Gevano mengelap peluh didahinya begitu ia sampai disekolah Gavin. Jaraknya sejauh itu dan ia harus mengayuh sepeda. Melelahkan. Karna biasanya Gevano selalu kesekolah menggunakan motornya. Padahal jaraknya hanya sekitar ±2km.
Saat Gevano sudah memarkirkan sepedanya, ia kemudian berbalik. Namun, saat berbalik, tiga orang pemuda asing menghadangnya. Lalu Gevano membaca nametag mereka satu-persatu. Raga, Bagas, dan Fikri.
"Heh bisu, cepet serahin nomor cewek itu," ucap Bagas, Gevano mengangkat sebelah alisnya. Tanda ia bertanya.
"Wah ini anak dibaikin sedikit udah mulai ngelunjak," Fikri menggoyang-goyangkan telunjuknya saat menunjuk Gevano. Gevano menguap melihatnya. Kampungan, pikirnya.
"Berani-beraninya lo nguap," Raga mengangkat tangannya hendak memukul Gevano. Namun, tangan mungil menangkapnya, membuat Gevano yang hendak menyangkal menolehkan wajahnya.
Gadis imut dengan rambut bergelombang sebahu tengah menatap Raga dengan tatapan galak. Raga dan kedua temannya terbelalak kaget. Pasalnya, dia adalah Aury. Aurystella Jeanne, gadis yang Raga inginkan nomornya.
Tanpa berbicara, Aury menghempaskan tangan Raga dan menarik tangan Gevano yang juga masih tertegun.
"Tunjukkin jalan ke kelas lo," pinta Aury sambil terus berjalan, Gevano meringis. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya disini. Bagaimana caranya ia tahu? Yang ia tahu Gavin adalah anak IPA 1 berdasarkan buku pelajarannya.
Gevano menyejajarkan langkahnya dengan Aury. Gevano berlagak sok tahu sambil berjalan terus kedepan. Ia berjalan sambil melihat plang kelas yang berada diatas pintu. Namun, sayangnya hanya ada keterangan IPS/IPA dengan nomor kelasnya. Tidak ada yang menunjukkan kelas 10/11/12.
"Lo anak mipa berapa si? Perasaan daritadi kita udah jalan jauh banget tapi gak sampe-sampe,"
Gevano berhenti, kemudian menatap Aury dengan malas. Cerewet sekali gadis yang berada dalam gandengannya ini. Tunggu. Gandengan? Gevano melepaskan pegangan tangannya dengan cepat kemudian mulai menggerakkan tangannya untuk memulai bahasa isyarat.
"Mipa 1,"
Gevano lupa asal main pakai bahasa isyarat tanpa menyelidiki Aury bisa bahasa isyarat atau tidak. Namun, diluar dugaan, Aury malah tersenyum lebar, dan ia berusaha menyembunyikan senyumnya itu. Hal ini membuat Gevano bingung Aury mengerti atau tidak.
"Aury," sapa seorang guru dari kejauhan, membuat pandangan Aury dan Gevano teralihkan. Begitu guru tersebut sampai dihadapan mereka, mereka menyalami tangannya. Di nametagnya tertera nama Herman.
"Ah, kebetulan sedang sama nak Gavin. Gavin, tolong antarkan nak Aury ke ruang guru ya," pesan pak Herman, Gevano ingin protes. Namun, segera ia mengurungkan niatnya. Karna, tak jauh dari situ, ruang guru terlihat dengan jelas. Akhirnya Gevano memilih untuk mengangguk.
Setelah guru itu berlalu dihadapan mereka, Aury dan Gevano berjalan lurus menuju ruang guru yang tak jauh dari sana.
"Gavin, lo mulai olahraga? Gue lihat-lihat badan lo agak berisi dari sebelumnya," ucap Aury, Gevano yang malas menanggapi hanya mengangguk sebagai jawaban dan Aury memilih untuk ber-oh ria saja.
Saat mereka sudah sampai di ruang guru, mereka menghampiri meja yang diatasnya terdapat nama "Murni Maulidia".
"Aury," bu Murni menyambutnya dengan senyuman hangat. Namun, senyumannya menghilang begitu tahu bahwa yang mendampingi Aury adalah Gevano.
"Kamu ngapain disini? Bukannya masuk kelas," tegur bu Murni, Gevano hanya menatap bu Murni sekilas kemudian mengalihkan pandangannya. Entah kenapa ia malas sekali menanggapi guru satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET REVENGE
Fiksi RemajaEPISODE MASIH LENGKAP Gevano dan Gavin adalah sepasang anak kembar. Gevano selalu melindungi Gavin yang sering ditertawakan karna tunawicara, tapi mereka harus terpisahkan karna perceraian kedua orangtua. Setelah mereka berpisah, Gavin mengalami bul...