Dalem| part 3

22.3K 1.1K 10
                                    

Boleh boom follow, vote dan komen gak? Biar makin sering update


Sah?"

"Sah!"

Alhamdulillah.... Akhirnya setelah seminggu tidak bisa berkomunikasi dengan dek Ratih sayangku akhirnya kami telah resmi menikah. Acara berlangsung mewah. Ini keinginanku, meski dek Ratih dari awal maunya sederhana.

Bukan tidak tahu, saya juga mendengar desas desus kabar perselingkuhanku dengan dek Ratih yang langsung dibantah oleh Margareth. Margareth memang wanita baik.

"Selamat ya Theo. Semangat jalani pengobatannya bersama istrimu," bisik Margareth dengan senyum tulus. Saya dapat melihat tatapan rasa bersalahnya, mungkin dia merasa bersalah karena tidak bisa menemaniku berobat. Padahal tanpa berobatpun saya sudah mendapatkan obatnya.

"Terimakasih."

"Selamat ya dek. Mbak titip Theo ya. Dia lelaki baik, jangan dengar gosip buruk diluaran. Kami hanya memang sudah bukan jodohnya lagi. Semoga langgeng," ucap Margareth sembari memeluk dek Ratih.

"Iya, terimakasih atas doa dan kedatangannya ya mbak."

Setelah Margareth turun, kami masih tertahan disini. Masih ada beberapa kolega bisnis dan kerabat jadi tidak memungkinkan kami masuk dan beristirahat.

Untungnya, saya bisa nego dengan daddy. Jadi acara hanya beberapa hari saja.

"Capek, ya?" Saya beberapa kali melihat dek Ratih tidak nyaman dengan sepatunya. Sepatunya memang tinggi, padahal sudah saya bilang jangan pakai yang begitu. Tapi dia tetap saja tidak mau mengikuti saranku.

"Masih lama ya mas?" Bisik dek Ratih. Wajahnya terlihat memelas begitu, apalagi suaranya mendayu ya ampun matanya sayu. Ini minta banget diterkam.

"Kalau adek capek kita langsung istirahat," tentu saja saya tidak perduli dengan rangkaian acara. Dek Ratih sudah agak pucat. Saya sudah panik dan sedikit takut, takut dia tiba - tiba jatuh pingsan. Nanti acara malam nanti bisa gagal. Marco jadi kentang nanti.

"Tapi nanti malu. Ndak enak sama orang tua mas."

"Ya ngga papa. Yuk, masih bisa jalan?" Tanya saya lembut. Duh, istri saya kok cantik paripurna begitu ya. Jelas saja saya sangat memujanya.

"Bener ndak papa?"

Tuh kan, dia anak baik. Masih saja menanyakan orang tua saya. Dulu Margareth manja dan langsung meinta digendong masuk hotel tanpa tanya kondisi dan perasaan orang tuaku.

"Bener dong, sayang. Yuk, mau digendong saja?" Tawaran yang bagus Theo. Kali saja dia mau. Lumayan sekalian bisa icip dikit bokong seksi dek Ratih.

"Enggak. Bisa jalan sendiri," jawab dek Ratih. Mukanya udah memerah, dia pasti malu, menggemaskan sekali istri saya ini.
Saya menggandeng tangannya, saat daddy melihat ke arah kami saya hanya memberitahunya dengan tanpa suara. Dan daddy mengangguk saja. Iyalah, daddy dan mommy pasti tahu. Namanya juga pengantin baru, barangkali nanti dapat rejeki sekalian unboxing dek Ratih kan ya?

Kami segera menuju hotel, sebenarnya acara inipun di hotel. Tapi saya sengaja pindah hotel dan check in dsb udah diurus mommyku. Mereka emang paling the best.

"Kok kita disini mas, jauh banget dari acara resepsi tadi?"

"Disana penuh kamarnya," jawaban saya yang tidak masuk akal ini dipercayai begitu saja oleh dek Ratih. Dia memang polos dan lugu. Makin cinta saya jadinya.

Saya duduk di bawah, dek Ratih duduk di atas ranjang. Sengaja kakinya saya pijat dahulu.

"Lecet ini yang, mas ambil kotak p3k dulu."

DALEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang