17. Kenyataan

225 50 21
                                    

Gadis itu terbangun, ia sudah berada dikamarnya. Terdapat Jean, Max, dan juga Emma.

"Kita bicarakan nanti," ucap Jean pada Max sebelum ia mendekati Agent Van. Max mengangguk saja beralih duduk disalah satu kursi.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Jean memastikan.

"Apa kau tidur? Sudah tiga jam kami menunggumu bangun." Emma terkekeh, sedikit lega akhirnya Agent Van membuka mata. "Aku pergi dulu, beristirahatlah," ucap Emma kemudian pergi.

"Hm, sepertinya kalian ingin bicara berdua, aku pergi." Max menyusul kepergian Emma menyisakan Agent Van dan Jean.

Jean duduk ditepi kasur, menatap gadis itu dengan tatapan sulit diartikan.

"Selena?"

Kata itu terucap dari bibir Jean hingga membuat Agent Van langsung memegang kepalanya.

"Namamu adalah, Selena." Jean kembali bersuara hingga saat Agent Van menodongkan pistol padanya, Jean mengangkat tangan dan menutup mulut.

"Berhenti, mengucapkan itu!" Agent Van mengusap keningnya yang berkeringat. Ia menaruh kembali pistolnya dengan dua tangan yang masih memegang kepalanya sendiri.

"Tenanglah, aku akan membantumu..." ucap Jean lembut.

"Apa yang baru saja terjadi?" tanya Agent Van saat ia sudah sedikit tenang.

"Misi di pusat perbelanjaan," jawab Jean.

Agent Van terdiam. "Aku mengingatnya..." ucap gadis itu.

"Apa permenku masih ada?"

Jean menepuk pipi Agent Van dengan kesalnya.

"Kapan kau akan berpikir dewasa!?" kesal Jean memegang dua bahu gadis itu. "Bukan 'kah kau sudah tidur dengan---"

Jean menghentikan kalimatnya, wajah polos gadis itu benar-benar membuatnya gemas sekaligus kesal. Mengapa kepalanya terus mengingat hal itu, hal yang tidak seharusnya ia ingat.

"Menyebalkan!" gerutu Jean duduk menjauhi Agent Van.

"Apa salahku? Aku 'kan hanya bertanya soal permen itu," gumam Agent Van duduk disamping Jean.

"Hei, apa kau gugup!?" tanya Agent Van tiba-tiba saat matanya menatap raut wajah Jean.

"Diamlah, aku sedang menahan sesuatu!" balas Jean sinis.

Agent Van meracau pelan lalu kembali merebahkan tubuhnya dikasur membelakangi Jean.

"Tutup pintunya jika kau----"

Kalimat Agent Van terhenti saat seseorang memeluknya dari belakang.

"E... eh..." gadis itu melotot hendak berbalik namun pelukannya malah semakin erat.

"Bagaimana kau bisa tidur dengan pria itu? Menyebalkan!" Jean menggerutu membuat Agent Van terdiam menarik selimut menutupi wajahnya sendiri yang sudah memerah.

Sementara ditempat lain, seorang pemuda datang mengunjungi dua buah makam yang sebenarnya ia tahu kalau dibawah sana tidak ada apapun. Roman, pemuda itu adalah Roman, ia tumbuh menjadi lelaki tampan dengan perawakan tegap.

"Kak Van, apa kau percaya kalau aku bertemu dengan Selena?"

Roman menyeka air matanya, apa yang sebenarnya terjadi. Seingatnya dulu, Selena tak masuk sekolah dan tiba-tiba terdengar kabar kecelakaan mobil.

"Sebenarnya kalian ada dimana..." gumam Roman menyenderkan kepalanya batu batu nisan  seorang bernama 'Alevan Dykara'.

Roman berganti pada makam disebelahnya, disana tertulis sebuah nama, 'Alea Ratu Aneska'.

Te Amo 3 ( Selena Aneska )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang