"Aku sudah melaksanakan perintahmu," ucap seorang gadis pada pria dihadapannya.
"Hm..." Rudeus bergumam menatap gadis yang tiada lain adalah Alma Scarlett, seorang penyidik muda kepolisian yang dinaungi oleh Rudeus dan rekan-rekan petinggi akademik.
"Kau dalam bahaya, sudah pasti mereka mengetahui dirimu yang sebenarnya," kekeh Rudeus dengan santainya membuat Alma pucat seketika.
"Jean akan membenciku," ucap Alma pelan.
"Dunia membenciku," balas Rudeus.
"Semua rencanaku berantakan, Alevan kembali mengambil Selena dari genggamanku, bahkan Jean si bodoh dari akademik juga berpihak pada mereka. Puteraku tertembak dan belum sadarkan diri. Segalanya hancur hanya karena keegoisan Alevan."
"Tak memungkinkan bagiku untuk kembali ke akademik tanpa membawa Selena, Jean, dan juga Max. Kembali mengatur semuanya dari awal bahkan mungkin menghapus ingatan mereka termasuk Jean."
Alma terkejut mendengar penjelasan Rudeus kemudian kembali menundukkan wajah tak bisa berharap banyak. Jika hal itu terjadi, maka Jean akan melupakannya.
"Pergi lah," perintah Rudeus yang langsung dipatuhi oleh Alma.
"Baik lah, dimana kalian bersembunyi sekarang," gumam Rudeus pelan.
Berita ditelevisi berhasil membuat geger kota, tampang sketsa wajah Alevan, Selena, Artha, Roman dan juga Jean terpampang jelas dilayar televisi. Bahkan para polisi mulai membagikannya pada warga setempat juga menempel poster pada dinding-dinding jalanan kota.
"Arghh..."
Alevan mencoba menahan emosinya tak ingin membangunkan Selena yang lelap dalam tidurnya saat Mr. Ferdo kembali menghubunginya tanpa perantara Artha.
"Ada apa?" tanya Selena terbangun dari tidurnya.
"Aku hanya ingin bersamamu," pelan Alevan melempar ponselnya mensejajarkan posisi wajahnya dengan Selena.
"Mengapa mereka bersikeras menjauhkanmu dariku?"
"Mengapa dunia begitu kejam?"
Tok... Tok... Tok...
Suara ketukan pintu terdengar yang mungkin berasal dari Artha.
"Jangan," cegah Alevan saat Selena hendak bangkit menghampiri pintu.
"Sebentar saja," ucap Alevan mencium lama kening gadis itu.
"Terus lah hidup, meski nantinya tanpa diriku." Alevan menggenggam tangan Selena, mendekap gadis itu dengan perlahan.
"Tidak akan," jawab Selena.
"Aku lebih memilih mati bersamamu," ucap Selena membuat Alevan mendesis meminta gadisnya untuk diam.
"Jangan seperti sang Ratu," ujar Alevan membuat Selena terdiam.
"Aku sudah bersumpah pada diriku sendiri untuk selalu berada disampingmu," ucap Selena membalas pelukan Alevan, terasa hangat dan nyaman.
Selena ingin berada dalam dekapan pria itu dalam waktu yang lama bahkan mungkin hingga maut yang memisahkan.
"Jangan menangis," tegur Alevan diakhiri senyum kecil.
"Siapa yang tidak menangis jika membahas kematian, bodoh..." balas Selena menahan isakannya.
Alevan kembali teringat perkataan Artha. Tuan lamanya tak takut akan kematian, bahkan menantang kematian sekaligus.
"Artha benar," ucap Alevan. "Mungkin yang tersisa diakhir hanya dirinya," kekeh Alevan pelan.
"Tidak mungkin, dia tak akan membiarkan Tuannya dalam bahaya," balas Selena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 3 ( Selena Aneska )
AksiMereka menyebutnya, "Agent Van." Sebagian lagi menyebutnya, "Gadis Gila." Ya, gadis belia 17 tahun itu adalah Selena Aneska. Ia tumbuh menjadi gadis cantik, pandai dan cekatan. Ia sudah menangani banyak kasus kriminal yang dimana dalang dibalik semu...