Dor...
"Akh..."
Selena meringis saat sebuah timah panas menusuk punggungnya hingga membuat Jean terkejut langsung membuka mata dan seseorang langsung pergi meninggalkan pintu yang terbuka.
"Hei!?" Jean menatap mata sayup Selena, darah mulai membasahi tangan Jean yang masih memeluk gadis itu.
"Bodoh..." kekeh Selena sebelum jatuh dalam dekapan Jean.
"Apa yang---"
"Siapapun! Tolong aku!!!"
"Arghhhh!!!"
Jean mengumpat, menggendong gadis itu setelah menyimpan pistol milik Selena dibalik bajunya. Ia bertemu dengan Roman yang tengah berbicara bersama Alma didepan toilet rumah sakit.
"Astaga!?"
Roman panik, mendekat menghubungi seseorang.
"Apa yang terjadi!? Dia tertembak?" tanya Alma panik.
"Selena! Bangun!" Jean berteriak menyerukan nama gadis itu membuat Alma diam sejenak hingga saat dua orang pria menghampiri mereka, gadis itu memilih diam saja sebab tak tahu menahu apa yang terjadi pada mereka.
Alevan diam beberapa detik menatap gadisnya yang berada digendongan lelaki lain.
"Bodoh!!! Jangan hanya diam!" bentak Jean membuat Artha menampilkan ekspresi kesal karena sudah berani menghina tuannya.
"Cepat panggil Dokter!" ucap Jean namun Alevan malah memerintah Artha untuk mengambil alih Selena dan membawanya pergi diikuti Roman. Kini tinggal lah Jean dan Alevan yang berhadapan dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.
"Membunuh orang yang kau anggap musuh lebih mudah daripada membunuh orang yang kau anggap teman."
Alevan mengambil pistol milik Selena yang Jean simpan dibalik bajunya. Alevan pergi begitu saja hingga Jean berlutut menatap tangannya yang dipenuhi darah Selena.
"Jean," panggil Alma hendak membantu namun Jean menepis tangan gadis itu dan memilih pergi dengan amarah yang menggebu-gebu.
Beberapa jam kemudian, Selena terbangun dengan mendapati Alevan tengah berdiri membelakanginya.
"Shhh..." Selena meringis mencoba bangun kemudian memakai baju yang berada didekatnya guna menutupi perban yang melilit bagian tubuhnya.
"Peluru ini, berasal dari pistol organisasimu," ucap Alevan menatap gadisnya.
Alevan sendiri lah yang menangani Selena, saat ini mereka sudah berada di kamar apartemen. Artha dan Roman menunggu diluar, mungkin sedang berdebat.
"Kau tertinggal beberapa point," ucap Alevan mendekat kemudian memeluk gadisnya dengan hati-hati.
"Apa kau tahu siapa pelakunya, sayang?" tanya Alevan.
Selena mengangguk. "Dia memang menodongkan senjata padaku sebelum kami masuk keruangan," tutur Selena meringis pelan.
"Sekarang kau tahu siapa musuh?" tanya Ale.
Selena kembali mengangguk.
"Baguslah," ucap Alevan melepas pelukannya kemudian mencium singkat pipi gadisnya.
"Jangan sampai terluka lagi," ucap Alevan menyesal telah memberikan ijin pada gadisnya untuk meninggalkan apartemen untuk menemui Jean.
"Apa aku lalai?" tanya Selena.
Alevan menggeleng. "Kau hanya kurang beruntung," jawab Alevan kemudian tersenyum.
Ketukan pintu terdengar jelas, Alevan membuka pintu dan ternyata Jean berada bersama Roman dan Artha. Pemuda itu langsung masuk kekamar kemudian memeluk Selena.
"Gadis gila! Kau membuatku hampir gila! Apa yang terjadi!?" teriak Jean kesal hingga Selena hanya bisa melotot mendapati Alevan yang nampak sangat marah begitu pun Artha dan Roman.
Artha dan Roman langsung bergerak menjauhkan Jean hingga Selena sampai tersedak akibat pelukan erat pemuda itu.
"Kau!? Apa yang kau lakukan padanya!?" tanya Jean saat ia sudah dipegangi oleh Artha dan Roman.
"Bocah sialannn!!!" marah Alevan lalu memukul wajah Jean.
"Beraninya masuk kekamarku! Memeluk gadisku!? Apa kau mencari mati!?" tanya Alevan kesal bukan main.
Hening beberapa detik, Jean nampak lugu hingga tak ada perlawanan, Artha dan Roman melepaskannya secara perlahan.
"Aku... memang bodoh... Arghhh!!!" Jean kesal sendiri lalu keluar kamar diikuti Roman.
"Kau tak apa?" tanya Artha mendekati Selena.
Selena tak menjawab dan memberi kode bahwa Alevan nampak masih marah pada Jean. Artha terdiam sejenak lalu memeluk Selena.
"Untunglah kau tidak kenapa-napa... aku sangat khawatir, melebihi tuanku!!!" ucap Artha mengerucutkan bibirnya hingga membuat Alevan yang kelewatan kesal langsung menyiram Artha dengan segelas air.
Selena tertawa terbahak-bahak meski sesekali meringis akibat nyeri dipunggungnya. Artha tersenyum pada sang tuan, lalu mengusap pucuk kepala Selena.
"Menyenangkan bukan? berada bersama seorang Tuan yang masih kekanak-kanakan," kekeh Artha bangkit dari duduknya dengan hormat membungkukkan diri pada Alevan.
"Menyebalkan!" kesal Alevan kembali berada didekat Selena.
"Kau sangat lucu saat marah seperti tadi." Selena menatap Alevan dengan tatapan polos dan senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya.
"Pergi kau," usir Alevan pada Artha.
"Siap, Tuan." Jawab Artha masih menahan tawa kemudian pergi sembari menutup pintu.
"Apa-apaan mereka?! Sudah cukup, aku diganggu oleh Roman dan sekarang Jean si bodoh itu!?" gerutu Alevan kesal.
"Hei, tenanglah." Selena menyenderkan kepalanya pada bahu Alevan.
"Mungkin mereka akan membantu," ucap Selena memejamkan matanya.
"Aku tak mengharapkan bantuan mereka," gumam Alevan mengusap tangan Selena.
Di luar kamar, Roman kembali berdebat dengan Jean bahkan kali ini Artha ikut andil dalam perdebatan itu. Jadi siapa yang kekanak-kanakan.
"Aku tak mau tahu! Max terluka karena kalian! Aku sangat ingin membunuh kaliannn!!!" teriak Jean melempari Roman dan Artha dengan barang-barang disekitarnya.
"Bodoh! Jangan membuat ruangan ini berantakan!" balas Artha tak mau kalah.
"Hei, jangan berisik! Tutup mulut kalian!" Roman kesal bukan main.
"Menyebalkan!" teriak mereka bertiga bersama-sama kemudian tenang duduk disofa sambil menarik napas gusar.
"Sudah lah! Aku ada urusan!" Artha pergi begitu saja dengan kesalnya menatap ruangan yang berantakan.
"Bereskan itu semua, aku lapar!" perintah Roman pada Jean.
"Hei----"
"Kalau tak mau membereskannya, ikut bersamaku!" potong Roman pada ucapan Jean dan mereka pun pergi meninggalkan kamar apartemen tersebut.
Di tempat lain, Rudeus memegang pistol sembari menatap puteranya yang masih terbujur kaku tanpa ada pergerakan sedikit pun.
"Jangan percaya pada siapapun," ucap Rudeus menyimpan pistol tersebut.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 3 ( Selena Aneska )
ActionMereka menyebutnya, "Agent Van." Sebagian lagi menyebutnya, "Gadis Gila." Ya, gadis belia 17 tahun itu adalah Selena Aneska. Ia tumbuh menjadi gadis cantik, pandai dan cekatan. Ia sudah menangani banyak kasus kriminal yang dimana dalang dibalik semu...