#37

128 16 0
                                    

Penerbangan dari Jepang menuju Italia tengah berlangsung. Jena merasa bosan didalam jet pribadinya. Tidak ada orang yang bisa ia ajak bicara, hanya ada Jimin, Haru dan para pramugari sexy yang hilir mudik menawarkan berbagai makanan. Padahal Jena sedang tidak mood untuk makan. Jimin tertidur saat 3 jam setelah take off, ia baru bangun saat salah satu pramugari membangunkannya lantaran telepon Jimin berbunyi terus. Setelah bercakap-cakap dengan seseorang diseberang teleponnya, Jimin kembali melanjutkan tidurnya.

"Sial, gue bosen banget," wajahnya ia hadapkan ke arah jendela. Langit biru itu seolah merilekskan pikirannya yang saat ini tengah terbayang wajah Jk.

"Kau bosan?" Itu suara Jimin.

Jimin mendengar Jena menggunakan bahasa informal!.

"Emm, sedikit," bohong jika Jena bilang sedikit. Kenyataannya ia tengah bosan sebosan-bosannya.

"Kau tadi bicara dengan bahasa informal?"

Ucapan Jimin cukup membuat keterkejutan bagi Jena, Jena kira Jimin tidak akan mempermasalahkannya.

"Em, maaf Jim."

"Lain kali jangan diulangi lagi," Jimin tersenyum manis.

Penerbangan kali ini dibuat badmood oleh Jimin. Menjadi seorang ibu merupakan hal yang paling dinantikan oleh Jena tapi tidak dengan ibu sambung.

Setelah 14 jam duduk dikursi, akhirnya mereka sampai dinegara tujuan. Benar-benar melelahkan.

Jena bersiap untuk turun dan mengikuti Jimin, sementara Haru masih setia dalam gendongan Daddynya.

Udara Italia sedang tidak bersahabat, banyak polusi yang terhirup oleh Jena. Bahkan bau-bau tidak sedap menggerayangi hidung mancungnya.

"Jim aku mau muntah," Jena mencengkram ujung kaos Jimin sehingga kepanikan terjadi.

"Tahan sebentar," Jimin merangkul Jena untuk berjalan cepat ke arah kamar mandi.

"Kau bisa sendiri?" Jimin menanyai Jena ketika mereka telah berada di depan toilet wanita.

Jena hanya menggunakan isyarat tangan, yang berarti "Iya aku bisa sendiri."

Suara khas orang muntah terdengar hingga luar, sehingga Jimin khawatir jika tiba-tiba Jena pingsan setelahnya. Jimin memutuskan masuk ke dalam toilet wanita. Ini pertama kalinya Jimin memiliki empati tinggi terhadap wanita. Sementara itu, Haru ia berikan kepada bodyguardnya. Ia juga menyuruh bodyguardnya untuk menjaga pintu masuk toilet wanita agar tidak ada yang tahu kalau ada seorang pria di dalam sana.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Jimin, peduli.

"Mungkin ini efek Jetlag, Jim. Tidak usah terlalu khawatir," Jena menenangkan Jimin.

"Kau yakin?"

Jena menganggukkan kepalanya.

"Tapi aku tidak yakin, Jen," Jimin menyipitkan sebelah matanya.

"Maksudmu?" Jena memutar otaknya untuk mengetahui makna yang Jimin katakan, ia teringat satu hal.

Sial, apa nanti gue bakal punya anak dari Jimin? Ngga, ngga boleh terjadi, batin Jena.

Jena pura-pura bodoh.

"Tidak, sudahlah cepat keluar dari toilet ini, tidak seharusnya aku masuk ke toilet wanita."

------

Kamar Presidential suite memiliki beragam fasilitas mewah, memanjakan pelanggannya. Tidak heran saat baru sampai, Jena dibuat takjub dengan kamar hotel yang satu ini. Interior yang mewah bergaya khas Italia terasa hingga ubin-ubin kamar.

Precious Daddy✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang