Dalem | part 16

6.4K 403 32
                                    

Begini saja sudah membuat saya tersenyum seperti orang gila. Meski hanya bisa melihatnya dari jauh.

Saya menemukan dek Ratih di sebuah desa terpencil di Semarang. Rasanya ingin sekali saya memeluknya, tapi tidak bisa.

Dek Ratih masih ingin menyendiri. Saya berusaha menghargai keputusannya.

"Bos, kita datangi saja?" Tanya Alex pelan, setengah berbisik.

Saya hanya menggeleng, saya tidak mau lagi kehilangan jejaknya. Setelah beberapa minggu yang lalu dek Ratih saya datangi, namun dia malah berlari menjauh. Bahkan sampai terjatuh, saya memutuskan memberinya waktu. Memberinya jarak, asal dia merasa nyaman.

Dek Ratih dengan perut buncitnya terlihat sangat bahagia. Di ujung gang kecil sana, dek Ratih membawa banyak makanan kecil. Saya rasa dia membeli banyak jajanan pinggir jalan.

Saya agak khawatir, apa makanan itu aman bagi dek Ratih dan anak kami?

Tapi, sayangnya saya tidak bisa melarangnya. Bahkan sekedar mendekat saja saya tidak berani.

Saat saya hendak berbalik, ternyata dek Ratih melihat saya.

Jantung saya rasanya nyaris meledak. Tatapan mata sayunya, Tuhan... Aku sangat merindukannya.

Kami bertatapan tanpa sepatah katapun yang keluar untuk mewakili betapa rindunya saya. Iya, saya rasa hanya saya yang sangat merindukannya.

"Mas"

Mendengar suaranya saja saya sudah sangat bahagia. Saya terus menatapnya, saya sangat takut. Jika dia menghilang lagi, apa saya sanggup?

"I miss you,"bisik saya lirih.

Saya berjalan menuju dek Ratih dengan perlahan. Jika dia menjauh maka saya akan berbalik dan pergi. Mungkin hari ini bukan saatnya saya melepas rindu.

Saya segera memeluknya, merengkuh tubuh semoknya. Wangi tubuh ini, halusnya kulit ini, membuat saya gila. Tuhan, saya tidak bisa tanpa dia.

"Sayang, kangen...," Bisik saya lirih.

Saya semakin mengeratkan pelukan saya. Rasanya terbang hingga menembus langit, ini surga saya.

"Mas, lepasin. Engap," bisik dek Ratih. Sialan, bisikan begitu saja terdengar sangat manja. Suaranya begitu lembut, manja dan menggoda.

"Maaf," jawab saya sembari melepas pelukan saya.

"Sudah puas jalan - jalannya?" Tanya saya halus.

Dek Ratih menatap saya dengan mata berkaca - kaca. Saya mencium keningnya lama.

Tuhan, begini saja sudah cukup. Saya tidak butuh wanita lain.

"Maaf kalau mas berbuat salah," bisik saya pelan.

Dek Ratih mengangguk, tapi kemudian menangis hingga sesegukan.

"Mas, jahat," bisik dek Ratih sembari berurai air mata.

"Maaf sayang, mas minta maaf," bisik saya berulang kali.

Ku rengkuh lagi tubuhnya. Saya sangat takut kehilangan dia.

Saya usap pipi tembamnya, bibirnya merekah mengundang sekali. Saya rengkuh tubuhnya, dengan lembut wajah saya mendekat. Dek Ratih menutup matanya seakan memberi ijin agar kami melakukannya.

Rasa lembut lidahnya, manisnya mulut cerewet ini. Saya tidak bisa berhenti. Tangan saya tidak bisa tinggal diam, ku remas bokongnya gemas. Ya ampun, ini surga!

"Woi! Minggir! Dipinggir jalan mesum lu pada!"

Teriakan itu membuat saya terlonjak, sialan!

Kenikmatan saya terputus!

DALEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang