#30

243 21 0
                                    

Jam 09:00
Jk sudah berada di cafe SJ, detektif Lee pun sudah berada di sana. Mereka memesan makanan dan minuman dulu sebelum memulai obrolan berat ini.

"Jadi bagaimana kronologi istrimu yang tiba-tiba menghilang, Jung?"

"Saat itu......," Jk menjelaskan kronologi dari A-Z.

"Kau sudah mengecek CCTV rumahmu?"

"Belum, aku bahkan lupa untuk mengeceknya, payah sekali," ujar Jk menganggap dirinya payah.

"Besok, aku akan menyelidiki CCTV rumahmu dulu, jangan coba-coba mengecek seorang diri. Biar besok aku saja yang akan melakukannya," terang detektif Lee, seperti sedang terburu-buru lantaran bolak-balik mengecek jam tangannya.

"Baiklah, terimakasih detektif Lee, mohon kerjasamanya," Jk menyodorkan tangannya dan disambut oleh detektif Lee.

Selesainya dari cafe, Jk bergegas ke kantornya. Ada banyak dokumen-dokumen yang belum ia tanda tangani.

-----
Jena membuka matanya, tepat saat matahari berada di puncaknya. Keadaannya kacau. Pribadi yang hanya terbungkus selimut itu tiba-tiba menangis. Mengingat betapa ia menjaga kehormatannya saat Jk tidak ada di sisinya, namun seketika Jimin menghancurkannya. Benar-benar menyedihkan.

Tangisannya semakin pecah mengingat ia baru saja berdamai dengan Jk. Terlebih lagi ia tiba-tiba menghilang dari Jk.

Decitan pintu seketika menghentikan tangisannya, merubah suasana menjadi horor. Jena takut terhadap Jimin. Sosok malaikatnya dulu telah berubah menjadi iblis sialan. Menghancurkan kehormatan istri orang lain.

"Sudah bangun rupanya," tanya Jimin yang hanya memakai bathrobe.

"Jangan mendekat, tolong jangan mendekat," Jena mengulurkan tangannya mengisyaratkan agar Jimin tidak mendekatinya.

"Aku bahkan sudah melihat semuanya, Jena. Dan sepertinya kau masih mencintaiku?" Smirknya.

"Aku tidak akan mencintaimu lagi!, Aku benci semua tentangmu!" Jena berteriak histeris.

"Oh begitukah? Tapi tadi kau memanggil namaku saat kita bermain tadi," Jimin mengikis jarak, membuat Jena semakin ketar-ketir.

"Bajingan! Aku membencimu, Park Jimin!" Jena melempar bantal ke arah Jimin hingga mengenai wajah tampannya.

"Berani-beraninya kau melempar bantal ke wajahku," Jimin semakin mendekat.

Plakk
Jena dikejutkan dengan tamparan keras di pipinya. Ini adalah kedua kalinya ia ditampar oleh seorang laki-laki yang tengah dirasuki setan.

"Ini peringatan untukmu, sekali lagi kau membantah, aku tidak akan membiarkanmu hidup bahagia!" Ancam Jimin, setelah itu ia pergi meninggalkan kamar Jena.

Ya Tuhan, dua hari ini melelahkan sekali, keluh Jena.

Jena kembali menangis. Mendominasi ruangan itu dengan gema kesedihan. Tubuhnya bergetar hebat. Ia hanya menginginkan Jk. Kembali memeluk tubuhnya, berbaur dalam kehangatan sosok pria dengan gigi kelinci itu.

Sudah cukup muak Jena berada di tempat mewah tersebut. Hanya ada kesedihan dan kesepian didalamnya. Tidak ada orang yang menyayanginya, tidak ada orang yang bertanya apakah dia sudah makan?, Tidak ada orang yang selalu menyambutnya dengan ramah. Beginikah hidup Jena?. Sekolah tinggi-tinggi namun pada akhirnya ia hanya mendapat siksa, dan duka semata?.

Jena memutuskan untuk mandi setelah tangisannya reda. Begitu ia sampai di kamar mandi, ia lantas menangis kembali. Jena pikir mungkin ia akan menangis sampai air matanya mengeluarkan darah.

Precious Daddy✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang