Bagian 3

7K 590 10
                                    

Sore hari, Aris sudah bersiap dengan setelan kasual dan kunci mobil di tangannya. Tidak seperti biasa, hari ini Aris memang memutuskan untuk keluar dengan mobil. Karena apa? Karena hari ini Aris berencana mengajak gebetannya berkencan. Tentu bukan hal mudah untuk bisa membawa mobil, apalagi dia belum punya SIM. Meski begitu, Aris sudah cukup mahir mengendarai mobil. Untungnya, Aris meminjam kepada papinya, kalau dengan maminya tidak peduli bagaimana Aris merayu tetap tidak akan dibolehin.

“ Mau kemana lo?” seseorang bertanya kepada Aris saat dia sedang berjalan menuju pintu.

“ Mau jalan-jalan bentar,” jawab Aris acuh sambil meneruskan langkahnya keluar rumah.

“ Ikut,” ucap Ares tiba-tiba, yang membuat Aris menghentikan langkahnya dan berbalik.

“ Nggak bisa, gue mau nge-date jadi lo nggak bisa ikut,” tolak Aris langsung.
Ya kali dia mau kencan ngajak saudara, kan nggak etis banget.

“ Gue nebeng ke toko buku bentar habis itu Lo bisa kencan, gue bakal diem nggak ganggu,” ucap Ares dengan santainya.

“ Lo pergi sendiri aja deh, pakai motor gue sana,” Aris mencoba mendorong Ares ke kamar, menyuruhnya mengambil kunci motor, tapi Ares tak bergeming.

“ Sekalian aja kenapa sih? Biar hemat bensin,” ujar Ares.

“ Masalahnya gue mau bawa cewek, nggak lucu kalau Lo ikut,” Aris masih mencoba mendorong Ares masuk.

“ Gue nanti duduk di belakang, jadi nggak ganggu,”

“ Tetap aja...,”

“ Kalau nggak gue bilangin ke mami Lo bawa mobil,” ancam Ares.

Aris pun langsung berhenti mendorong Ares. Saat ini kedua orang tua mereka memang sedang tidak di rumah, karena sedang menghadiri acara kantor sang papi dan kemungkinan pulang malam. Itulah kenapa papi memberi Aris izin membawa mobil, asalkan sudah di rumah sebelum mereka pulang. Tapi sayangnya, si es batu Ares malah mengacaukan rencananya. Membuat Aris kesal, akhirnya Aris terpaksa mengiyakan saja permintaan Ares yang ingin ikut.

“ Ris, lo yakin ngajak kembaran lo?” tanya Gina, cewek gebetan Aris, sambil menunjuk ke kursi mobil di belakang di mana Ares berada.

“ Iya, nggak papa kan? Dia Cuma nebeng ke toko buku kok,” ujar Aris sambil terkekeh pelan. Sebenarnya sumpah Aris malu banget.

“ O-oke,” kata Gina canggung, masih sesekali melirik Ares di belakang lewat kaca spion.

Begitu sampai di toko buku, Aris langsung menyuruh Ares keluar. Tapi, soalnya Ares itu ibarat dikasih hati minta jantung,  bisa-bisanya dia malah minta di tunggu.

“ Cuma sebentar kok, gue cuma mau beli buku yang kemarin gue liat, karena nggak bawa uang gue minta simpanin dulu,” ucap Ares.

“ Bro, masalahnya gue ini mau...,” ucapan Aris terpotong saat melihat Ares mengeluarkan Hp-nya.

“ Oke gue tunggu,” ucap Aris terpaksa.
Aris menoleh ke samping kirinya, dan terlihat Gina yang menatap kesal ke arahnya. Hancur sudah! Batinnya. Kenyataannya, memang Aris harus pulang dengan perasaan hampa.

“ Ya udahlah, itu berarti dia nggak beneran suka sama lo,” ucap Ares saat keduanya tiba di rumah.

Sementara itu, Aris terus mencoba mengabaikan Ares semenjak di dalam mobil tadi. Dia akan menaiki tangga, ketika Ares tiba-tiba menarik tangannya.

“ Kok lo cuekin gue sih?” tanya Ares, tangannya masih memegang erat tangan Aris.

“ Ya lo pikir aja sendiri,” ucap Aris judes.

“ Kalau cuma karena hal beginian aja dia udah ngambek, mending nggak usah dilanjut deh Ris.  Kalau dia tulus sama lo, dia harus bisa terima lo dan keluarga lo apa adanya, “ ujar Ares.

“ Lo nggak ngerti perasaan gue,” ucap Aris.

Aris menarik tangannya dari genggaman Ares dengan kasar, dia berniat menaiki tangga saat tiba-tiba suara seseorang menginterupsi. Seseorang yang sangat dikenalinya.

“ Eh, baru pada pulang ya?” terdengar suara yang lembut berbicara, tapi Ares dan Aris dapat merasakan aura berbeda dari suara itu.

Dengan perlahan, Aris menoleh ke arah suara itu berasal, tampak sang mami sedang tersenyum yang bagi Aris menyimpan banyak hal tak terduga. Aris mengalihkan tatapannya ke belakang mami, di mana sang papi berdiri. Papinya hanya tersenyum, entah apa maksudnya tapi Aris yakin kalau papinya baru saja mendapatkan sesuatu yang luar biasa dan Aris lebih yakin kalau dirinya akan mendapat yang lebih lagi.

“ Gimana rasanya bawa mobil? Seru? Asyik? Enakan mobil atau motor?” maminya kembali bersuara, membuat suasana menjadi lebih tegang.
Aris mencoba menormalkan detak jantungnya, dengan susah payah dia mencoba tersenyum.

“ Mami nanya loh, kok nggak dijawab?” ucap sang mami lagi.
Aris meraih pundak Ares mencoba menyuruhnya berbicara. Tapi, Ares malah mengacuhkannya.

“ Mami kok pulangnya cepet banget, baru jam tujuh loh mi, emang acaranya udah selesai?” Aris berusaha mengalihkan topik.

“ Udah dong, kamu aja kali yang keasikan bawa mobil sampai lupa lihat jam,” ucap sang mami.

“ Ikut mami, masuk kamar!” titah mami.

Kalau sudah begini, habis sudah nggak ada kata selamat. Aris hanya bisa berdoa, ada malaikat yang lewat terus bikin maminya berubah pikiran.




To be Continue

The Twins, Brother ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang