Part 32: Warm Eyes

678 97 0
                                    


Singto segera naik pesawat ke Singapura, setelah 3 hari lamanya melakukan perjalanan bisnis ke Jepang. Ia meminta Krist untuk menunggunya. Hingga akhirnya sampai lah ia di Singapura. Singto memberi tahu hotel tempatnya menginap, ia tengah menunggu Krist di rooftop garden hotel tersebut.

"Krist, apa kau mau ibu menemanimu?", tanya Magie yang mengantarkan Krist hingga ke lobby hotel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Krist, apa kau mau ibu menemanimu?", tanya Magie yang mengantarkan Krist hingga ke lobby hotel.

"Tidak usah, bu. Aku bisa sendiri."

Magie menunjukkan ekspresi yang belum yakin untuk meninggalkan Krist sendirian.

"Tidak perlu khawatir, bu. Aku sudah sehat.", ucap Krist sembari tersenyum manis pada ibunya. Magie pun mengangguk dan membiarkan Krist masuk ke dalam lift seorang diri.

Krist sampai di lantai rooftop garden hotel. Ketika pintu lift terbuka, ia dihadapkan pada sekumpulan orang yang mengenakan tuxedo hitam, ada sekitar 10 orang. Krist bingung dan merasa datang ke tempat yang salah.

Orang-orang di hadapan Krist itu bertubuh tinggi dan kekar, serta ada yang memiliki bekas luka goresan pedang samurai di wajahnya, terlihat sangat mengerikan dan membuat Krist bergidik ngeri.

"Maaf, sepertinya saya salah tempat.", ucap Krist yang ingin kembali ke dalam lift, namun lengannya ditahan oleh seseorang.

"Tuan Krist Perawat?", tanya orang itu. Krist pun mengganguk. "Silakan lewat sini. Anda sudah ditunggu oleh Boss.".

"Ditunggu Boss? Memangnya siapa Boss?", batin Krist yang bertanya-tanya, namun tetap melangkahkan kakinya menuju ke area outdoor. Matanya dimanjakan dengan indahnya pemandangan dari rooftop yang menampakkan pelabuhan HarbourFront beserta gedung-gedung pencakar langit. Ia melihat seseorang sedang duduk di bangku taman. Dari belakang saja, Krist sudah tahu punggung orang yang tidak asing baginya. Benar Singto.

Krist melangkah perlahan mendekati laki-laki itu. Singto merasakan ada orang yang datang menghampirinya, sehingga ia berdiri dan menoleh ke belakang. Singto melihat sosok orang yang selama ini ia rindukan. Ia berusaha susah payah untuk menahan air matanya. Ia tak percaya akhirnya bisa melihat orang yang dicintainya itu lagi, masih nampak menawan seperti yang terakhir diingatnya. Krist kini dapat berjalan dengan kedua kakinya, membuat kebahagiaan Singto tak terbendung lagi.
Singto menyambut Krist dengan senyuman dan tatapan mata yang hangat. Senyum penuh kebahagiaan dengan air mata yang tertahan.

Krist berdiri di hadapan Singto, melihat ke arah Singto hingga kedua mata mereka bertemu. Keduanya hening beberapa saat. Krist tidak tahu harus berkata apa. Seharusnya ia yang mengatakan sesuatu terlebih dahulu, karena ia yang meminta untuk bertemu Singto. Namun, pandangannya kabur karena tertutup air matanya sendiri ketika melihat sebuah cincin melingkar di jari manis Singto. Tetapi bukan cincin anniversary mereka, sebuah cincin pernikahan yang terbuat dari platinum dan bertahtakan berlian. Entah sejak kapan air mata Krist berjatuhan hingga nafasnya mulai tersengal-sengal.

"Krist? Ada apa?", tanya Singto.

"Aku terlambat ya?", ucap Krist. Singto hanya menatapnya dengan ekspresi bertanya-tanya.

"Sejujurnya aku masih belum dapat.. hic.. mengingat semua hal yang pernah kita lalui. Tapi... hic.. Aku tahu jika suatu saat aku.. hic.. mengingat semuanya, aku akan sangat menyesal. Dan sekarang aku benar-benar telah kehilanganmu. Huhuhu", Krist mengatakan kalimat yang terputus-putus karena tangisannya.

Singto menangkupkan kedua tangannya ke wajah Krist dan mengusap lembut air mata yang membasahi pipi Krist. Singto menatapnya dengan penuh kehangatan, sangat terlihat dari matanya bahwa rasa cintanya pada Krist masih sama, tidak berubah sedikit pun.

"Siapa yang bilang kamu telah kehilangan aku? Aku masih disini, menunggumu sampai kapan pun."

Krist memegang tangan Singto yang ada di pipinya, ia menyentuh cincin yang digunakan oleh Singto.
"Ohh ini? Ini hanya untuk mengelabui orang (supaya dikira Singto sudah tidak single lagi)", Singto melepas cincin itu dan memberikannya pada Krist, "lihat apa yang tertulis di dalamnya.", ucap Singto.

Krist pun membaca tulisan yang terukir di bagian dalam cincin: "My One and Only".

Singto membuka HP nya "Lihat siapa yang bernama 'My One and Only'." Krist melihat percakapan antara dirinya dengan Singto di chat. Benar, 'My One and Only' yang dimaksud oleh Singto adalah dirinya.

Krist menangis makin kencang, "Maaf Singto... Maaf aku melupakanmu. Maaf aku bicara jahat padamu. Huhuhu... hic ... hic..".

"Lagi-lagi, ia meminta maaf untuk hal yang bukan salahnya.", tanpa sadar, tangan Singto telah meraih Krist dan menariknya masuk dalam dekapannya. Singto memeluk Krist erat dan mencurahkan semua air matanya yang dari tadi tertahan. Krist mengalungkan kedua lengannya di tengkuk Singto dan menenggalamkan wajahnya di leher Singto.

"Seharusnya ini yang aku lakukan ketika bangun saat itu, memelukmu seperti ini.", ucap Krist.
Keduanya menangis di dalam dekapan masing-masing, melepas kerinduan yang selama ini terpendam. Krist merasakan hati nya yang hampa telah terisi kembali. Ia tidak salah, hati nya tidak salah. Ia masih sangat mencintai laki-laki yang ada dalam pelukannya itu.

Setelah keduanya cukup tenang, mereka duduk di bangku taman. Mereka memandang matahari yang hampir terbenam dan langit menjadi berwarna oranye, menghadirkan senja yang sangat indah. Namun bagi Singto, indahnya senja masih kalah dengan cahaya mataharinya yang kembali bersinar.

"Aku masih belum bisa mengingat. Apa kamu tidak apa-apa? Aku melupakan semua kenangan kita.", ucap Krist.

Singto meraih tangan Krist dan menggenggamnya, "tidak apa-apa, biar aku yang mengingatnya. Kita dapat membuat kenangan baru. Tapi Krist—", Singto berhenti di tengah kalimatnya, sehingga membuat Krist menatapnya, "tapi apa?".

"Apa yang membuatmu mau kembali padaku jika kamu belum mengingatku?", tanya Singto sembari melepas genggamannya, "Apa aku membuatmu tidak nyaman?", sambung Singto yang terlihat khawatir.

Krist meraih kembali tangan Singto dan gantian menggenggamnya, "karena setelah kamu tidak pernah datang menemuiku, aku selalu merasa sedih. Kesedihan yang aku sendiri tidak tahu karena apa, rasanya sakit. Rasanya seperti aku mati rasa, ada suatu hal yang hilang dan membuatku tidak bisa merasa senang meskipun semua keluargaku bersamaku. Lalu aku menemukan barang-barang lama ku, aku melihat semua kenangan kita yang tidak ku ingat. Disitu aku sadar... Aku.. masih memiliki perasaan padamu."

Singto tersenyum lebar dengan mata yang berbinar-binar mendengar pengakuan Krist itu. "Jadi.. Orang yang di hadapanku sekarang Krist pacarku, kan?", tanya Singto.

Krist mengangguk-angguk sambil tersenyum manis hingga lesung pipit di ujung bibirnya nampak.
"Meski aku belum bisa mengingat semuanya, aku masih mencintaimu.", ucap Krist.

"Meski kamu tidak mencintaiku sekalipun, aku akan membuatmu jatuh cinta lagi padaku.", jawab Singto sembari menarik wajah Krist mendekat padanya dan menciumnya. Krist merasakan kehangatan dari bibir yang menyentuh bibirnya itu, rasanya nyaman. Ia sama sekali tidak merasa takut.

"By the way Singto.", ucap Krist ketika ciuman mereka terlepas.

"Huh? Ada apa Krist?"

"Siapa orang-orang menyeramkan yang berdiri di dekat lift?"

The Solar HollowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang