"Makan lah," ucap Roman menyodorkan sepiring makanan pada Jean. Saat ini mereka tengah berada di apartemen milik Roman.
"Kau pasti memberinya racun!" tukas Jean memalingkan wajah.
Roman yang kesal langsung mengangkat piring tersebut kemudian memakan makanannya dengan rakus hingga membuat Jean meneguk ludah.
"Apa masih ada?" cicit Jean saat Roman menyelesaikan makannya.
Mereka makan bersama, tanpa ada candaan sedikit pun hingga saat Roman menyalakan televisi guna memecah keheningan. Sebuah tayangan berita berhasil membuat mereka terkejut.
"Sosok Mr. Ale, tertangkap kamera..." eja Roman yang langsung mengepalkan tangan.
"Berita macam apa ini!?" tanya Jean menggentikan makannya.
"Hei, jadi kau memihak siapa? Organisasimu, atau kami?" tanya Roman membuat Jean terdiam.
"Aku tidak bisa memaafkan apa yang telah ia lakukan pada rekan-rekanku. Tetapi aku mengerti alasan ia melakukan itu," ucap Jean pelan.
"Sudahlah, ikuti saja kata hatimu." Roman melempar senyum bersahabat dan langsung diangguki oleh Jean.
"Hei! Tunggu! Bukan kah Alma seorang penyidik, kita bisa meminta bantuannya untuk menghapus berita ini? Benar 'kan!?" girang Jean pada Roman.
"Alma?" tanya Roman berpikir sejenak.
"Mungkin masih sempat sebelum berita ini menyebar!" sambung Roman satu pemikiran dengan Jean.
"Jangan besar hati, aku tak melindungi Mr. Ale. Aku hanya tak ingin Selena terlibat jika nantinya terjadi suatu hal pada Mr. Ale," sinis Jean membuat Roman tertawa.
"Bodoh... bodoh. Jika kau sudah berada dipihaknya! Sudah pasti bukan hanya Selena yang terlibat, tetapi aku, dan kau juga!" ucap Roman hingga Jean nampak berpikir kemudian memukul meja.
"Sudahlah, ikuti saja alurnya." Roman mengalih tayangan televisi dan mereka kembali melanjutkan makan.
Hari kembali berganti, Selena terbangun dari tidurnya dan Alevan sudah tak berada disampingnya. Gadis itu melangkah keluar kamar mendapati beberapa penjaga termasuk Artha berjaga diruangan apartemen.
"Kau mencari Tuan?" tanya Artha.
"Dia sedang menemui rekannya, menyangkut berita ditelevisi yang beredar tentang wajah tampan anak itu," ucap Artha membuat perasaan Selena tak enak.
"Aku ingin bicara denganmu," ucap Selena memerintahkan Artha masuk kekamar.
"Ada apa?" tanya Artha.
"Apa kalian mampu menangani ini? Aku dulunya seorang agent, kasusnya begitu banyak mungkin tak ada hukuman yang setimpal atas perbuatannya meskipun ia sudah pasti divonis mati." Selena berucap membuat Artha tersenyum pada gadis itu.
"Serahkan semuanya padaku, aku pernah melewati yang lebih parah dari ini." Artha berhasil membuat Selena dapat bernapas lega.
"Jean, temanmu itu. Dia berada dipihak kita, mungkin Max yang aku tembak tempo hari juga sama." Artha memperjelas melangkah menuju lemari kamar dan berakhir pada sebuah kotak berukuran sedang.
"Selena," panggil Artha.
"Apa kau mengingat Avika?" tanya Artha membuat Selena menggeleng tanda tak tahu.
"Apa aku terlihat tampan?" kekeh Artha menunjukkan sebuah foto dimana dua pasang pemuda pemudi yakni, Revan dan Alea, dirinya dan Vika.
"Dia, cantik..." puji Selena menyentuh wajah Alea yang tersenyum manis pada kamera.
"Sang Ratu maksud mu?" tanya Artha. "Tentu saja, Tuan lamaku sangat tergila-gila padanya," kekeh Artha menahan sesak dihatinya.
"Dia gadismu?" tanya Selena menatap wajah Vika. Artha diam tak menjawab.
"Dia adalah separuh nyawaku," jawab Artha duduk didekat gadis itu.
"Ini Revan," ucap Selena pada seorang lelaki tampan, dengan setelan jas hitam. Ekspresinya tak mengulas sedikit senyum pun, sorot matanya tajam, alis tebal dengan hidung mancung dan bibir sexy.
"Seperti Alevan," ucap Selena tersenyum tipis.
"Entah untuk berapa tahun lagi aku hidup, aku hanya ingin mengabdikan hidupku pada Tuanku."
Selena menatap Artha kemudian memeluknya.
"Kita hanya perlu menyelesaikan semuanya, kita tak mungkin berada dimedan perang sampai akhir hidup. Aku bersama kalian," ucap Selena membuat Artha senang lalu mengangguk.
Sementara itu, Alevan berada diruangan Mr. Ferdo. Tak menampilkan ekspresi apapun saat Mr. Ferdo mengajaknya bicara tentang berita yang beredar ditelevisi.
"Aku akan menanggung biaya operasi untuk wajahmu."
Kalimat Mr. Ferdo berakhir. Alevan menatapnya jengah kemudian mengacak-ngacak rambutnya.
"Kau membuatku lelah," ucap Alevan kemudian meneguk segelas jus yang memang disediakan oleh Mr. Ferdo.
"Tuan, aku tak ingin terjadi sesuatu padamu. Aku tak ingin darah Revan berhenti padamu, aku---"
Pranskkkss!!!"
Alevan menjatuhkan gelasnya hingga membuat Mr. Ferdo terkejut.
"Jangan meragukanku." Alevan menatap Mr. Ferdo dengan tajam meskipun yang berada dihadapannya sekarang ini adalah salah satu bos mafia yang beberapa organisasi kepolisian berada dibawah kekuasaannya.
"Maafkan aku, Tuan." Ucap Mr. Ferdo dengan sopan hingga membuat anak buahnya sempat terkejut.
"Sudah lah, aku pergi." Alevan bangkit dari duduknya hendak dicegah oleh Mr. Ferdo namun lelaki itu kembali mengurungkan niatnya.
"Tuan," panggil Mr. Ferdo saat Alevan berada diambang pintu.
"Apapun yang terjadi, aku akan selalu berada dipihakmu," ucap Mr. Ferdo mantap. Alevan hanya mengangguk tanpa menoleh lalu melanjutkan langkahnya.
Setibanya di apartemen, Alevan tersenyum mendapati gadisnya tengah makan bersama Artha.
"Tuan," panggil Artha.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Selena pada Alevan.
"Tidak ada. Pertemuan dengan Mr. Ferdo benar-benar membuatku bosan. Aku hanya memikirkanmu," balas Alevan membuat Artha tertawa pelan lalu memilih pergi meninggalkan meja makan.
"Kau mau?" tawar Selena menyuapi Alevan.
"Artha yang memasak," tambah Selena saat Alevan sudah mengunyah makanan tersebut.
"Bagaimana lukamu?" tanya Alevan melirik sejenak pada punggung gadisnya.
"Sudah tak apa," jawab Selena diakhiri senyum manis.
"Aku mencintaimu," ucap Alevan mengusap sudut bibir Selena.
"Aku menyerahkan seluruh hidupku padamu," balas Selena membuat Alevan tersenyum senang kemudian mengusap lembut pucuk kepala gadis itu.
"Sialan, bermesraan dihadapanku. Apa mereka tak menganggap keberadaanku?"
Roman mengumpat dalam hati kemudian mengangkat piring lalu membawanya pergi menyusul Artha.
"Rome!" panggil Selena namun tak mendapat respon apapun.
"Hei, dimana Jean?" kini Alevan yang bertanya.
"Menemui Alma, teman sekampusku yang kemarin ku ceritakan pada kalian," jawab Roman enggan menoleh lalu melanjutkan langkahnya.
"Gadis itu, ya?" tanya Selena.
Alevan pun mengangguk.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 3 ( Selena Aneska )
ActionMereka menyebutnya, "Agent Van." Sebagian lagi menyebutnya, "Gadis Gila." Ya, gadis belia 17 tahun itu adalah Selena Aneska. Ia tumbuh menjadi gadis cantik, pandai dan cekatan. Ia sudah menangani banyak kasus kriminal yang dimana dalang dibalik semu...