part 7

470 42 6
                                    

Setelah mengatakan hal tersebut, Hisyam langsung pergi dari tempat parkir dengan wajah yang dingin. Entah apa yang membuat Hisyam ingin segera berbicara dengan Ara. Sungguh Hisyam tidak suka melihat Ara dekat dengan pria lain, meskipun dengan Rifat, sahabatnya sendiri. Ada perasaan tidak rela dalam hati Hisyam. Hisyam pun tau, Hisyam tidak memiliki hak untuk melarang Ara dengan siapapun.

Ara dengan perasaan gelisah pun berjalan menuju keruangan Hisyam. Entah apa yang telah dibuat oleh Ara, sampai-sampai atasannya menyuruhnya menemui beliau keruangannya. Ara hanya bisa beristighfar semoga tidak ada hal yang tidak dia inginkan. Dengan perasaan ragu Ara pun mengetuk pintu

"masuk" ujar orang yang ada di dalam yang tak lain adalah Hisyam. Setelah merasa tenang Ara pun masuk

"Bapak memanggil saya ada apa yah?, apa saya melakukan keselahan?" tanya Ara beruntun

"duduk dulu Ra" ujar Hisyam dengan tersenyum. Ara yang melihat merasa ada yang aneh sama bosnya. Tadi waktu di parkiran mukanya dingin, tapi sekarang kenapa malah tersenyum

"kalau boleh tau ada apa yah pak?" tanya Ara

"saya ingin merekrut kamu sebagai sekertaris pribadi saya" ujar Hisyam

"maaf pak, setahu saya banyak karyawan yang sudah mendaftar untuk menjadi sekertaris bapak" ujar Ara dengan tidak enak

"tapi saya ingin kamu menjadi sekertaris saya" tekan Hisyam

"tapi pak.."

"kalau kamu tidak mau, silahkan urus surat pengunduran diri kamu besok" sahut Hisyam dengan nada dingin. Ara pun sangat terkejut dengan keputusan sepihak yang di ambil oleh Hisyam. Kalau Ara di pecat, Ara tidak akan bisa membiayai pengobatan Bundanya. Ara sangat membutuhkan pekerjaan ini

"saya ingin besok kamu sudah bisa memberikan jawabannya. Sekarang kamu boleh keluar" ujar Hisyam, melihat ekspresi Ara seperti tadi membuat Hisyam tidak sampai hati. Tapi apa boleh buat, hanya dengan cara ini, Hisyam bisa mengikat Ara secara perlahan. Mungkin cara yang diambil adalah cara yang salah. Tapi Hisyam tidak punya cara lain untuk bisa dekat dengan Ara

"terima kasih pak" ujar Ara dengan menunduk. Ara berjalan keluar

"maafkan saya, Ra" gumam Hisyam. Ara hanya bisa menghela nafas untuk menormalkan perasaannya. Ara berjalan menuju mejanya dan mulai mengerjakan pekerjaannya. Sampai tak terasa waktu istirahat makan siang datang.

"Ra, makan dulu. Ntar dilanjutin lagi" ujar Riska

"nanggung Ris, kamu duluan aja nggak papa" ujar Ara

"kalau aku duluan nggak ada temennya dong. Ntar habis makan aku bantuin deh, biar cepat selesai" bujuk Riska

"yaudah deh. Shalat dulu yah Ris" ujar Ara

"aku lagi halangan Ra. Kalau gitu kamu shalat aja dulu, biar aku yang pesen sambil nungguin kamu" usul Riska

"yaudah deh nggak papa. Aku shalat dulu yah Ris" ujar Ara

"ditempat biasa kan?"

"iya, ditempat biasa aja biar nggak susah nyarinya" ujar Ara. Ara pun menuju mushollah. Ara pun melaksanakan shalat dengan khusyu', Ara berdo'a semoga apa yang dilakukan besok merupakan jalan terbaik untuk dirinya. Setelah shalat Ara pun bergegas menuju kantin, dan tan sengaja Ara menabrak punggung seseorang

"maaf pak, saya tidak sengaja" ujar Ara dengan menunduk. Orang tersebut pun berbaik dan...

"ikut saya" ujar orang tersebut penuh penekanan

"tapi pak..."

"ikut saya Ara" ujar Hisyam dengan dingin. Ara pun hanya bisa pasrah. Ara mengikuti Hisyam dari belakang, setelah sadar tempat ini menuju keruangan Hisyam. Apa Ara akan dimarahi habis-habisan, atau lebih parahnya Ara akan di pecat?. Ara pun menggeleng kuat, semoga apa yang ada difikirannya tadi tidaklah benar.

"kenapa masih disitu, cepat masuk" perintah Hisyam tetapi Ara hanya diam

"kalau kamu nggak mau masuk, kamu mau saya pecat" ujar Hisyam dengan dingin. Dengan cepat Ara berjalan masuk. Jujur Ara sangat tidak mengerti dengan sikap Hisyam, kadang galak, kadang dingin, kadang baik, semuanya masih abu-abu

"Bapak kenapa bawa saya kesini?" tanya Ara dengan takut

"temani saya makan disini" jawab Hisyam seadanya. Jawaban Hisyam tentu membuat Ara kaget. Kenapa bosnya menyuruhnya menemani makan?. Hisyam kan bisa makan sama mas Rifat.

"tapi pak, teman saya sudah menunggu dikantin" ujar Ara

"tidak ada bantahan Ara" ujar Hisyam penuh penekanan. Dan tak lama handphone Ara pun berdering. Emang dasar bos nggak punya sopan santun langsung menjawab telfon Ara

"Ra, kamu dimana sih, aku udah nunggu kamu lama banget. Aku udah laper banget Ra. Kamu cepetan kesini keburu dingin makanannya"

"Ara lagi kasih saya tugas, jadi kamu makan sendiri saja" ujar Hisyam langsung menutup telfon secara sepihak. Ara yang mendengar pun hanya melototkan matanya

"Bapak apa-apaan sih main angkat telfon sembarangan" gerutu Ara, Hisyam pun hanya terkekeh

"cepetan makan, atau kamu mau saya..."

"iya pak iya. ngancemnya nggak elit banget sih" ujar Ara, dengan terpaksa Ara menuruti kemauan bos gilanya itu. Handphone Ara pun berbunyi lagi, dengan cepat Ara mengangkat telfon tersebut

"assalamu'alaikum mas" ujar Ara. Hisyam yang mendengar itu hanya bisa mengepalkan tangannya

"kamu dimana Ra?"

"Ara lagi makan, kenapa mas?" tanya Ara, tetapi orang diseberang sana hanya diam

"mas Rifat jangan diam aja, kenapa mas?" tanya Ara beruntun. Perasaan Ara sungguh menjadi tidak enak

"mas Rifat jawab" ujar Ara, sebisa mungkin Ara tidak boleh panik, tidak boleh gelisah

"ke rumah sakit sekarang yah"

"baik Ara akan kesana" ujar Ara dan langsung berdiri

"kamu tidak bisa pergi begitu saja dari sini" ujar Hisyam dingin. Sungguh Hisyam sangat marah.

"tapi pak, saya harus pergi sekarang" ujar Ara

"kamu mau ketemu Rifat?. Memangnya hubungan kamu sama Rifat apa sih sampai harus menghampirinya?" ujar Hisyam dengan sinis

"Bapak tidak perlu tahu hubungan saya dengan mas Rifat seperti apa" ujar Ara dengan cepat Hisyam pun mendorong tubuh Ara ketembok. Hisyam mengurung Ara dengan kedua tangannya. Menatap lekat Ara. Ara bisa merasakan hembusan nafas Hisyam. Ara pun panik, posisi seperti ini terlalu intim, bahkan Ara sudah sangat gelisah. Hisyam hanya tersenyum. Menatap Ara dari jarak sedekat ini membuat perasaan Hisyam membuncah

"kamu adalah tawananku" bisik Hisyam, Ara pun semakin menegang dan dengan cepat Ara mendorong tubuh Hisyam menjauh

"saya tidak mengerti sifat bapak seperti apa, kadang bapak baik, lembut dan kadang bapak dingin tak tersentuh. Entah apa yang membuat bapak seperti itu, tapi bapak harus ingat nggak semua apa yang kita inginkan bisa tercapai" ujar Ara lalu berlalu meninggalkan ruangan Hisyam dengan terburu.










lanjut????

jangan lupa vote sama komentarnya yah
terima kasih semua sudah menghargai cerita aku yang ngebosenin ini 😂😂

Salam Untuk HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang