"mas, kamu ndak kerja?" Itu pertanyaan dek Ratih mungkin sudah ke sekian ratus kali. Oke, itu berlebihan.
Berkali - kali dek Ratih menanyakan hal itu. Dan jawaban saya jelas masih sama "nanti, bentar lagi."
Seharian ini saya terus mengekori dek Ratih. Kemanapun, di dapur, di teras, di kamar, di toilet ya tak jagain kok.
Siapa tahu tiba - tiba dek Ratih kabur lagi. Tapi ya begitu, wajahnya suram sekali hari ini.
Padahal saya sumringah, bahagia banget kok dia suram terus wajahnya tuh."Maasss... Awas ih. Gerah! Kerja sana," usirnya ketus sembari mendorong - dorong badan saya.
Mulutnya jangan lupa ikutan maju dengan mata beli yang melotot. Lah nggak perlu melotot aja itu mata udah gede. Ngapain pakai melotot segala kak ya.Saya masih tidak bergeming. Masih memeluk pinggang suemok dek Ratih sayangku. Susah loh ini nyari yang begini.
Dih, ini melonku udah sampai meluber ke samping. Makin gede saja dada dek Ratih. Duh empuk menul - menul.
Tanpa sadar tanganku udah toal toel terus ke sana. Eh, bukan tanpa sadar juga sih. Saya sadar se sadar sadarnya kok.
Beneran itu melon jadi semangka saking besarnya. Meluber itu. Sampai bra nya di lemari kamar kami gak ada yang muat. Wah, sedasyat itu emang the power of 'semangka kembar' nya dek Ratih.
Kalian pasti kepengin banget kan buat pegang. Bayangin aja, saya semalam ngenyotin saja gak ada bosennya kok.
Sueeegerrrr.... Gak ada tandingannya.
"Masss!" Bentaknya lagi.
Lihat deh, matanya melotot bukannya makin seram kok ya makin gemas saya dibuatnya. Mata kok kerlap kerlip mirip lampu stereo. Hehehe.. Enggak kok, itu matanya cuantik banget tanpa perlu pasang eyelash. Tanpa perlu bongkar kepala kaya si itu biar wajahnya mirip barbie. Dek Ratih jelas sudah semok cantik menul menul dari dulu.
Kulitnya apalagi duh haaluuussss dan putih seger. Ampun pokoknya.
Secantik itu dek Ratih, manis banget kaya madu.
"Nyosor terus ih! Awasss," gerutu dek Ratih sambil mencak - mencak. Lah ya dadanya naik turun minta di kenyot itu.
Jangan salahkan tangan saya aktif. Kangen banget kok mau uwel - uwel kesayangan saya ini.
Bukan persoalan "seks", ya itu juga sih. Tapi maksud saya bukan satu - satunya alasan yang membuat saya tidak bisa tanpa dek Ratih.
Walaupun ya tetep karena itu juga saya gak bisa tidur lama banget. Lemes sebadan badan. Ya Marco nggak bisa berhenti berdiri tegak macam tiang bendera di upacara anak sekolahan. Pokoknya gas poll Los doll...
Kejar setoran sampai lemasss yang sayangnya Marco tahan banting ga mau lemas karena majikannya baru pulang.Entah saya juga tidak memiliki alasan apapun. Saya butuh dek Ratih. Saya sangat membutuhkannya. Saya gila tanpa dek Ratih.
"Love you sayang," ucap saya sembari mencium bibirnya yang sudah bengkak untuk kesekian kalinya. Tangan saya meski di tabok pakai sendok berkali kali ya gak bakalan menyerah kok. Masih tambah aktif turun ke bawah terus sampai ketemu bok*ng bahenolnya.
"Mas, kerja sana. Ganggu terus loh. Ini ndak selesai nanti kuenya," gerutu dek Ratih lagi setelah dia bernafas dengan rakus karena hampir kehabisan nafas karena ciuman brutal kami.
Ya nggak kami juga, asline ya ciuman saya saja yang brutal.
"Mas libur lah," jawab saya sembari terus mengendus leher dek Ratih. Wanginya candu sekali. Vanilla manis gitu. Khas sekali wangi dek Ratih itu.
"Kerja sana dari pada di rumah cuma gangguin disini. Malu tuh sama simbok," dek Ratih semakin kesal.
Iya, mulutnya merepet terus dari pagi, heran ya. Perbendaharaan katanya kok nggak pernah habis. Dan salutnya, nggak ada capeknya itu mulut kecil tapi merepet nggak kelar - kelar. Kaya selalu punya banyak kata yang nggak pernah habis meski terus dikeluarkan.
Saya duduk di pinggir kompor, menopang dagu. Sibuk banget itu bumil satu dari pagi. Aku saja yang lihatnya capek banget.
"Bikin apa?" Tanya saya akhirnya. Penasaran juga sih, dari pagi heboh sama tepung mau bikin apa sebenarnya.
"Mau bikin kue brownies yang coklatnya lumer gitu. pasti enak deh, " Jawab dari dek Ratih dengan mata berbinar.
"Capek nanti, kenapa gak beli aja sih? " Tanyaku spontanitas saja sebenarnya.
Tapi ternyata aku salah bicara sepertinya. Dek Ratih sudah melotot dengan tangan berkacak pinggang. Duh, bukan seram sih. Malah jadi makin lucu dan menggemaskan.
"Mas tuh ngeremehin aku ndak bisa bikin brownies ya! " Teriaknya sampai level 7 itu melengking.
Saya saja sampai terlonjak kaget dengar teriakannya.
"Eng.. Enggak gitu sayang. Maksudnya biar kamu gak capek, " Jelas saya meski sembari ketakutan.
Kalian ada dengar saya bilang kue brownies buatan kesayanganku gak enak barusan??
Enggaaak!!! Dalam hati pun gak berani. Meskipun kalo boleh jujur sumpah kue buatan dek Ratih itu paaaiiiiit pakai banget.Nggak tau itu dia tiap bikin selalu gagal tapi selalu bikin terus, pantang menyerah meski rasanya kaya dipaksa makan racun itu mulut. Lidah kamu bakalan kebas kalau sampai ngerasainnya.
Duh, mewek ini. Naaah makin keras meweknya,
"Hiii kk... Huaaa.... Mas jaahaaaat, "
Tamat... Tamat... Tamat..... Tamat sudah riwayat Marco gara gara perkara brownies pahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
DALEM
RandomWARNING! INI CERITA DENGAN RATING 18+ MESKI TIDAK ADA ADEGAN SHH SHH SHH. INI TENTANG PERNIKAHAN SOALNYA. Ini kisah tentang perjalanan pernikahan Ratih (19 tahun) dengan Theo (39 tahun). Theo yang saat itu masih berstatus sebagai suami Margareth ti...