28. 25 (3)

231 31 14
                                    

"Biarin temen kamu tentuin jalannya sendiri, Won," kata Jennie. Sejak awal kedatangan Wonwoo ke rumahnya, laki-laki itu terus mencari informasi tentang Eunha.

Sekarang, dia malah terlihat frustasi sendiri karena tak kunjung menemukan apa yang dia cari.

"Jihoon bilang ke aku, Jen. Kalau ada Eunha, mungkin dia bakal pilih Eunha."

"Mungkin, 'kan? Masih belum pasti."

Wonwoo menghela napasnya. Memang belum pasti, tapi tak ada salahnya juga  kalau ia mau sedikit membantu.

Jennie menyentuh pundak Wonwoo, untuk membuat fokus laki-laki itu benar-benar kepadanya. Kemudian ia berkata, "Kalau kamu berhasil nemuin Eunha dan bawa dia ke hadapan Jihoon nanti. Apa mungkin Jihoon bakal masih terima? Gimana kalau ujungnya kamu cuma nyakitin Eunha?"

Wonwoo terdiam. "Tapi Jihoon sayang dia."

Jennie menggeleng. "Enggak, Jihoon gak sayang Eunha. Dia bilang kalau ada Eunha dia bakal pilih Eunha, itu artinya dia mau menyayangi Eunha. Ini gak benar, Wonwoo. Ujungnya mereka berdua bisa aja sama-sama sakit."

Keduanya terlibat hening. Wonwoo mencerna dengan baik apa yang kekasihnya itu katakan, lalu ia menoleh ke kiri. Menatap ke arah jendela dengan menerawang.

"Ah gini aja. Pernikahan Momo tuh harus pasangan, 'kan? Jihoon bakal datang gak?" tanya Jennie.

"Kemarin bilangnya gak akan, tapi masih kayaknya. Terus aku yakin dia gak mungkin gak datang, mau gimana pun Momo itu temennya. Kita temennya."

Jennie menepuk pundak Wonwoo pelan. "Nah! Tunggu aja sampai hari itu, kalau dia datang otomatis dia bakal bawa pasangan. Kita bakal tahu harus apa setelah itu, Won."

Wonwoo pada akhirnya mengangguk. Lagi pula benar kata Jennie, ada kemungkinan kalau ujungnya akan saling menyakiti. Mereka tidak sedekat itu, tidak pernah pula jujur soal rasa masing-masing yang Wonwoo sendiri tak bisa pastikan bagaimana. Dia tidak mau menyakiti orang-orang terdekatnya lagi.

Laki-laki itu tersenyum tipis, lalu berkata, "Makasih, ya, Jen? Buat selalu nyadarin aku soal kayak gini."

Jennie balas tersenyum seraya mengangguk. "Sama-sama. Pokoknya mulai sekarang kita harus saling jaga, oke? Jangan kamu doang yang jagain aku."

"Siap ibu ratu," balasnya sebelum menarik tubuh perempuan itu untuk dibawa ke dalam pelukannya.

***

"Nah, siap. Ini dia Selena anak mama yang paling cantik!" ucap Sana dengan bangga setelah memasangkan pita pada rambut anaknya.

Keduanya baru selesai bersiap untuk pernikahan Momo. Sementara Soonyoung yang sudah selesai sedari tadi hanya mengamati di ambang pintu, diam-diam sambil tersenyum melihat pemandangan manis di depannya.

"Udah? Ayo berangkat, kakak penari butuh mama," ucap Soonyoung mengingat pesan Momo semalam dimana dia meminta untuk mereka untuk datang lebih awal. Lebih khususnya, Sana dan Jeongyeon karena butuh suntikan semangat.

"Ayo, papa!" kata Selena antusias. Sana tersenyum tipis melihat kaki kecil itu berlari menuju Soonyoung. Dia meraih tasnya dan ikut menyusul dua orang itu.

Sesampainya di tempat dilaksanakannya pernikahan Momo, Sana langsung menuju ruangan yang sempat Momo katakan juga. Menyusul Jeongyeon yang ternyata sudah datang lebih dulu bersama Jun.

Sementara Soonyoung, sambil menggandeng Selena ia menghampiri Jun dan Wonwoo setelah Jun meneriaki namanya.

"Halooo!" sapa Selena kepada dua orang itu dengan antusias.

kosasra; seventwice 96LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang