20. Kembali Seperti Semula

281 65 108
                                    

Cermin itu memancarkan cahaya yang menyilaukan, hingga beberapa detik kemudian cahayanya menghilang. Zeline langsung memegang pinggannya.

"Apa batangnya hilang?" batin Zeline.

Sama halnya Liam dia meraba dadanya. "Gunungnya gak ada, 'kan?" batinnya.

Hingga mereka merasakan perbedaannya, dari tubuh sebelumnya mereka sudah menyimpulkan bahwa pertukarannya telah berhasil kini tubuh dan jiwa mereka berada pada tempat yang sesungguhnya.

"Yee!" seru mereka.

Tanpa sadar Zeline dan Liam berpelukan bak teletubbies meluk dengan erat.

"Akhirnya gue kembali lagi!" seru Zeline.

Tiba-tiba suara dehaman terdengar membuat Zeline dan Liam terdiam dan saling pandang.

"Nikah dulu kalian baru kawin," ucapnya dengan suara serak.

Mereka berdua langsung melepas pelukannya sembari melihat ke sumber suara, dijam malam seperti ini dan berada dalam wilayah yang sepi tidak mungkin jika ada orang. Apalagi orang itu seperti tidak membawa senter ataupun pencahayaan.

Liam menyipitkan mata berusaha untuk melihat dengan jelas orang itu, tak lama orang itu berjalan hingga bisa dilihat oleh mata. Orang itu adalah si kakek-kakek pembawa gayung. Apakah dia kakek gayung?

Zeline bersembunyi di belakang Liam, dia cukup takut mendengar suaranya yang misterius apalagi melihat wajahnya yang menatap tajam.

Kakek itu sudah dekat dengan Liam. "Ternyata kalian mendengar kata-kataku."

Liam menatap Zeline yang bersembunyi di balik tubuhnya dia merasa heran pada kakek ini. Mengapa dia selalu ada setiap ke sini?

"Ka-kakek tinggal di sini?" tanya Liam memberanikan diri.

"Tentu saja," balasnya singkat.

"Apa ... Kakek tahu semuanya?"

"Ya, Kakek yang menjaga cermin ini." Dia menunjuk benda yang dimaksud. "Kakek juga tahu ketika jiwa kalian tertukar."

Zeline mengaga lebar, jika sudah tahu seharusnya dia memberi tahu sejak lama mungkin mereka tidak akan lama bertukar peran dan tubuh, sungguh menyebalkan!

"Kakek juga tidak tahu ada kasus seperti ini, tetapi kakek berharap tidak ada lagi orang yang mengalami ini."

"Ta-tapi kenapa kakek bisa menjaga cermin ini? Apakah kakek tahu tentang asal usul cermin ini?" tanya Zeline.

"Ya, kakek tahu."

"Kalau begitu bagaimana ceritanya cermin terbalik ini bisa menukarkan jiwa orang yang bercermin?" tanya Liam yang juga ikut penasaran.

"Biarlah ini menjadi rahasia ... dan kalian tidak boleh menceritakan ini kepada orang lain," titah kakek itu, lalu dia berbalik untuk pergi tetapi setelah beberapa langkah dia kembali menatap Zeline dan Liam. "Kalian nikah dulu, bahaya."

Zeline dan Liam terpegun, mereka salah tingkah dengan ucapan kakek itu. Tak lama tertengar kekehannya dan seketika kakek itu menghilang dan meninggalkan gayungnya yang terjatuh.

Liam berdeham. "Zel--"

Bruk!

Ucapan Liam terpotong ketika mendengar sesuatu terjatuh tiba-tiba. Ternyata yang terjatuh itu kakek tua yang tadi, apakah kakek ini baru saja jatuh dari langit? Liam menelan salivanya susah payah pasalnya kakek itu menatap tajam dirinya. Apakah dia berbuat kesalahan?

Kemudian kakek itu membungkuk meraih gayungnya yang berbahan kayu dan batok kelapa, Zeline dan Liam saling pandang kecemasan mereka menjadi hilang seketika dan berganti dengan keheranan.

"Maaf mengganggu, gayung kakek ketinggalan."

***

Liam menurunkan Zeline di depan gerbang rumahnya, sangat sepi tetapi masih ada satpam yang berjaga di pos. Liam menerima helm dari Zeline.

"Lo harus baik sama papa lo," ucap Liam.

"Apa?"

"Bukannya lo kangen sama bokap lo?"

Zeline menunduk, sudah lama dia tidak bertemu dengan ayahnya. Apakah dia harus mengaku bahwa dia rindu padanya? Nyatanya memang Zeline tidak peduli jika ayahnya pulang atau tidak, tetap akan sama saja ayahnya tidak akan peduli.

"Lo harus bisa terbuka sama bokap lo, kalau ada masalah ceritakan, kalau ada pertanyaan tanyakan. Hargai selagi ada Zel ketika kehilangan lo menyesal ... ngobrol sama bokap lo dari hati ke hati gue yakin bokap lo bakal ngerti masalah lo."

Zeline bergeming mencerna baik-baik ucapan Liam, apa Liam mengetahui sesuatu selama dia di sini.

"Gue balik dulu," pungkas Liam. "Istirahat, terus semangat belajar ...."

Zeline tersenyum. "Iya, makasih."

"Ya, udah gue pamit. Assalamu'alaikum." Liam menjalankan motornya dan pergi tanpa mendengar balasan Zeline.

"Wa'alaikumus salam," ucap Zeline pelan nyaris bergumam.

***

Zeline menghembuskan nafas dia gugup ketika masuk rumah, sudah lama dia tidak menginjakkan kaki di sini dia rindu dengan rumah ini dan ... papa.

"Zeline kamu udah pulang?" tanya Herdy yang masih duduk di sofa bed.

Zeline menatap ayahnya sendu dari jarak yang tidak terlalu jauh, sesunggunya dia ingin memeluknya erat tetapi entahlah seakan tubuhnya terpaku hatinya berbentrok dengan pikirannya.

Melihat Zeline yang terus berdiam Herdy berdiri dengan raut wajah bertanya-tanya. "Ada apa sayang?"

Kata-kata itu yang Zeline rindui, selama ini Zeline tidak pernah bicara dengan ayahnya ketika ayahnya pulang dia akan mendiamkan dan tidak mendengarkan Herdy.

"Ada apa Zeline?" tanya Herdy sekali lagi.

Zeline tidak bisa menahan ini lagi, air matanya tidak bisa dibendung lagi hatinya bergemuruh, tanpa berpikir lagi Zeline memeluk erat ayahnya dan terisak.

Herdy mengerutkan kening, beberapa jam yang lalu putri satu-satunya ceria tetapi sekarang suasana hatinya berubah.

"Papa ... aku kangen Papa," lirih Zeline.

Herdy tersenyum senang dengan ucapan yang dilontarkan anaknya ini. Dia tidak meyangka jika anaknya akan berubah dengan tiba-tiba.

"Papa, maafin aku ..." lirihnya lagi.

"Kamu jangan minta maaf, Nak ... kamu gak salah." Herdy menghapus air matanya.

"A-aku selalu jahat sama Papa, aku selalu melawan Papa ... maafin aku Pah!" Zeline beringsut menyentuh kaki Herdy.

Segera Herdy menahan anaknya yang bersujud memegang kakinya. "Kamu jangan seperti ini, kamu tidak salah ... papa yang salah, Nak."

Zeline memeluk Herdy erat. Saat ini dia tidak memikirkan gengsi dan image-nya. "Maaf Pah,"

"Iya, Nak ... papa juga minta maaf suka ninggalin kamu." Herdy mengusap kepala Zeline. "Papa minta maaf gak bisa menjadi ayah yang baik buat kamu."

"Aku juga minta maaf belum bisa jadi anak yang baik."

***

Liam melangkah ke rumah megah bak istana, rumah seorang pengusaha kaya. Sudah berapa lama Liam tidak datang ke rumah ini warna catnya berubah yang sebelumnya hitam putih sekarang terkesan berwarna. Dia menyapa penjaga rumah itu dengan ramah, lalu memencet doorbell

Kebetulan sekali orang itu yang membukakan pintu, orang yang memang sedari tadi ingin Liam temui orang yang selalu kasar padanya, dia selalu memukul ketika Liam berbuat salah tetapi dia akan maju lebih dulu ketika Liam terjatuh dan terpuruk. Dia orang yang tidak bisa mengekspresikan kasih sayangnya dengan lembut.

Namun, semakin Liam dewasa semakin dia mengerti bahwa dialah orang yang paling menyayanginya. Kontan saja dia memeluk orang di depannya, lalu menangis tersedu-sedu.

"Maafin aku ... Ayah!"


TBC
_______

Cermin TerbalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang