Setelah melakukan proses cuci darah, Bunda Riani di pindahkan ke ruang perawatan. Ara dengan setia menunggu dan merawat Bunda Riani dengan sabar. Ara tidak pernah mengeluh lelah atau apapun itu, karena Ara melakukannya dengan sangat ikhlas. Riska yang melihat kondisi Bunda Riani sangat sedih, karena hanya Bunda Riani yang di miliki Ara.
"Ra, aku bawa makanan, makan dulu yuk!" ajak Riska
"nanti aja Ris, Ara belum lapar" ujar Ara yang masih fokus membersihkan wajah Bunda Riani
"kamu belum makan sama sekali, Ra"
"Ara lagi nggak nafsu makan, Ris"
"dikit aja, Ra. Nanti kamu sakit, Bunda pasti sedih lihat kamu sakit, Ra" ucapan Riska membuat Ara kembali sadar kalau Ara tidak boleh sampai sakit, Ara harus mencari uang untuk kesembuhan Bundanya. Ara pun menyelesaikan pekerjaannya, lalu berjalan menghampiri Riska.
"makasih, Ris" ucapan Ara membuat menautkan alisnya
"makasih sudah mau menemani Ara sampai sekarang dalam keadaan apapun"
"Ra, kita udah sepakat buat nggak ada kata terima kasih diantara kita" ujar Riska lalu menggenggam tangan Ara
"Ra, aku senang kok bisa temani kamu sekarang, karena kamu udah banyak menyadarkan aku banyak hal, Ra. Kalau aku nggak ketemu kamu malam itu, mungkin aku akan tetap jadi Riska yang selalu ngebantah sama Mama Papa aku, dan pasti aku masih jadi wanita yang masih keluar masuk club setiap malam, Ra"
"apa yang kamu lakukan buat aku nggak ada apa-apa nya dengan apa yang aku lakuin sekarang, Ra"
"aku bersyukur bisa jadi sahabat kamu, Ra" ujar Riska dengan berkaca-kaca. Ara pun sudah tidak bisa membendung air matanya lagi dan langsung memeluk Riska dengan erat
"Ara juga bersyukur punya Riska" isak Ara
"aku temani kamu malam ini yah, Ra" ucapan Riska membuat Ara melepas pelukannya
"kamu tenang aja, aku udah izin sama Mama. Mama ngizinin kok, Ra" ujar Riska
"tapi......."
"kita bisa berangkat dari sini, Ra" ujar Riska
"kamu pasti capek, Ris. Nggak papa kamu pulang aja, Ris" ujar Ara membuat Riska mendengus kesal
"kamu bawel deh, Ra" cebik Riska. Pintu ruang rawat Bunda Riani pun terbuka
"assalamu'alaikum" ujar dokter Aisyah
"wa'alaikum salam, dok" ujar Ara dan Riska bersamaan
"saya periksa dulu keadaan Bunda Riani sebentar" ujar dokter Aisyah
"silahkan dok" ujar Ara. Dokter Aisyah kemudian memeriksa keadaan Bunda Riani
"bagaimana dok keadaan Bunda?" tanya Ara dengan khawatir
"alhamdulillah keadaan Bunda Riani mulai stabil dan Insya Allah besok siang sudah boleh pulang" ucapan dokter Aisyah membuat Ara lega sampai meneteskan air mata. Riska pun merangkul bahu Ara memberikan semangat kepada sahabatnya.
"Ara, boleh Umi bicara berdua sama Ara?" tanya dokter Aisyah
"apa ada hal buruk tentang kondisi Bunda?" tanya Ara khawatir
"soal putra Umi, sayang" ujar dokter Aisyah
"mas Rifat?" ujar Ara. Rifat yang meminta Ara untuk memanggil dirinya dengan nama saja tanpa embel-embel BAPAK
"kita bicara di ruangan Umi saja yah!" pinta dokter Aisyah
"biar aku yang jaga Bunda" sahut Riska. Ara dan dokter Aisyah pun berjalan menuju ruangan dokter Aisyah
"semoga memang pak Rifat jodoh kamu, Ra. Aku sangat yakin pak Rifat tidak akan pernah membiarkan kamu bersedih karena pak Rifat sangat mencintai kamu, Ra" gumam Riska. Riska sudah tau sejak lama kalau Rifat memiliki perasaan lebih terhadap sahabatnya. Tetapi memang dasarnya Ara yang tidak pernah peka terhadap perasaan Rifat kepadanya
"duduk sayang" ujar Umi Aisyah. Ara pun duduk disamping Umi Aisyah
"Umi mau bicara apa sama Ara?" tanya Ara dengan tersenyum
"bagaimana perasaan Ara terhadap putra Umi, Rifat?" tanya Umi Aisyah
"Umi, mas Rifat itu atasan Ara dan teman yang baik bagi Ara" jelas Ara tersenyum
"kamu tidak menyukai putra Umi?" tanya Umi Aisyah
"siapa yang tidak menyukai mas Rifat, Umi. Mas Rifat baik dan sholeh" ujar Ara dengan tersenyum
"kalau Rifat mengkhitbah Ara, apa Ara mau menerima putra Umi?" tanya Umi Aisyah. Pertanyaan Umi Aisyah barusan membuat nafas Ara tercekat. Ara tidak pernah berfikir sampai sejauh itu.
"Ara jawab pertanyaan Umi" ucapan Umi Aisyah membuyarkan lamunan Ara
"Ara tidak tau Umi" ujar Ara tersenyum
"kenapa?" tanya Umi Aisyah
"karena Ara tidak tau jawaban apa yang akan Ara kasih terhadap Umi Aisyah dan mas Rifat" ujar Ara
"Ara butuh waktu dan Ara juga butuh jawaban dari Allah, Umi. Kalau mas Rifat memang jodoh Ara, Ara sangat bersyukur Umi. Tapi, Ara belum bisa kasih jawabannya Umi. Ara tidak ingin salah langkah, Umi" jelas Ara
"libatkan Allah sayang, Umi sangat berharap Ara dan Rifat berjodoh" ujar Umi Aisyah
"Insya Allah, Umi" ujar Ara dengan tersenyum
"Ara balik keruang rawat Bunda dulu, Umi" pamit Ara
"iyah sayang" ujar Umi Aisyah
"assalamu'alaikum" pamit Ara dan berjalan keluar dari ruang kerja Umi Aisyah
"wa'alaikum salam"
"Rifat keluar, Umi tau kamu didalam" ujar Umi Aisyah lalu Rifat keluar dari kamar yang ada di ruang kerja Umi
"Rifat harus bisa terima semua keputusan Ara" ujar Umi Aisyah
"tapi Umi......"
"semua akan baik-baik saja sayang. Terus minta sama Allah, semoga Ara adalah jodoh Rifat" ujar Umi Aisyah
"iyah Umi" ujar Rifat
"assalamu'alaikum" ujar Abi Fakhri
"wa'alaikum salam, Abi kok sudah disini?" tanya Umi Aisyah lalu mencium tangan Abi Fakhri dengan takzim dan disusul dengan Rifat
"bagus, ada metting malah kamu tinggal. Jadi Abi terpaksa harus gantiin kamu, Rifat" ujar Abi Fakhri sambil menjewer telinga Rifat
"Abi apaan sih anak sendiri main jewer aja" omel Umi Aisyah
"harusnya Abi udah sampai sini gara-gara Rifat yang nggak hadir saat metting jadi Abi harus gantiin Rifat" ujar Abi Fakhri
"Abi peka dikit sama anak kenapa?. Anaknya lagi galau bukannya dihibur malah diomeli" dumel Rifat
"kamu bisa galau juga, hmmm" ledek Abi Fakhri
"emang Abi aja yang nggak pernah peka sama Rifat" ujar Rifat
"dia kenapa sih, Umi?" tanya Abi Fakhri penasaran
"dia lagi nunggu jawaban khitbah dari seseorang, Abi" ujar Umi Aisyah
"kapan kamu khitbah anak orang tanpa bilang sama Abi dulu?" omel Abi Fakhri
"kan Abi gitu banget sama Rifat. Kalau Abi kesel gara-gara Abi harus gantiin Rifat buat metting, okeh Rifat minta maaf" ujar Rifat
"kok malah kamu yang jadi marah sama Abi?" ujar Abi Fakhri bingung
"Abi, udah. Jangan diganggu terus Rifat nya" lerai Umi Aisyah membuat Abi Fakhri mendengus kesal. Kalau istrinya sudah membantu Rifat, Abi Fakhri tidak akan pernah menang.
happy reading.....
maaf yah guys baru bisa dilanjut,bantu up yah guys
makasih 🥰🥰🥰

KAMU SEDANG MEMBACA
Salam Untuk Hatimu
Dragoste"Ara bersyukur bisa hidup bersama Mas Hisyam, walaupun Mas Hisyam tidak pernah sekalipun melihat Ara. Ara akan melepas Mas Hisyam ketika Ara sudah benar-benar lelah mempertahankan Mas disisi Ara" Ara Ratu Diandra "saya tidak pernah menginginkan kamu...