10 - Perkara Hukuman Pel Lantai

78 55 50
                                    

"Anjirt! Gue juga belum!!" pekik Angga baru sadar jam 4 tadi ia lupa mengerjakan PR.

Dika malah terkekeh, "Hahah beneran lo belum? Gue udah lho!" seru Dika yang tadinya cemas kini tersenyum puas.

"Gimana sih lo! Katanya belum! Tapi udah! Mana yang bener?!" Angga jadi melotot dibuat bingung dengan perkataan Dika.

"Gue beneran udah, yaa ... gue tadi cuma iseng-iseng ngomong gitu aja," ujar Dika santai sembari menopang badannya ke bangku dengan kedua tangannya menahan kepala, serta kakinya diangkat satu berada di atas paha.

"Najiss lo!" decak Angga sebal.

Suara pintu kelas yang terbuka membuat semua penghuni kelas menoleh. Termasuk Angga dan Dika.

"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Rani. Guru dengan logat jawa ini masuk ke kelas XII IPA 1 dengan santai.

Para murid pun merapihkan posisi duduknya. Angga jadi makin dibuat panik karena kedatangan guru galak itu.

"Oke, kelas rapi, cukup bersih, penampilan kalian rapih juga. Bagus juga kalian sekarang yah. Gini dong, udah kelas dua belas tuh harus ada peningkatan, ena tenan kan," puji Bu Rani. Senyum simpulnya menyertai.

Sementara Bu Rani masih mengoceh, Angga dan Dika yang berada di bangku belakang masih ribut membicarakan PR tadi, untung saja mereka berbisik-bisik jadi tidak terdengar oleh guru Fisika itu.

"Dik, pliss lo pura-pura belum ngerjain PR yah? Gue yakin nih kali ini gue dihukum. Mana raut muka Bu Rani udah siap menerjang gitu lagi. Yah-yah? Ayolah sahabat ku yang baik," rayu Angga dengan puppy eyes-nya.

"Ah gak mau lah! Udah cape-cape juga gue sampe gadang buat ngerjain nih soal," tolak Dika mentah-mentah.

"Cape apaan?! Bukannya tingal nyontek doang?"

"Iya emang, tapi kan gue ngerjain penuh usaha juga, gue ngerjain ini jam setengah dua belas malem tahu. Serem kan?" tanya Dika retoris.

"Lo belum tidur jam segitu?"

"Gue udah biasa brow," bangga Dika.

Handphone Bu Rani berbunyi. Membuat guru itu segera merogoh sakunya roknya. "Anak-anak, Ibu dapet telpon dulu, izin keluar sebentar yo," pamitnya, melenggang pergi ke luar kelas.

"Iya Bu," jawab kebanyakan murid, ada juga yang menjawab, "baik Bu", "oke Bu", "asiiap Bu," yah pokoknya begitulah.

Angga dan Dika menoleh sebentar ke arah Bu Rani, dan detik berikutnya ribut kembali.

"Gue sih paling jam sebelas, karena gue takut insomnia kalau begadang terlalu malem," ungkap Angga malah curhat.

"Insomnia! Orang lo pelor gitu! Gak mungkin lo insomnia!" Dika dibuat tertawa oleh lelucon Angga.

"Sotoy lo! Yaudah ayo Dik pura-pura belum ngerjain tugas, jadi kalo dihukum nanti kita bareng, oke friend?" Angga masih berusaha merayu.

"Gak ah, gue udah kelas dua belas, gue mau berubah, apalagi kasian pacar gue yang rela gue bangunin tengah malem buat gue ngasih contekan ke gue. Dia sering nasehatin gue supaya berubah, emang istri idaman," ungkap Dika membayangkan wajah Tasya sang pacar di akhir kalimatnya.

"Ah gak solid lo!" decak Angga mulai khawatir.

"Solid kan gak harus masalah PR Ga!"

"Gue beliin sesuatu deh lo." Angga masih dan masih berusaha mempengaruhi Dika.

"Lagian kenapa sih lo pake gak ngerjain? Biasanya lo lebih jago nyontek kan daripada gue?" tanya Angga tanpa menghiraukan tawaran Angga yang menggiurkan itu. Dika sepertinya sudah benar berubah.

AngGaTta [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang