Bagian 9

3.9K 262 7
                                    

Karin menghampiri Aris yang saat itu tengah bersantai bersama teman-temannya di kantin. Irfan yang menyadari Karin menuju ke arah mereka pun langsung memberitahu Aris.

“Ris, lihat deh, si Karin kayaknya mau ke sini.”

Aris menoleh ke belakang, benar saja dilihatnya Karin berjalan ke arah mereka dengan senyum yang tentunya sukses membuat Aris deg-degan.

“Hai Ris!” sapa Karin.

Aris melongo sebentar, begitu pun yang lainnya. Tumben-tumbenan  Karin mau menyapa Aris duluan, padahal biasanya Aris duluan yang mulai, itu pun tidak terlalu ditanggapi oleh Karin.

“ H-hai juga!” balas Aris, setelah dia selesai dengan keheranannya.

“ Kaki lo kenapa? Kok, diperban?” tanya Karin saat tak sengaja melihat kaki Aris.

“ Oh, ini...biasalah latihan basket terus keseleo,” jawab Aris.

“ Latihan basket?...kapan? Perasaan kemarin lo masih baik-baik aja,”

Karin jelas heran, karena yang dia tahu kemarin Aris masih baik-baik saja. Kapan dia cederanya coba?

“Kemarin sore.”

Nah kan, Karin jadi makin bingung, jelas-jelas kemarin sore Aris bersamanya.

“Kapan latihannya?” gumam Karin.

“Lo bilang sesuatu?”

“Eh, enggak kok, gue nggak ngomong apa-apa,” ucap Karin setelah sadar dari pikirannya.

Karin mencoba melupakan masalah tadi, mungkin saja kan Aris main basket setelah dari kafe kemarin.

“Kalau gitu gue ke sana dulu ya,” kata Karin yang diangguki oleh Aris dan teman-temannya. Tetapi, baru beberapa langkah Karin kembali berbalik.

BTW, jangan lupa bukunya ya,” ucap Karin kemudian benar-benar pergi.
Aris dan yang lainnya masih menatap kepergiannya Karin dengan sedikit heran.

“Lo kasih apa tuh cewek, jadi jinak gitu?” celetuk Damar.

“ Iya nih, perasaan kemarin masih galak,” sambung Damar.

“Tahu deh, gue aja bingung,” ucap Aris.

Memang benar, dia merasa tidak melakukan apa-apa tapi kenapa sikap Karin padanya terlihat berubah. Karin jadi lebih ramah dan lembut padanya. Tapi, tunggu! Tadi Karin sempat bilang buku. Buku apa? Karin tidak salah apa ngomongin buku ke dia. Sejak kapan coba Aris doyan buku. Atau itu hanya alasan Karin untuk mengobrol dengannya, mungkinkah Karin sudah mulai mempunyai perasaan padanya. Pikiran-pikiran itu terus bermunculan di kepala Aris.

“Enggak lo kasih jampi-jampi kan tuh anak orang,” ujar Agil ngasal. Sontak Aris pun langsung menjitak kepalanya.

“demen banget lo jitak kepala gue, kalau gue jadi bego gimana,” Agil mengusap-usap kepalanya.

“Bukannya udah dari dulu ya,” celetuk Dirga yang sedari tadi hanya diam memperhatikan teman-temannya.

“Lo kayaknya emang lebih baik diam deh ga, mulut Lo kalau dah ngomong suka nyelekit. Sakit hati dedek, bang” Agil mengelus dadanya dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat.

“ Kali ini gue bangga sama lo ga,” ujar Aris, kemudian tertawa melihat wajah kusut Agil begitu pun yang lainnya.


***


Kegiatan Aris sepulang sekolah hanyalah berbaring di sofa ruang tamu sambil menonton TV dan sesekali memainkan HP-nya. Tentu ini bukanlah gaya Aris sama sekali, tapi mau bagaimana lagi, mau latihan basket juga kakinya sedang sakit. Kata dokter butuh seminggu atau lebih untuk sembuh. Aris ingin menonton saja teman-teman se-tim-nya berlatih, tapi ada si ‘bodyguard’ Ares itu yang benar-benar mengawasinya. Bahkan tadi bel sekolah Aris baru saja berbunyi, tapi Aris sudah melihat Ares menunggunya di dekat pos satpam lewat jendela. Aris berpikir apakah Ares benar-benar sudah pulang atau bolos hanya demi memastikan dirinya tidak kabur lebih dulu. Bersyukur saja, Ares tidak melarangnya pergi ke sekolah.
Aris tersadar dari diamnya saat melihat Ares yang menghampirinya dengan membawa semangkuk mie.

The Twins, Brother ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang