Dalem|part 4

21.3K 1K 31
                                    

Seharian ini dek Ratih cemberut saja, heran saya. Sudah saya kasih jatah berkali - kali itu muka cemberut terus. Tidak menghindar, tapi lebih banyak diam. Terakhir karena saya agak memaksa, dek Ratih mirip patung saja. Cuma diam tanpa bereaksi apapun, jadilah saya tidak melanjutkan untuk ronde berikutnya. Dan justru sekarang malah dikasih wajah kusut begitu, enggak kusut jelek. Dek Ratih sayangku selalu cantik mempesona, hanya aura yang keluar dari wajahnya itu terlihat sedang marah. Yang aku bingung adalah marah kenapa?

Saya tidak bisa menebak isi hati wanita, sumpah! Ini mengesalkan. Jika ditanya jawabannya ndak papa tapi wajah suram begitu. Banyak diam, walaupun dek Ratih memang pendiam tapi ini lebih diam lagi. Diajak ngobrol tidak merespon, terus saya harus bagaimana?

"Moms, bagaimana ?" Jelas saja saya harus berkonsultasi dengan mommy sesama wanita. Sudah buntu, saya tidak suka di cuekin begini.

"Baru juga nikah, kamu udah bikin ulah! Lagian kamu apain itu menantu mommy?"

"Gak ngapa - ngapain moms. Ya bikin anak. Agenda honeymoon kan emang bikin anak. Apa lagi?" Lah benarkan ya saya. Inti dari honeymoon ya bikin anak.

"Astaga! Pagi siang sore malam bikin anak terus? Selama lima hari disana istri kamu dikurung terus? Orang gila! Diajak jalan - jalan, keluar. Belanja, atau nonton, ngapain kek. Pantas saja menantu mommy marah. Kalau mommy juga mommy potong itu sosis kamu!"

"Emang harus mom?" Heran, pengen jalan - jalan kenapa nggak ngomong langsung saja. Mana saya tahu, soalnya tiap saya ajakin olahraga enak dia mau aja.

"Udah sana ajak istri kamu keluar! Ngapain jauh -jauh kesana kalau cuma di kamar!"

"Oke. Thanks mom."
Sebelum saya mendengar ceramah jilid 2 yang dijamin meledakkan gendang telinga maka saya matikan saja sambungan telponnya.

"Sayang," nah dipanggil sayang begitu bukannya senang malah makin keruh saja wajah dek Ratih.  Tetap cantik paripurna kok tenang saja.

Sayang, jalan - jalan yuk," ajak saya. Itu seketika dek Ratih langsung nengok dengan wajah berbinar. Pengen keluar banget kayaknya dia tuh.

"Ayuk! " Eh, langsung ayuk saja loh. Saya jelas terkekeh geli. Dia kaya anak kecil yang diajak jalan ayahnya, senang sekali.

"Kamu siap -siap saja, mas tunggu di bawah," saya langsung keluar tanpa menunggu dek Ratih dandan dulu. Lama pasti, jadi waktunya bisa saya pakai buat ngopi bentaran.

Saya turun dan menunggu dek Ratih di resto bawah, masih di hotel yang sama kok. Saya melihat sekeliling sembari menunggu kopi pesanan saya.

"Theo, hai apa kabar?" Saya melihat ke arahnya, ini wanita cantik, tubuhnya jelas seksi sekelas Margareth. Tapi siapa?

"Theo, apa kabar? Saya dengar kamu sudah bercerai dengan margareth?"

"Oh baik. Anda siapa?"

"Duh, orang ganteng gitu ya. Saya Rosie teman Margareth," jawabnya sambil mengelus lengan saya.

Saya mengangguk, saya hafal sekali gelagat wanita jika sudah begini. Saya heran, kok marco tetap tidak bereaksi. Iseng saja, saya meremas buah melonnya  yang besar itu.

"Aaah.... Kamu nakal deh, kamu masih booking kamar kan?"

Saya terkekeh, sialan! Marco tetap tidak bereaksi. Setia sama majikan dia ini. Coba kalau bereaksi, saya ajak quickie disini.

"Sorry, saya ada keperluan. Saya pergi dulu. Kalau ada waktu saya hubungi anda," kata saya sambil berdiri. Saya masih sempat menggigit lehernya hingga menjadi merah keunguan. Kemudian pergi menyusul dek Ratih.

Belum sempat saya pergi, saya melotot. Dek Ratih dengan wajah garang menatap saya tajam. Sialan! Dia sepertinya melihat saat saya membuat kismark di leher wanita antah barantah itu.

"Hon-honey," sapa saya gugup.

Tanpa kata dek Ratih berbalik dan pergi meninggalkan saya, dia menangis sepertinya. Sialan! Padahal tadi cuma iseng saja, lagian dek Ratih kan tahu majikan marco itu siapa.

"Sayang, katanya mau jalan -jalan," rayu saya. Tapi itu dek Ratih memang mirip kancil. Lincah menggemaskan, dia jalan makin cepat saja.

"Sayang, tadi bukan seperti yang kamu lihat. Kami hanya berbincang sebentar," kata saya sedikit takut.

Jelaslah takut, kalau nanti malam gak dapat jatah bagaimana nasib marco?

"Kamu jahat!"

Saya kaget, itu dek Ratih sudah banjir air mata. Kasihan sekali, duh kenapa pakai lihat segala. Kan tadi saya hanya iseng.

"Maaf, gak akan saya ulangi lagi. Janji." Kalau ini jelas pasti, saya tadi cuma iseng kok.

"Bohong! Baru nggak dikasih sebentar udah ngelaba kemana -mana tangan kamu!" Teriakannya keras sekali, marah banget dia kayaknya.

"Sayang, maaf ya. Nggak lagi -lagi janji,"

Dek Ratih tetap saja melengos pergi, saya sudah memohon - mohon padahal. Malu setengah mati, dilihat banyak orang. Tapi mau bagaimana lagi, demi kebahagiaan dan kesejahteraan marco juga.

"Sayang, maaf ya," ucap saya sembari memeluknya erat. Dek Ratih memberontak, tapi tetap saya peluk erat.

"Maaf sayang, maaf," bisik saya berulang - ulang. Saya menyesal sekali, dek Ratih menangis sesegukan begitu membuat dada saya rasanya ikut sesak.  Padahal tadi cuma iseng saja.

"Hiks... Hikss... Mas jahat. Baru  ndak dikasih jatah sebentar langsung cari yang lain!"

"Sumpah sayang, nggak gitu. Maaf ya... "

Mata dek Ratih sudah memicing tajam. Saya tetap memeluknya, sembari sesekali mencium kapalanya, sayang sekali saya sama dek Ratih ini.

"Mau pulang saja," itu suara dek Ratih pelan sekali, nyaris putus asa sepertinya.

"Jangan dong. Kita jalan - jalan ya," saya masih terus berusaha membujuk dek Ratih semoga saja luluh.

"Aku mau beli hotel sama resto ini," saya sampai menganga kaget. Ini istri mungil saya kesurupan apa ya?

"Dek,"

"Pokoknya sekarang harus beli hotel sama resto ini!"

Teriakan dek Ratih makin melengking, saya mengangguk saja.

"Selesai honeymoon kita beli."

"Sekarang!"

"O-oke sekarang."

Akhirnya saya menghubungi orang kepercayaan saya. Dia harus mendapatkan hotel dan restoran ini sekarang juga.

"Udah?" Tanya dek Ratih tajam.

"Iya, sayang," jawab saya lemas.

Berapa milyar saya harus keluarkan? Gara - gara melon kw sialan!

"Kalo udah usir semua wanita masa lalu kamu!" Teriak dek Ratih tajam.

"I-iya."

"Awas ya kalau mas macam - macam lagi. Itu tangan mau aku potong sekalian biar nggak ngelaba kemana - mana?"

Dek Ratih sudah sangat marah, mukanya bahkan sudah memerah. Itu kalau di kartun pasti sudah keluar asap dari kepala.

"Sayang, masa diusir kan kasihan. Biar dia keluar sendiri saja ya," bujuk saya halus.

Bukan apa - apa, masa cuma buat ngusir melon kw begitu saya sampai harus keluar uang ratusan milyar?

"Oh gitu, ndak mau ngusir. Biar bisa ngelaba pas aku lagi mandi. Iya?!"

"Eh, enggak sayang. Nggak begitu. Oke kita beli hotel sama restonya terus kita usir wanita tadi ya."

Aura dek Ratih sudah seperti nyi blorong. Mengerikan!
Untung sayang, majikan marco memang tiada tanding!

DALEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang