#16

446 40 0
                                    

Jena dan Jk masih saling beradu tatap untuk menjawab pertanyaan yang Irene lontarkan.
"Hih, kok kalian malah tatap-tatapan sih. Ini juga ngapain lo bawa kresek banyak-banyak," Irene melihat beberapa kresek di jok belakang mobil sambil memasang muka jengkel.

"Gue habis dari supermarket tadi, terus ketemu dia, ya dia bantuin gue lah, orang gue kesusahan kaya gini"

"Sedeket apa sih kalian sampe mau saling bantu"

What!
Namanya juga makhluk sosial, masa iya ada orang yang kesulitan ngga ditolong.

"Udah deh ngga usah banyak omong, ayo masuk kedalam rumah, gue mau kasih tau," Jk menarik tangan Irene. Dengan sekejap amarahnya menghilang berganti dengan manja-manja ke Jk.

Jena berusaha memejamkan matanya kembali untuk melegakan diri. Bagaimanapun Jena tetaplah pelajar dimata Irene. Jena tidak pernah membeberkan pernikahannya jadi mungkin ini yang akan banyak terjadi dalam kehidupannya. Dipelakorin.

Sementara itu, Irene dan Jk sudah duduk di ruang tamu.
"Mau lo apa sih?, mana mungkin gue dengan mudah ngasih jam tangan semahal itu buat lo"

"Tapikan tadi kamu udah janji ke aku"

"Gini loh, Ren, dimana-mana ibu hamil emang ngidam, tapi ini lo ngidamnya kagak bener, kalo kayak gini terus gue bangkrut ditangan lo. Asal lo tau ya, kartu ATM gue udah dikurangi sama orang tua gue, ini semua gara-gara lo. Kenapa juga Lo harus hamil sih?"

"Kok gitu ngomongnya, kan kamu yang hamilin aku"

"Emang beneran bayi ini anak gue huh?!" nadanya naik satu oktaf.

"Iya Jungkook, kenapa kamu ngga percaya sama omonganku?" tangisnya meledak, namanya juga bumil, pasti ada sisi sensitif yang ada dalam dirinya.

Mau bagaimanapun Jk tetaplah seorang pria yang lemah kalau sudah melihat wanita menangis. Dengan cepat Jk memeluk Irene, dan Irene berhasil menangis lebih keras di dada Jk.

Setelah tangisannya reda Jk tetap bersikap manis terhadapnya.
"Sayang, kamu tidur disini ya," rengeknya.

Jk menghela nafas beratnya, Jk masih mempunyai seorang istri yang kini sedang ada didalam mobil.
"Ngga bisa, gue harus pulang. Gue juga harus nganterin Jena pulang"

"Habis nganterin Jena, kamu kesini lagi ya," ucapnya sambil menarik-narik baju Jk.

"Huh, ya ya ya, gue mau nganterin Jena dulu," Jk meninggalkan Irene sambil memasang muka kesal.

Jk keluar dari rumahnya, menatap ke arah mobil dimana istrinya masih memejamkan mata sambil mendengarkan lagu lewat earphonenya.

Toktoktok
Jena membuka jendela mobil memasang muka seolah bertanya "ada apa?".
"Gue mau nginep disini boleh ngga?"

Sorot mata Jena menajam seperti ada kata larangan dalam benaknya namun tidak bisa diucapkan lewat mulutnya.
"Ngga," satu kata yang membuat Jk menerbitkan senyumnya. Jena Cemburu. Jelas sekali dari raut wajahnya yang seakan-akan Jk hanya miliknya bukan milik orang lain.

"Kenapa ngga boleh? huh?" godanya sambil tetap menerbitkan senyuman. Jena hanya menutup kembali jendela mobil, setelah itu matanya terpejam kembali. Jk hanya terkekeh, dengan segera Jk masuk ke mobil.
"Kenapa ngga dibolehin?"
"Ngga ya ngga"
"Ululu, cemburu yah," godanya lagi sambil menangkup kedua pipinya sehingga posisinya berhadapan.

"Kata siapa?!" nadanya mulai meninggi.
"Kata gue"
"Gue istrinya bukan dia, gue yang udah sah sama lo bukan dia, gue yang---"

Chup!!
Rasanya jantung Jena luruh sampai ke perut, matanya terbelalak, tangannya berkeringat, nyawanya melayang.
Tidak sempat memberontak, bibirnya sudah digigit tipis oleh Jk, memberi sensasi yang memabukkan.
"Jung...Sakit goblok!" bentak Jena membuat Jk melepas tautan dan menangkup kembali pipinya. Bibir Jena diusap dengan lembut.

"Maaf yah, ngga usah cemburu. Gue ngga bakal ngapa-ngapain Irene kok," Jk tersenyum ke arah Jena yang tengah meringis kesakitan.

"Lo kan emang udah ngapa-ngapain Irene"

"Haha, itu dulu sekarang kan kalau mau ngapa-ngapain ke kamu"

Gaya bicaranya mulai lembut, dari yang menggunakan lo-gue kini levelnya sudah naik menjadi aku-kamu. Mungkin rasa cintanya mulai ia luapkan untuk Jena.

"Ngapa-ngapain apa maksudnya?"
"Ya kan kalo makan ke kamu, kalo tidur ke kamu, kali minta jat..."

"Jungkook!!!" teriak seseorang dari luar mobil.

Mampus, Jk ketahuan oleh Irene. Tadinya Irene kira Jk sudah pergi mengantarkan Jena namun nyatanya Jk masih didepan rumahnya.

Jk dengan santai membuka jendela mobil, sementara Jena menunduk takut, bertingkah seperti selingkuhan yang terciduk tengah bermesraan.
"Kenapa?"
"Katanya mau nganterin dia, kok malah mesra-mesraan sih," rengeknya sambil mempoutkan bibirnya.

"Orang gue lagi hapus beleknya dia kok, fitnah lo"

"Ooh, aku kira kamu lagi mesra-mesraan, sana anterin ini bocah habis itu kesini lagi," perintahnya.

Tanpa jawaban dari Jk, Jk langsung menyalakan mesin mobil setelah itu pergi dari rumah Irene, tanpa ada kata pamit.

Sesampainya dirumah.
"Kamu jangan tunggu aku pulang ya, aku bakal nginep dirumah dia. Tenang aja aku ngga bakal macem-macem kok," senyumnya sambil menangkup pipi Jena.

Jena hanya mematung melihat sikap Jk yang manis. Matanya menatap Jk tajam seperti sedang menelusuri kehidupannya. Entah apa yang Jena pikirkan, reflek Jena memajukan bibirnya meski pipinya masih ditangkup. Jk langsung paham, dia melepaskan tangkupannya, tangan besar itu beralih kebagian tengkuk leher Jena. Bibirnya kini bertautan. Jena merasakan sensasi mint yang membuat ciumannya sedikit sensual. Tangan Jena langsung mengalungkan pada leher Jk.

Kreket
"Jk, mamah sama papah mau....."
Mereka bertiga sama-sama kaget.

"Ah, kalian. Maaf mamah ngga bermaksud mengganggu, mamah mau pergi ke China besok, udah gitu aja. Oh ya ini buat kalian," mamah Jk menaruh beberapa kresek yang pasti berisi makanan di meja makan.

"Huh mamah, makanya kalau mau masuk itu ketok pintu dulu kek, gagal kan"

"Hih apaan sih," Jena berubah dalam mode garang. Tangannya menepuk keras dada Jk sampai Jk mengaduh kesakitan.

"Maaf ya mamah ngga tau kalo kalian mau bikin cucu, hehe. Mamah pergi dulu, kalian sehat-sehat ya, jangan lupa sering-sering bikin, ups haha," mamah Jk berlalu dihadapan mereka sambil menahan tawa dan tak lupa menutup mulutnya. Pasalnya Jk yang dikenal anak mamah banget ternyata memiliki otak 17+ juga. Ya jelas lah memiliki otak 17+, Jk saja sudah mau tidur dengan Irene.

"Mamah juga ati-ati ya jangan ketularan si virus, awas aja bawa kesini, ngga sudi akunya!haha"

"Kamu yah, kalo sama mamah itu yang sopan," Jena jadi ikut-ikutan memakai gaya bahasa aku-kamu.

"Iya maaf deh, mau dilanjut ngga?" godanya.

"Ngga usah, sana pergi aja," mukanya memerah.

"Kok ngusir?"

"Ngga ngusir sayang," Jena menampilkan aegyonya, luluh sudah hati Jk mendengar kata 'sayang' keluar dari mulutnya sambil beraegyo.

Yang tadinya Jk hendak marah malah, tersenyum sampai gigi kelincinya kering.
"Udah ngga usah senyum terus Pepsodent mahal"

"Kan aku kaya"

Savage
"Sombong, inget yah dibawah kamu masih banyak orang yang kekurangan ngga boleh kaya gitu"

"Iya iya sayangku, cintaku," Jk memeluk Jena.
Rasanya hari ini adalah hari dimana mereka bisa akur dan tentunya saling mencintai satu sama lain.









Haduh guys maaf ya kalau ceritanya ngga bikin greget, soalnya lagi sibuk sama projectku. Jadi ngetik pun mikirnya rada bingung ngerangkainya.
See you next chapter.
Jangan lupa vote, comment, follow.

Tertanda
Jeon nana

Precious Daddy✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang