23. Jihoon

234 25 0
                                    

Jihoon's POV

Terlahir sebagai anak tunggal di keluarga yang bisa dibilang sangat berkecukupan, membuat masa kecil gue dihabiskan dengan julukan 'anak mami' dari temen-temen sekelas. Yang makin gede makin ngebuat gue sadar kalau gak seharusnya gue panggil mereka dengan sebutan temen.

Dulu, katanya gue gak disukai sama satu kelas karena mereka nilai gue sebagai anak manja. Anehnya, mereka gak pernah menunjukkannya secara langsung karena butuh gue?

Jihoon kecil cuma anak yang mau tahu rasanya berteman. Gue seneng ketika mereka nyamperin gue dan tanya-tanya soal perlengkapan sekolah yang gue bawa. Gue bahkan gak ragu untuk menawarkan mereka benda yang sama. Kemudian pulang sekolahnya, gue beliin langsung dan mereka seneng sehingga gak jauhin gue.

Itu kayaknya pas awal-awal masuk sekolah dasar, deh.

Seiring naik tingkat, gue mulai dijauhi. Julukan 'anak mami' mulai muncul karena gue masih suka diantar jemput pake mobil. Sisa waktu sekolah dasar gue sejalan sama istilah 'butuh tak butuh'. Kehadiran gue di kelas cuma akan selalu dilihat oleh guru karena gue yang jarang menjawab salah atau dapat nilai kecil. Yang kemudian gue yakini menambah alasan gue dijauhi yang lain.

Gue mencoba bertahan karena ada keluarga gue yang selalu mendukung gue. Meskipun gak pernah gue cerita soal ini ke mereka berdua.

Masuk Sekolah Menengah Pertama, kehidupan sosial gue mulai membaik. Gue memang gak banyak akrab sama anak kelas yang lain, tapi setidaknya gue dianggap ada gak cuma sama guru. Temen gue tiga tahun itu-itu aja, dan gue bersyukur sama hal itu.

Omong-omong gue sebenarnya satu sekolah sama Soonyoung di SMP, tapi karena gak pernah sekelas jadi gue sekedar tahu dia. Soonyoung tuh dari dulu lumayan dikenal karena dia ikut eskul dance, eskul favoritnya cewek-cewek di sekolah. Kemudian yang gue amati, kepribadiannya makin hari makin berubah. Dia bahkan gak menari lagi setelah naik kelas 2.

Kalian mungkin udah tahu alasannya.

Di SMP, gue belum menemukan minat gue yang sebenarnya. Gue cuma daftar jadi tim literasi sekolah, dan gue setengah menikmati setengah kepaksa karena dulu tahun pertama tuh wajib ikut eskul.

Mungkin, yang terlihat sejauh ini kayak Soonyoung yang kagum sama gue. Pada faktanya, gue lebih dulu kagum sama dia. Gue gak yakin Soonyoung inget gue sebagai teman SMP-nya atau nggak.

Pernah waktu minggu-minggu sebelum ujian, datang perwakilan dari SMA-SMK swasta buat promosi sekolahnya. Nah, SMA Karya juga datang ke sekolah. Gue awalnya gak berminat masuk ke sana, gue maunya negeri. Begitu mereka menjelaskan bahwa fasilitas mereka gak hanya di dua jurusan utamanya, tapi bagi siapa aja yang tertarik dengan dunia seni, mereka bakal memfasilitasinya. Udah banyak alumni-alumni sana yang lulusnya jadi seniman.

Ketika ditanya, siapa aja yang tertarik buat masuk ke sana. Tentunya gak hanya satu orang yang angkat tangan. Begitu ngelihat Soonyoung angkat tangan, gue gak sadar kalau gue akhirnya ikut angkat tangan juga. Entahlah, semenjak cowok itu memutuskan buat gak menari lagi, gue jadi sering mengamati dia di saat-saat kayak gini.

Mungkin nama Soonyoung udah terdengar sampai kakak-kakak SMA Karya, ngebuat dia ditanya apa alasannya tertarik untuk masuk ke sana. Jawaban dia saat itu adalah, "Saya mau memanfaatkan waktu sebaik mungkin, Kak. Saya gak akan tahu kapan lagi saya bisa menjalani hal yang saya sukai."

Iya, dari situ gue kagum sama dia.

Di SMA, gue mulai membuat diri gue sendiri agar berminat ke musik. Gue di sana ambil juga kelas khusus guru seni budaya, tepatnya waktu belajar alat musik aja sih.

Nah, di sekolah tuh ada studio khusus tempat salah satu pembina eskul. Dia pembina eskul basket yang kadang ikut ngajar olahraga juga kalau diminta bantuan sama gurunya. Gue waktu itu disuruh ngantar minum ke sana sama guru PJOK berakhir dengan menghabiskan waktu istirahat sambil nonton dia buat lagu.

kosasra; seventwice 96LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang