Part 4. Trusted But Perfidious

30K 4.9K 957
                                    

"Kamu tidak mabuk."

"Benar."

Sekarang hanya tersisa Kaizel, Rios, dan Jef Casias dalam ruangan itu.

"Orang tua yang biasanya di sampingmu mana? Sudah mati ya?" tanya Jef ringan sambil bersandar dengan arogant di sofa ruang kerja Kaizel meskipun tangannya terborgol. Dia menopangkan sebelah kakinya ke atas paha seperti berada di rumah sendiri.

Sementara itu Kaizel lebih fokus ke dokumennya ketimbang menjawab pertanyaan si tamu tak diundang. Dengan kata lain, pertanyaan tidak penting itu sudah Kaizel limpahkan pada Sang Asisten yang berdiri tegang di sampingnya.

Aku lagi yang kena! Aku lagi! Seandainya bisa, Rios benar-benar ingin meludahi tuannya. "T-tidak, Tuan muda. A-ayah saya sudah pensiun."

Perhatian Jef beralih ke Rios Han. "Hoo~, begitu?" Dia mengamati Sang Asisten dari atas ke bawah. "Rasanya aku pernah melihatmu."

Badan Rios beku selama Jef memindainya dengan teliti. Gawat! Tuhan, semoga dia amnesia semoga dia amnesia! "M-mana mungkin, Tuan muda...ahaha. Ini kali pertama k-kita bertemu." Rios menyunggingkan senyum senatural mungkin.

Smirk Jef yang sering Rios lihat 14 tahun lalu itu muncul, lagi. "Kalau kamu memanggilku Tuan muda, artinya ini bukan pertama kali,...Boo."

Sial! 'Boo', nama panggilan Rios saat masa kelamnya menjadi bahan bully-an 'muridnya' sendiri.

"Jangan ganggu orangku." Kaizel memperingatkan meski tidak beralih dari dokumen. Rios terharu. Dia tarik kembali keinginannya tadi untuk meludahi Kaizel.

Namun ternyata, kalimat Tuan Direktur masih berlanjut. "Kecuali kamu punya penggantinya."

TUAN LAKNAT! "T-tuan, ahaha...jangan bercanda...,"

Kaizel melirik Rios sekilas. Dasar bawahan pilih kasih. Padahal Kaizel pernah melemparnya ke laut supaya dia sadar atas kelancangannya, tapi sampai sekarang Rios tidak menyesal dan tetap bertingkah sesuka hati di depan Kaizel. Tak beda dengan boneka per yang saat ditampar pun cuma bergoyang menyebalkan.

Tapi di hadapan Jef, Rios mati kutu. Mungkin ini saat yang tepat untuk menunjukkan padanya apa arti kata 'mampus' sebenarnya. "Rios."

"Apa, Tuan?"

"Keluar."

Wajah pucat Rios menjadi bersinar. Akhirnya dia terbebas dari Jef yang sejak tadi mengincarnya. "Dengan senang hati, Tuankuu~," Rios berjalan kegirangan hampir mencapai pintu.

"Setelah ini awasi dia seharian."

"Hah?" Rios berhenti di tempat. Apa kupingku tersumbat nasi? "Tuan bicara sama saya?"

"Iya." Kaizel menatap asistennya dingin sambil menunjuk Jef Casias. "Awasi penjahat ini sehari penuh. Jarakmu tidak boleh lebih dari TIGA langkah darinya."

Gulp. Kalau aku mati hari ini, kapan aku menikah?! Rios melirik Jef sekelebat dan si penjahat itu menyeringai. HIIIY! "Tuaaannn~,"

"Keluar."

Wajah Kaizel sudah tidak bisa dibantah lagi. Rios mendesah pasrah lalu meninggalkan ruangan dengan langkah konyol. Kakiku kan panjang! Wajar kalau tiap langkahku selebar 2 meter!

"Kamu datang terlalu cepat," Kaizel mengawali pembicaraan mereka begitu Rios keluar ruangan.

"Aku bosan." Jef menyahut sekenanya. Dia memang datang sebulan lebih cepat dari tanggal kesepakatan.

"Keberadaanmu di sini lebih membuatku bosan."

"Aku juga bosan."

"Aku lebih."

The Great Sentinel (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang