Part 1. Gentle Father

37.3K 5.4K 825
                                    

Langit mendung di atas tampak jelas.

Aku bisa melihatnya dari bawah air.

Tapi tidak ada benda yang bisa ku raih.

Aku harus naik tapi tidak bisa.

Sesuatu yang kuat menarikku menjauhi permukaan.

Tubuhku makin turun dan turun.

Hingga bayangan langit mengabur.

Menyisakan kegelapan.

Dan detak jantungku,

berhenti.

Renebell mengerjapkan mata.

"Sudah bangun?" Suara berat milik pria di sampingnya menyapa.

"Papa," sahut Rene sedikit tidak bersemangat. Lagi-lagi dia memimpikan sesuatu yang sangat aneh. Dia seperti tenggelam sampai ke dasar air. Tapi tidak ada seorang pun yang menolongnya.

"Ada apa?" Kaizel meletakkan buku tebalnya lantas memberi perhatian penuh pada Sang Putri.

Melihat perubahan raut muka Kaizel, Rene pun mengurungkan niat untuk bercerita dan menyunggingkan senyuman lebar. "Eny cuma lapar." Dia tidak mau membuat ayahnya khawatir. Lagi pula itu hanya mimpi.

Sampai sekarang Renebell masih tidur di kamar Kaizel. Setiap pagi saat Rene bangun, pria itu selalu menunggu di sampingnya hingga bangun. Kaizel tidak berniat membuatkan kamar pribadi untuk Rene. Katanya, 'Anak itu masih terlalu pendek untuk tidur sendiri'.

Kaizel bahkan tak pernah absen membacakan dongeng sebelum tidur meskipun Renebell menolak. Satu rak besar dalam kamar itu penuh dengan berbagai dongeng ber-genre thriller. Dan Rios Han masih belum tahu tentang itu.

Ekspresi Kaizel melunak. "Katakan kamu ingin makan apa."

Rene terdiam sejenak. Sejujurnya dia tidak begitu lapar. "Sekarang sudah kenyang."

Kaizel mengenakan kimono gelap dengan dada terbuka, mengekspos otot liatnya. Sembari bersandar bantal, dia mengangkat sebelah alis keheranan. Setelah 3 tahun tinggal bersama, Kaizel jadi semakin mengenal putrinya. Rene tidak pernah bilang 'belum lapar' di saat itu adalah jam makannya. Dia itu maniak makanan apalagi daging. "Kamu kan karnovira."

"Melihat pesona Papa di pagi hari adalah sarapan terbaik!" seru Rene berapi-api. Dia tidak berbohong. Kaizel memang benar-benar tampan.

Bocah ini... Kaizel senang dipuji apalagi oleh Rene kecilnya. Tapi pujian barusan terdengar agak..., "Siapa yang mengajarimu mengatakan itu?"

Krista bilang begitu setiap hari. Rene bergumam dalam hati tapi dia tidak mungkin menjawabnya secara lisan atau pelayan supelnya itu akan berada di ambang kematian. "Kalau begitu apa Eny bilang Papa jelek saja?"

"TIDAK!"

"Papa...marah?"

"Bu-bukan begitu." Kaizel berdeham canggung. "Maksudku kamu tidak boleh memuji laki-laki lain selain aku. Itu bahaya."

"Kenapa?"

"Kamu bisa diculik."

Rene mengerjap lucu. "Kak Del, Kak Mian juga?"

"Ya, Rios juga. Katakan kalau wajah mereka membuatmu ingin muntah."

Rene tertawa. Kaizel pasti berpikir kenapa bocah 9 tahun sudah bisa menggoda laki-laki dengan kalimat gombalnya. Yah, mau bagaimana lagi? Di sudut manapun Rene berada, dia selalu mendengar para pelayan membicarakan betapa tampannya Tuan Direktur tahun lalu, kemarin, tadi pagi, sekarang, atau bayangan mereka di masa depan.

Kaizel memang awet muda. Pria itu lebih cocok dikatakan berumur 29 daripada 39 tahun. Badannya pun tetap gagah dan tegap seperti atlet muda. Apa itu memang keistimewaan seorang Devinter?

Renebell sering membayangkan bagaimana cara mendiang istrinya dulu bisa meluluhkan hati Papanya yang bersuhu minus 100 derajat celsius. Dengan penampilan seperti itu, apakah suatu saat nanti dia akan punya ibu baru?

Meskipun berat, mungkin suatu hari nanti bila Kaizel menemukan seseorang yang tepat baginya, Rene harus mengerti bahwa prioritas Kaizel bukan lagi hanya Rene seorang. Renebell tidak mau menjadi anak egois. Apalagi statusnya hanya seorang anak angkat.

"Rene!" Kaizel mendadak panik. "Kenapa matamu berair? Mana yang sakit?!"

Kesadaran Rene kembali, lantas terkekeh geli sembari menyeka sudut matanya. "Tidak. Eny cuma kelilipan debu."

Kaizel tampak marah besar. "Debu b*ngs*t!"

Pria itu nyaris memencet tombol memanggil pelayan jika saja Rene tidak segera menahan lengannya. "Pa, debunya dari tangan Eny karena Eny belum mandi!" Rene tahu Kaizel pasti akan mengubur hidup-hidup para pelayannya karena mereka tidak membersikan debu di kamar dengan benar. Sebab itu Rene harus mengaku kalau debunya berasal dari tangannya sendiri.

"Sungguh?"

"Iya!" Renebell mengangguk cepat. "Lihat, nih. Kuman-kumannya lagi bobok di tangan Eny." Rene menarik baju ayahnya dan mereka melihat telapak tangan mungil Rene bersama.

"Aku tidak lihat apapun." Kaizel membolak-balikkan tangan mini Rene yang hanya sebesar 1/4 tangannya.

Renebell terkikik lagi. Melihat keseriusan Kaizel hanya karena debu entah kenapa terlihat amat lucu di matanya. "Tapi kata Kak Mian begitu. Makanya Eny harus rajin mandi sama cuci tangan."

Kemudian Kaizel memencet tombol di samping ranjang dan 10 pelayan berseragam segera memasuki kamar berbaris rapi. "Siapkan air hangat untuk Rene mandi."

"Baik, Tuan Direktur. Kami akan segera memandikan Nona Rene."

"Aku bisa."

Seluruh pelayan saling lempar lirikan kebingungan. Siapa bilang seorang pembunuh dingin macam Kaizel Devinter tidak bisa memandikan putrinya setelah bergelut dengan panthom-panthom sialan selama 6 bulan?

Semuanya.

Semua orang bilang Kaizel Devinter tidak bisa memandikan putrinya setelah bergelut dengan panthom-panthom sialan selama 6 bulan. Tiap kali Kaizel memandikan Renebell, anak malang itu berakhir menjadi bahan lelucon kuda-kuda di kandang mansion.

Entah bajunya terbalik, memakai sabun dan sampo tertukar, mengkuncir rambut Rene dengan kaus kaki, dan kesalahan memalukan lainnya. Namun setelah melakukan kesalahan, biasanya Kaizel dengan percaya diri berkata, "Rene jadi lebih bersinar ketimbang biasanya." Tampaknya itu adalah pujian untuk dirinya sendiri.

Perry bilang itu karena pengetahuan Kaizel tentang style wanita sangat buruk. Saat Renesa masih hidup, Kaizel selalu mengatakan 'bagus' apapun penampilan baru istrinya. Tapi semua orang yakin Kaizel tidak tahu perubahan apa yang terjadi pada penampilan Renesa.

"Tapi, Tuan-," belum sempat si pelayan menyelesaikan kalimatnya, dia merasakan ancaman maut dari tatapan Kaizel. Si pelayan langsung ciut, "B-baik, Tuan Direktur."

"Papa, sini." Rene melambaikan tangan agar Kaizel mendekat.

Kaizel merendahkan kepalanya.

Rene membulatkan tangan menyerupai pipa lalu menempelkannya ke telinga Kaizel dan berbisik. "Katanya hari ini Perry mau ubah Eny jadi putri, loh."

Nafas pria itu langsung tertahan. "Baiklah. Pelayan, mandikan putriku sekarang juga!"

The Great Sentinel (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang