menantang.
"Mas, ini tempat umum!" Tegas dek Ratih.
Emang siapa peduli? Wah, itu semangka ranum sekali. Tanpa memperdulikan dek Ratih yang terus protes saya segera meraup bibirnya.
Astaga! Ini bibir termanis yang pernah ada. Sengaja saya gigit kecil bibi bawah dek Raih agar lidah saya dapat mengabsen semua yang ada di rongga surga dunia milik saya. Hanya milik saya.
"Hhmmm....aaah....."
Kan, dia menolak tapi akhirnya terbuai juga. Mendesah kan dia.
"Sayang, waktunya mas makan apem," bisik saya sensual.
Saya sudah tidak tahan, kacang kecil favorit saya! Aaah....
Rasanya seperti terbang ke awan. Kami kembali tidak memperdulikan sekitar. Sebenarnya bukan kami, lebih tepatnya saya.
Biarkan saja mereka melihat mobil ini bergoyang. Saya yakin, aroma cinta menguar hingga keluar.
Kehangatan penyatuan cinta kami, dapat dirasakan oleh dunia. Ini yang saya impikan sejak dulu.
Bercinta dengan dek Ratih, dimanapun, kapanpun, setiap waktu. Setiap hari, tanpa lelah.
Wajahku ku gesekkan ke kanan dan ke kiri dengan cepat diantara dua srmangka yang bergoyang bebas. Ada yang lebih nikmat dari ini?
Saya rasa semua lelaki, hanya akan mengingat betapa harumnya aroma vagina wanitanya. Betapa kenyal dan manisnya semangka di depan mata.
Kamu, sudah merasakannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
DALEM
RandomWARNING! INI CERITA DENGAN RATING 18+ MESKI TIDAK ADA ADEGAN SHH SHH SHH. INI TENTANG PERNIKAHAN SOALNYA. Ini kisah tentang perjalanan pernikahan Ratih (19 tahun) dengan Theo (39 tahun). Theo yang saat itu masih berstatus sebagai suami Margareth ti...