Dalem|part 9

13.3K 842 31
                                    

Ada yang menunggu saya?

Jangan lupa vote komen dan follow saya biar gak terjadi writer blok.

****.....**********




"Ini keren banget, pak bos. Kalau bu bos membonceng pakai motor ini pasti suka. Lebih enak dari pada naik mobil. Bodynya juga keren. Nempel pol itu nanti gunung kembarnya bu bos," kata Axel, asisten pribadi saya.

Jadi, dia sedang promo motor gede terbaru. Sebenarnya saya tidak berminat panas - panasan naik motor, tapi mendengar Axel promo dengan semangat begitu akhirnya kuputuskan untuk membelinya.

"Oke. Saya mau. Nanti sore kirim saja," jawabku.

"Tapi kamu yakin ya, istri saya pasti suka," kata saya menekankan.

"Woah ya pasti itu. Ini motor bergengsi bos. Semua wanita bangga diboncengin pake ini loh ya. Soalnya Neiman Marcus Limited Edition Fighter itu  jadi motor yang dinobatkan sebagai motor termahal di dunia. Harganya saja ya bos satu unit motornya saja dijual dengan harga mencapai  USD11 juta atau sekitar Rp 160 miliar,"jelas Axel menggebu.

"Saya tidak perduli soal harga. Yang penting dek Ratih senang," jawab saya.

"Ini bungkus ya pak bos," kata Axel girang. Saya hanya mengangguk.

"Urus saja pembayarannya," lanjut saya.

"Siap pak bos," jawab Axel kencang.

Sebenarnya sudah lama saya ingin beli motor gede. Dek Ratih kemarin serius sekali melihat moto gp. Saya jadi kepikiran, kalau saya pakai motor pasti dek Ratih terpesona sama saya.

"Mas," suara lembut yang masuk ke pendengaran saya itu jelas sekali. Ini sudah jam makan siang. Kalian pasti tahu, yang memanggil saya mas dengan suara mendesah lembut begitu ya cuma queen junjungan "marco". Iya, dek Ratih masuk tanpa ketok pintu. Cuma dia yang berani kurang ajar begitu sama saya.

Saya menatapnya dengan sumringan. Duh, kode keras sekali ini sih. Dek Ratih pakai dress cantik. Meski dadanya tertutup tapi itu tanpa lengan. Dan point pentingnya, saya bisa goyang dumang di meja kerja tanpa repot melepas celananya.

Singkap dikit, kelihatan itu apem tembamnya. Dek Ratih bukan pakai rok diatas lutut, enak saja. Saya jelas tidak rela kaki jenjangnya dilihat lalat pinggir jalan. Gak bisa! Enak saja. Dek Ratih milik saya, tubuhnya juga hak penuh saya. Dan hanya saya yang boleh memandang dan menjamahnya.

"Sayang, bawa apa hari ini?" Tanya saya sembari memeluknya. Aroma tubuhnya memang candu.

"Udang balado kesukaan kamu," jawab dek Ratih. Dia mencium punggung tangan saya. Dia menggemaskan begini, saya menarik tubuhnya dan mencium bibirnya.

"Kiss sayang. Jangan cium tangan. Bandel banget dibilangin," ujar saya gemas.

Dek Ratih menggeleng, sudah cemberut dia.

"Emoh! Malu mas. Lagian ndak sopan," gerutu dek Ratih. Saya terkekeh pelan. Junjungan marco ini memang sering ngambek, tapi bukan makin benci saya malah makin cinta.

"Terserah kamu lah," jawab saya pasrah.

Dek Ratih menyiapkan makanan untuk kami makan siang, sedangkan saya ya tugasnya isengin dek Ratih.

Saya gemas sama pantat dek Ratih, kok bisa dia sekarang semok begitu. Iseng saja saya tepuk - tepuk pakai kedua tangan saya. Eh, kenyal ya kaya squishi.

" Mas, sakit loh. Kok mbok tabok remes  wae (kok kamu pukul  remas terus)," kata dek Ratih cemberut. Bukan marah garang kok, dia lagi mode manja ini. Ya gitu, dia sebel manja saja sama saya.

Duh, ngomong apa sih. Saya sering tidak mengerti dengan bahasa dek Ratih yang membingungkan. Saat ini  saya duduk di sofa tepat dibelakang dek Ratih berdiri sekarang.

"Ayo, makan dulu. Lepas dong mas,"  kata dek Ratih  sambil berusaha melepas pelukan saya. Saya terkekeh lagi karena dek Ratih kalau sudah merajuk manja begini memang menggemaskan.

Dek Ratih duduk di samping saya, saya memakan masakan dek Ratih sambil menyuapinya juga. Akhir - akhir ini dek Ratih susah makan. Dia harus saya suapi dan harus dari piring yang sama dengan saya. Kalau tidak, dia akan muntah seharian.

Sebenarnya sudah lama saya curiga, dek Ratih sepertinya hamil. Tapi ya begitu, saya belum berani memastikan. Dek Ratih memakai kontrasepsi agar menunda kehamilan katanya. Tapi saya yakin, dia hamil. Semoga saja kandungannya baik - baik saja. Saya harus hati - hati saat meminta dek Ratih periksa kandungan, jangan sampai dia mengamuk lagi. Mood swing parah dek Ratih.

"Mas, tadi ada penarikan uang sampe ratusan milyar dari rekening pribadi. Buat apa?" Tanya dek Ratih. Kalau ini, mungkin akan terjadi pada semua lelaki di dunia. Maybe, ya ini...

Semua keluar -  masuk uang saya sepenuhnya ada di dalam kendali dek Ratih. Walaupun saya mau apapun dek Ratih nggak pernah menolak.

Saya hanya kebagian memegang m banking saja.  95% harta saya sudah atas nama dek Ratih. Saya yang meminta, memaksa lebih tepatnya. Walaupun banyak pertentangan dari sana sini. Saya terlalu cinta sama dek Ratih.

"Mas, malah ngelamun. Jawab  loh," katanya dengan nada sebal.
Saya menatapnya lembut, mengecup punggung tangan dek Ratih berkali - kali. Kulitnya halus, dan saya suka harum tubuh dek Ratih.

"Maas....."
Saya tertawa karena dek Ratih memanggil saya dengan nada manjanya yang khas sambil memencet hidung saya.

"Saya curiga loh ya. Buat apa?" Dek Ratih makin menyelidik. Dia memang cemburuan, mudah curiga juga. Padahal saya bahkan sudah nggak berani dekat dengan wanita manapun selain dia. Sama mommy saja saya nggak berani peluk. Dia pernah ngamuk karena parfum mommy yang katanya menempel di tubuh saya.

"Tadi beli motor, sayang," jawab saya lembut dan hati - hati. Dia gampang mengamuk saat saya membeli  barang yang katanya boros dan tidak berguna.

"Mas mau buka penyewaan motor juga ya? Udah ada lahannya?" Tanya dek Ratih lagi

Saya menatapnya takut - takut, ini pertanda dek Ratih mengamuk sebentar lagi.

Tok tok tok

"Masuk ," kata saya.

Axel masuk dengan wajah sumringah. Saya yang beli motor dia yang bahagia. Suka aneh memang dia.

"Ada apa pak?" Tanya dek Ratih lembut. Saya jelas melotot tidak suka, kok ramah sekali sama Axel. Pakai senyum segala lagi, senyumnya itu hanya milik saya, Mas Theo yang kekayaannya melebihi raja Mesir. Eh, tapikan sudah bukan milik saya lagi  ya. Ah, bodo amat. Pokoknya saya orang terkaya di dunia!

Dek Ratih tidak menghiraukan protes saya, kesayangan marco ini memang kadang suka semena - mena.

"Ini bu, motornya sudah datang," jawab Axel cepat.

"Ayo kita lihat mas," sahut dek Ratih dengan sumringah.

Saya bahkan bukan digandeng, ini sih diseret namanya.

"Hati - hati dong sayang," ujar saya ngeri. Dia sudah lari - lari begini.

"Ratih seneng, nanti syarat peminjamannya bagaimana? Hati - hati biar nggak dibawa kabur yang sewa. Duh, ini membantu banget buat orang yang berpenghasilan kecil," dek Ratih berceloteh panjang lebar dengan mata berbinar - binar. Tentu saja saya semakin ngeri.

"Ini bu motornya," tunjuk Axel.

"Hah?" Dek Ratih kebingungan. Saya hanya tersenyum tipis, ngeri sebenarnya.

"Ini sampel nya? Kok mewah amat buat motor ojek," gumam dek Ratih.

"Hah, ojek? Bukan bu bos. Ini motor termahal di dunia sekarang. Motor incaran pak bos sejak bulan lalu," sahut Axel enteng. Saya rasanya ingin meninjunya saat ini juga.

Dek Ratih menatap saya garang,

"Mas. Ikut. Ratih. Sekarang," titahnya pelan penuh tekanan. Dia menarik saya kembali menuju ruangan kerja saya. Saya akan dieksekusi.

DALEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang