part 10

537 34 3
                                    

Ara berjalan menuju meja kerjanya, dari jauh Ara sudah bisa melihat Rifat sedang duduk di kusi mejanya. Sebenarnya Ara belum siap melihat kekecawaan yang ada dalam diri Rifat, tapi mau bagaimana lagi ini sudah menjadi keputusannya dan Ara harus siap dengan segala konsekuwensinya. Rifat hanya menatap Ara yang sedang berjalan menuju tempatnya. Dengan tidak menghiraukan keberadaan Rifat, Ara segera membereskan meja kerjanya. Setelah selesai Ara bergegas menuju ruang kerjanya yang baru. Rifat yang diabaikan semakin membuat suasana hatinya marah.

"kamu tidak mau menjelaskan semuanya, Ra?" pertanyaan Hisyam membuat langkah kaki Ara berhenti. Dengan menguatkan hati Ara berbalik dan tersenyum menatap Rifat

"Ara cuma mau cari pengalaman yang lain, mas" ujar Ara ambigu

"maksud kamu?" tanya Rifat

"Ara sudah bekerja disini lumayan lama, jadi Ara pengen dapat pengalaman baru. Siapa tau Ara bisa mendapatkan pengalaman yang lebih berharga lagi" ujar Ara

"ini bukan karena Hisyam kan?" tanya Rifat penuh selidik

"enggak kok mas, pak Hisyam nggak ngapa-ngapain Ara. Ara juga baru kenal sama pak Hisyam waktu rapat beberapa waktu yang lalu" jelas Ara. Dalam hati semoga Rifat tidak curiga lagi. Ara tidak mau kalau hubungan Hisyam dan Rifat memburuk. Ara dapat melihat aura permusuhan yang baru saja terjadi

"Ara akan baik-baik saja mas" ujar Ara. Rifat pun hanya bisa pasrah. Karena Rifat sadar, dia dan Ara tidak memiliki hubungan apa-apa

Ara pun meninggalkan Rifat, Ara berjalan menuju ruangan Hisyam. Dengan menguatkan hati Ara masuk kedalam. Ara dapat melihat Hisyam terus saja memandanginya. Dengan mengabaikan Hisyam, Ara terus mengemasi meja kerjanya. Di abaikan oleh Ara membuat Hisyam mengepalkan kedua tangannya

"buatkan saya kopi" ujar Hisyam dingin, dengan spontan Ara menghentikan pekerjaannya dan menatap Hisyam

"bapak bicara dengan saya?" petanyaan Ara membuat Hisyam bedecak kesal

"emang disini ada orang lain selain kamu?" tanya Hisyam balik

"baik pak" ujar Ara beranjak keluar ruangan. Sebenarnya Ara kesal terhadap Hisyam karena mengganggu pekerjaannya, tapi mau bagaimana pun Hisyam adalah bosnya. Setelah selesai Ara kembali menuju ruangan Hisyam

"Ara" ujar Anita

"iya mbak, ada apa yah?" tanya Ara

"kamu kok ada disini?" tanya Anita menyelidik

"gimana yah mbak jawabnya, Ara jadi asisten pribadinya pak Hisyam" ujar Ara

"apa!" ujar Anita dengan terkejut

"saya tidak menggaji kalian untuk mengobrol" ujar Hisyam dingin

"maaf pak" ujar Ara dan Anita bersamaan

"sekalian saya mau nyampaiin, semua petemuan saya akan ditemani oleh Ara. Dan kamu tetap akan menjadi asisten saya Anita. Dan Ara akan mengatur jadwal setiap hari dan saya harap kamu bisa membantu Ara dalam segala persiapan untuk setiap pertemuan. Apakah kamu keberatan Anita?" tanya Hisyam dingin

"tidak pak, saya mengerti" ujar Anita. Disisi lain Anita sangat bersyukur karena bisa lepas dari seseorang yang dingin kayak es seperti bosnya, tapi disisi lain Anita kasihan terhadap Ara

"kembali ke tempat kalian" ujar Hisyam. Mereka kembali ke meja masing-masing. Ara pun meletakkan kopinya di meja kerja Hisyam. Ara melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Hisyam pun menyeruput kopi buatan Ara. Hisyam tersenyum karena kopinya pas bahkan persis seperti bikinan Uminya. Berbicara mengenai Uminya, Hisyam tidak sabar ingin segera mengenalkan Ara kepada Uminya.

"kamu ikut saya makan siang" ujar Hisyam

"pekerjaan Ara belum selesai pak, kalau bapak mau makan siang, silahkan. Ara masih mau selesaikan ini" ujar Ara

"kamu berani sama saya?" tanya Hisyam. Dengan menghembuskan nafas lelah, Ara berbalik dan tersenyum

"baik, bapak mau makan dimana biar saya pesankan tempat" ujar Ara tersenyum

"saya mau kamu yang memilih tempatnya, mungkin kamu punya rekomendasi restoran yang enak?" tanya Hisyam. Ara pun tersenyum penuh arti. Ini saat yang tempat untuk mengerjai bosnya yang nyebelin ini

"baik pak, saya ada tempat favorit saya" ujar Ara

"baik kita berangkat sekarang" ujar Hisyam. Hisyam pun berjalan keluar terlebih dahulu

"kosongkan jadwal saya 2 jam ke depan" ujar Hisyam dingin

"baik pak" ujar Anita

"mbak Anita jangan lupa makan siang yah. Ara mau keluar, mbak mau titip sesuatu?" tanya Ara

"nggak deh Ra, takut ngerepotin kamu" ujar Anita

"Ara duluan yah mbak, assalamu'alaikum"

"wa'alaikum salam, hati-hati yah Ra" ujar Anita dan mendapat senyuman dari Ara. Hisyam berjalan menuju tempat parkir dengan Ara yang berada dibelakangnya. Rifat yang melihat hanya bisa menahan segala emosi yang telah menguasainya. Setelah sampai ditempat parkir Hisyam dan Ara masuk kedalam mobil. Hisyam pun melajukan mobilnya meninggalkan kantor. Tidak membutuhkan waktu yang lama, mereka sampai di tempat yang Ara maksud. Sebisa mungkin, Hisyam menormalkan ekspresinya. Hisyam tau pasti ini semua kerjaan Ara. Ara bergegas turun dari mobil membuat Hisyam terseyum.

"pak bakso nya satu" ujar Ara dan tidak lama Hisyam pun sudah berada di sampingnya

"bapak mau pesan apa?, disini ada bakso, nasi pecel, nasi uduk sama sate" ujar Ara antusias. Melihat ekspresi Ara membuat hati Hisyam menghangat

"samain saja" ujar Hisyam

"pak bakso nya nambah satu jadi dua, sama es teh nya dua" ujar Ara

"iya neng"

"kamu sering makan disini?" tanya Hisyam

"sering banget sama Riska pak" ujar Ara tersenyum

"bapak nggak kepanasan pakai jas segala?" tanya Ara. Dengan cepat Hisyam membuka jasnya, tingkah Hisyam membuat Ara tersenyum

"ini neng bakso nya"

"terima kasih pak" ujar Ara. Dengan cepat Ara memasukkan beberapa sendok sambal kedalam mangkok bakso nya. Dengan cepat Hisyam mengambil bakso Ara dan menukar dengan bakso nya

"pak kok di ambil sih" rengek Ara

"sambal kamu kebanyakan Ara, jangan banyak-banyak nggak bagus buat kesehatan" ujar Hisyam

"tapi Ara pengen makan pedes pak" ujar Ara

"nggak Ara, satu sendok saja cukup" ujar Hisyam telak dan menuangkan satu sendok sambal ke dalam mangkuk Ara. Ara yang melihat hanya berdecak kesal. Dengan berat hati Ara pun menerimanya. Hisyam pun memakan bakso Ara dan siapa sangka Hisyam memakannya dengan lahap

"pak bakso nya satu" ujar seseorang

"mas rifat?" ujar Ara

"kamu disini juga, Ra?" tanya Rifat. sebenarnya Rifat membuntuti mereka secara diam-diam. Hisyam yang mendengar suara Rifat membuat mood Hisyam memburuk. Hisyam harus bergerak cepat untuk mendapatkan Ara sebelum Rifat mendapatkan Ara. Rifat pun berfikir demikian kalau Rifat harus mengambil langkah yang besar untuk bisa mendapatkan Ara.



double up yah
terima kasih banyak, jangan lupa like dan komennya 🙏🙏🙏

Salam Untuk HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang