"Lokasi Agent Van tak dapat terdeteksi, apa ia melepas alat pelacaknya!?"
Max bicara pada teman-temannya diruangan pribadi. Disana terdapat Jean, Lucky, Petrick, Mila, Bill dan juga Emma.
"Mungkin saja dia tak punya kesempatan mengaktifkannya," ucap Lucky mencoba berpikir jernih.
"Agent Van itu tangguh, mungkin saja dia sudah lari dari pria itu---"
"Tapi dia masih belum memberikan tanda keberadaannya!? Apa kau dapat berpikir kalau dia bisa lari dari sana!?" tanya Jean memotong ucapan Bill.
Petrick mencoba menenangkan pemuda itu, membawanya berdiri menjauh dari teman-temannya.
"Tenanglah, kita akan menemukan gadismu," kekeh Petrick membuat Jean semakin kesal hingga ia langsung pergi meninggalkan ruangan itu.
"Aku tak salah dengar? Si bodoh itu menyukai Agent Van?" tanya Emma pada Petrick.
"Sepertinya iya, apalagi saat ku bilang kalau Agent Van belum pernah tidur dengan pria!" ucap Petrick membuat Lucky tertawa begitu pun Max.
"Kalian ini! Fokus pada masalah yang ada," gerutu Mila pada teman-temannya.
Di sebuah kamar, gadis manis tengah menyantap makanan dengan lahapnya. Ia tak peduli meski dengan tangannya yang terbergol pada tiang ranjang sang empu kamar, yang ada dikepalanya sekarang hanya makanan.
"Kau tak takut jika makanan itu sudah ku beri racun?"
Ale bertanya, pria itu duduk disofa dengan segelas wine ditangannya.
"Kau tak akan membunuhku dengan cara itu," ucap Agent Van dengan santainya kembali melahap makanan.
"Lalu kau ingin cara yang seperti apa?" tanya Ale lagi.
Agent Van diam sejenak. "Entah," ucapnya singkat.
Ale mendekat kemudian melepas bergol dikedua tangan Agent Van. Ia mendudukkan gadis itu dikasur meski dengan penampilan yang terbilang sangat berantakan.
"Sebelumnya, aku mengira kau adalah wanita dengan otot besar dan wajah mengerikan. Tapi ternyata kau hanyalah gadis belasan tahun yang direkrut oleh pulau itu, mereka menyiksamu dengan latihan, apakah aku benar?"
Agent Van mengangguk sembari mengusap sudut bibirnya.
"Siapa namamu?" tanya Ale.
"Aku lupa! Bukan kah aku sudah mengatakan itu padamu," jawab Agent Van kembali meraih makanan.
"Kalau begitu, kau berasal dari mana?"
Gadis itu terdiam cukup lama mencoba mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan pria dihadapannya.
"Asalku?" tanya Agent Van.
"Aku... lupa... mungkin sudah lama aku tidak mendengar kata itu," ucap Agent Van lagi hingga membuat Ale yakin kalau orang-orang dipulau itu sudah mencuci otak gadis belia 17 tahun untuk menghadapi dirinya.
"Sudah berapa lama kau berada disana?" tanya Ale.
"Sejak aku kehilangan segalanya," jawab Agent Van tanpa berpikir panjang.
"Seperti?" tanya Ale dengan dua tangan yang masih berada pada pinggang gadis itu.
Agent Van kembali terdiam. "Aku kehilangan, tapi kehilangan apa? Aku hanya merasakan rasa sakit itu ketika kehilangan, aku tak ingin merasakannya lagi."
Ale mengangguk mengerti. "Seperti diriku," ucap pria itu mengusap bekas luka yang sudah diobatinya pada kening Agent Van.
"Kau, kehilangan? Apa itu!?" tanya Agent Van bersemangat.
"Gadisku."
Mereka diam dengan tatapan sulit diartikan. Mereka tak sadar bahwa satu sama lain saling mencari. Mereka lupa akan rasa itu, seolah menjadi asing diantara satu sama lain.
"Matamu sangat indah," ucap Agent Van saat punggungnya menyentuh kasur. "Mengingatkanku pada seseorang," ucap gadis itu lagi saat tangan Ale menyusup kebelakang lehernya.
"Tunggu," cegah Agent Van memalingkan wajah dari wajah Ale yang sudah berjarak sangat dekat.
"Hm?" tanya Ale pelan.
"Aku belum pernah melakukan hal ini..." kedua pipi gadis itu merona membuat Ale tersenyum menahan tawa.
Ale melepaskan pakaian gadis itu dengan mudahnya, dan betapa terkejutnya ia saat mendapati banyak bekas luka pada perut dan beberapa titik sensitif gadis itu.
"Mereka menyiksamu," ucap Ale parau.
"Berhenti memandangiku!!" teriak gadis itu dengan rona merah yang tak dapat disembunyikannya lagi. Ale tertawa pelan kemudian menarik selimut menutupi tubuh mereka.
Malam itu, Ale berpikir kalau ia mengingkari janjinya sendiri. Ia mengkhianati gadisnya, Selena. Tapi dibalik itu semua, ia tak tahu bahwa gadis manis yang tidur bersamanya adalah, Selena.
Ale terbangun, matanya menatap wajah seorang gadis yang berjarak sangat dekat dengan wajahnya. Tangannya terangkat menyelipkan anak rambut gadis itu. Luka cakaran terlihat jelas pada lengan dan juga punggung Ale.
"Sialan... kau akan terus disini, bersamaku, menemaniku, selamanya sampai aku menemukan gadisku."
"Aku ingin merasakannya lagi," ucap Ale memandang wajah damai gadis itu. "Menjaga seseorang dan melindunginya." Sambung pria itu.
"Tak akan ku biarkan orang-orang dari pulau itu membawamu pergi dariku, aku bersumpah."
"Jika kau sudah tidur bersamaku, berarti kau adalah milikku."
"Gadis manis..."
Ale kembali menutup matanya dan saat itu pula Agent Van langsung membuka mata kemudian memencet sesuatu yang berada dibelakang lehernya. Mungkin pria yang bersamanya sekarang tak menyadari hal itu.
Agent Van kembali memejamkan matanya, membiarkan pria itu menarik tubuhnya kedalam dekapan hangatnya.
"Selena," panggil Ale.
"Aku akan menemukanmu..." Ale bergumam pelan.
"Nama itu sangat indah," ucap Agent Van membuat Ale membuka matanya.
"Karena dia adalah gadisku," balas Ale.
"Jadi kau kehilangan dirinya?" tanya Agent Van, Ale langsung mengangguk sembari menyentuh wajah gadis itu dengan telunjuknya.
"Aku kehilangan diriku," ucap Agent Van pelan dengan tatapan kosong memandang Ale.
"Ya, aku kehilang diriku---"
"Kau diperbudak oleh orang-orang di pulau." Ale memotong kalimat gadis itu.
"Mungkin..." jawab Agent Van dengan anggukan pelan.
"Apakah tadi terasa sakit?" tanya Ale menaikkan satu alisnya.
Agent Van mengangguk menyembunyikan wajahnya dibalik bantal hingga membuat Ale tertawa pelan.
TBC..
Hahay🙏🏻🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 3 ( Selena Aneska )
AcciónMereka menyebutnya, "Agent Van." Sebagian lagi menyebutnya, "Gadis Gila." Ya, gadis belia 17 tahun itu adalah Selena Aneska. Ia tumbuh menjadi gadis cantik, pandai dan cekatan. Ia sudah menangani banyak kasus kriminal yang dimana dalang dibalik semu...