Dalem |part 2

21K 1.3K 52
                                    

Jangan lupa follow, vote dan komen loh ya.

****"'''&&&&-______"""""*****

Hari ini banyak bertabur bintang, bulan juga mulai nampak. Ini suasana mendukung banget buat melakukan yang iya - iya. Apalagi sekarang saya sedang berduaan dengan dek Ratih di teras rumahnya yang penuh dengan rimbunan pohon.

Bayangkan, seandainya saya menggenjot dek Ratih sembari di saksikan sang rembulan dan bintang. Pada iri pasti mereka. Apalagi suara desahan dan lolongan dek Ratih memenuhi malam, duh memikirkan itu membuat marco mengeluarkan pelumas saja. Sudah siap tempur ini, sayangnya belum bisa. Dek Ratih belum sepenuhnya saya rebut hatinya 

Akhirnya setelah drama yang sengaja saya mainkan kemarin di rumah dek Ratih, ayah dan ibunya setuju kami menikah secepatnya. Jangan tanya bagaimana dramanya, yang jelas dek Ratih sampai menangis. Tidak tega sebenarnya saya melihat dek Ratih menangis, tapi ya bagaimana lagi hanya itu satu - satunya cara agar dek Ratih menikah dengan saya.

"Dek," saya udah berkali - kali memanggilnya. Tapi ini dek Ratih tidak merespon sama sekali. Belum tahu dia, kalau sudah merasakan jurus jaran goyang saya dijamin dia ketagihan.

"Udah ya, jangan ngambek lagi. Itu ayah katanya mau beli mobil biar nggak kepanasan pas anter pesanan ibu."

"Mau mas itu apa sih, aku kok kaya dijual sama bapak ibu," nah kan nangis lagi. Heran ya sama wanita, hobi banget nangis. Dia beruntung loh menikah dengan saya,  saya itu sudah kaya banget malahan. Sampai anak cucu cicit gak bakalan habis kekayaan saya. Saya juga ganteng, cinta mati sama dia begini kok masih nangis terus. Ini ukuran marco sangat luar biasa loh buat orang Indonesia kecil mungil macam dek Ratih. Saya itu bule tulen, ya pasti memuaskan. Begitu kok masih nangis nggak mau saya nikahi.

Saya cuma menghela nafas sejenak, begini amat ya jatuh cinta sama anak kecil. Padahal banyak wanita yang suka rela naik ke ranjang saya, buka paha lebar - lebar buat "marco". Tapi di marco tetap saja setia sama majikannya. Ya dek Ratih ini. Saya sudah di goda sama gunung gembul punya Margareth, sudah dukulum kaya lolipop sama Margareth tetap saja marco anteng, tidur nggak mau bangun. Bagitu denger suara dek Ratih langsung on begini.  Dasar marco murahan memang.

"Ssh... Jangan nangis ya, mas benar - benar cinta mati loh sama dek Ratih," jawab saya jujur.

"Bohong! Dasar buaya darat!" Loh kan, wanita memang begitu. Udah ngomong jujur malah dikira gombal.

"Sumpah seribu rius," jawab saya yakin. Bagaimana nggak yakin, ini marco siap tancap gas begini kok.

"Kenapa harus saya?"

Pertanyaan ini lagi, lah marco maunya berdiri kalau sama dia saja kok. Salahnya sendiri, bikin marco mabuk kepayang begitu.

" Cinta gak butuh alasan dong honey," rayu saya lagi. Ini pengen saya terjang saja dek Ratih ini. Pakai dress batik  tanpa lengan yang panjangnya bahkan bisa memperlihatkan paha mulusnya.

Daster lusuh milik adeknya kayaknya. Tapi kok dipakai dek Ratih tetap saja menggoda.

Ini Q and A entah kapan berakhir, susah fokus saya. Itu gunung kembar menantang ngajak gelut dari tadi. Pengen tak remes terus tak "makan". Lah, kok sayangnya dek Ratih nggak ngerti - ngerti kalo saya sudah cinta mati begini. Di pelet dek  Ratih kayaknya saya itu.

Tapi kalau beneran di pelet, ya saya nggak akan menolak. Dia sempurna begitu.

"Kita gak saling kenal," bisiknya lirih.

Kok bisa ya, suaranya mendesah mendayu begitu. Saya harus tahan iman dari tadi, eh padahal mungkin dek Ratih biasa saja. Sayanya yang terus - terusan berpikiran kotor kalau dekat dek Ratih.

"Kita udah kenal lama kok. Mas nggak mau maksiat. Kita menikah biar halal, nggak dosa waktu mas lihat adek begini. Nggak dosa kalo mas deket adek, berduaan begini. Kita perlu memulainya dengan benar. Kaya Ustad Syam itu loh, dek," sumpah ini kata - kata nggak tahu saya nemu dimana.  Tapi semoga saja ampuh. Saya ahli dalam memikat wanita dengan kata - kata kok. Klepek - klepk pasti itu dek Ratih.

Saya terus menatap matanya. Ini bukan apa, saya nggak bisa fokus kalau lihat yang lain. Bibirnya kok kissable begitu ya. Nah, kan salah fokus lagi.

"Dek, mau ya mas ajak serius," kata saya mencoba fokus.

Dek Ratih terlihat ragu, tapi akhirnya mengangguk juga. Maaf kan saya Ustad Syam, kamu saya jadikan senjata. Ingatkan saya untuk membelikan apartemen mewah untuknya jika berhasil menikahi dek Ratih tersayang.

"Alhamdulillah," akhirnya saya dapat menghela nafas, tegang saya dari tadi. Takut gagal, bisa puasa seumur hidup si marco kalau gagal kali ini.

Saya langsung saja memeluk dek Ratih erat. Saya cium pucuk kepalanya. Wanginya memang candu, kulitnya mulus begini.

"M-mas malu ini di depan rumah," kata dek Ratih sembari mencubit punggung saya.  Dia ini, mengganggu saja, kenapa nggak sebentar lagi.

"Iya, maaf. Mas seneng banget adek mau menerima mas," kata saya halus.

"Mas, gak pulang? Ini udah malam," Si cantiknya mas emang jahat ya. Saya diusir loh.
"Kamu ngusir mas?" Tanya saya tanpa tedeng aling - aling.

"Iya, Soalnya Ratih ngantuk."

Saya lihat jam di tangan saya, ini baru jam setengah 9 malam loh ya. Masih sore begini, anak baik - baik memang begini ya. Oke lah.

"Hmm.. iya sudah malam. Mas pulang dulu. Minggu depan kan kita menikah," jawab saya sumringah. Memikirkannya saja membuat saya senang bukan main.

"Kita dipingit kata bapak ibu,"kata Ratih lagi

"Iya, biar makin cantik nanti dek Ratih," jawab saya lugas.

"Mas hati - hati. Saya masuk dulu. Assalamu'alaikum,"
Dek Ratih sudah ngeloyor pergi begitu saja, padahal saya belum jawab apa - apa. Saya bahkan ditinggal sendirian di teras rumahnya. Saya gak perlu pamit sama calon mertua emang?

"Loh, kok belum pulang nak Theo?"

Saya sampai terlonjak kaget, itu bapak mertua suara menggelegar gak bilang dulu. Tahu - tahu muncul begitu saja

"Iya. Ini mau pamit pulang, Pak," jawab Saya.

"Iya. Besok ndak usah kesini, kan dipingit. Ratih sudah bilang, tho?"

"Hah?!"

Saya bengong saja, gila saja saya nggak boleh lihat dek Ratih sayangku. Apa - apaan itu. Lagian, dipingit itu semacam ritual merawat diri ala jawa kan?

"Kok kaget, Ratih ndak bilang?"
"Bilang, kok tadi. Itu semacam ritual merawat tubuh menjelang pengantin ala jawa kan ya? Ya saya ikut saja sekalian."

"Duh, salah paham mesti ini. Dipingit itu ya memang waktunya pengantin perawatan tubuh. Tapi ya juga intinya kedua calon mempelai dilarang bertemu dan berhubungan sampai hari H."

Penjelasan bapak mertua membuat telinga saya berdengung, gawat ini. Bagaimana nasib marco?

Kan rencananya saya mau icip - icip calon istri sedikit. Duh, gagal total ini!

Bye -bye gunung kembar kesayangan, sampai jumpa lagi seminggu kemudian. Sialan!

DALEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang