part 5

969 50 5
                                    

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Hisyam bergegas keluar dari ruangannya. Hisyam yang berjalan dengan terburu-buru karena takut adiknya bakal mengamuk kalau sampai telat menjemputnya. Hingga tidak sengaja Hisyam menabrak seseorang yang mengakibatkan orang tersebut jatuh. Hisyam pun mengulurkan tangannya untuk membantu orang tersebut. Dan tanpa sengaja pandangan mereka bertemu dan terkunci satu sama lain. Sampai akhirnya orang tersebut mengalihkan pandangannya. Jantung Hisyam berdetak abnormal ketika menyadarinya.

"maaf pak" ujar orang tersebut

"tidak apa-apa Ara" ujar Hisyam dengan lembut. Ara pun menyerngitkan alisnya. Bagaimana mungkin bosnya tau namanya? padahal karyawan disini banyak dan baru satu hari bosnya sudah tau namanya

"sekali lagi saya minta maaf, pak" ujar Ara menunduk sebagai rasa hormat

"harusnya saya yang minta maaf karena sudah menabrak kamu sampai terjatuh" ujar Hisyam

"tidak apa-apa pak, saya juga minta maaf karena saya berjalan dengan tidak hati-hati" ujar Ara

"saya duluan pak, Assalamu'alaikum" pamit Ara

"bisa bicara sebentar, Ra?" tanya Hisyam membuat langkah Ara terhenti

"mohon maaf pak, bukannya saya tidak sopan. Tapi saya harus cepat pulang. Assalamu'alaikum" pamit Ara. Hisyam pun hanya bisa menatap punggung Ara yang semakin menjauh dan tak terlihat lagi. Hisyam yang tersadar pun berjalan dengan cepat menuju parkiran. Hisyam pun mengemudikan mobilnya menuju kampus tempat adiknya belajar. Dan yah sesuai pikirannya, adiknya sudah menunggu dengan wajah cemberut. Hisyam memberhentikan mobilnya di depan Alya. Alya masuk lalu menutup pintu mobil dengan kencang. Hisyam yang mendengar sampai terlonjak kaget

"lama" gerutu Alya

"Abang banyak kerjaan dek" kilah Hisyam

"bilang aja nggak mau jemput" sahut Alya

"kalau Abang nggak mau jemput nggak bakal Abang sampai sini. Mending Abang tidur dirumah" ujar Hisyam

"Abang tuh jahat banget yah sama adek" ujar Alya dengan berkaca-kaca

"cengeng" ujar Hisyam lalu menjalankan mobilnya. Tidak butuh waktu lama mereka sampai dirumah. Alya pun langsung turun dan membanting pintu mobil

"punya adek gitu amat" gerutu Hisyam lalu turun dari mobil

"Umiii, Abang jahat sama adek" adu Alya

"yaudah, Abang nggak bakal mau jemput adek lagi" sahut Hisyam

"Abang juga jangan jailin adek terus dong!" tegur Umi Zahwa

"kok Umi marah sama Abang, adek aja tuh yang cengeng, masak telat sebentar aja udah ngambek" ujar Hisyam

"Umi juga udah bilang, jangan sampai telat jemput adek" ujar Umi Zahwa

"Abang kekamar aja deh kalau gitu" ujar Hisyam, baru satu langkah telinga Hisyam sudah terlebih dahulu jadi korban tangan Umi Zahwa

"Abang hutang cerita sama Umi" ujar Umi Zahwa

"Abang mau bersih-bersih dulu, Umi" ujar Hisyam sambil mengusap telinganya

"bisa nanti Abangggg, Abang sudah shalat kan?" tanya Umi Zahwa dan diangguki oleh Hisyam

"kalau gitu cerita dulu" ujar Umi Zahwa

"kok adek nggak dianggep sih?" sebal Alya

"adek sini, bentar lagi adek bakal punya kakak ipar" ucapan Umi Zahwa membuat Alya melotot kearah Hisyam

"ohhhh jadi tadi dateng telat karena ada urusan sama mbaknya Alya" tuduh Alya

"apaan sih, adek lagi pms yah kok sensitif amat?" tanya Umi Zahwa

"harusnya adek seneng dong bakal punya mbak" lanjut Umi Zahwa

"adek seneng Umi, tapi adek kasihan sama seseorang yang bakal jadi istri Abang nanti" ujar Alya

"kenapa?" tanya Umi Zahwa

"karena Abang nggak nggak punya kepekaan terhadap perempuan, apalagi sama adeknya sendiri" ujar Alya

"adek, nggak boleh ngomong gitu" tegur Umi Zahwa

"itu kenyataan Umi" ujar Alya

"Abang keatas dulu deh Umi, Abang capek denger omelannya adek" ujar Hisyam lalu beranjak menuju kamarnya

"Abangggggg, Umi lihat tuh Abang" adu Alya

"udah sekarang adek bersih-bersih dulu, Umi mau masak buat makan malam" ujar Umi Zahwa lalu beranjak menuju dapur. Hisyam pun merebahkan tubuhnya dan lagi bayangan wajah Ara terus memutari otaknya.

"apa yang sudah kamu lakukan kepada ku, Ra?. kenapa bayangan kamu nggak bisa hilang dari pikiran ku" ujar Hisyam dengan frustasi lalu beranjak menuju kamar mandi.
Di tempat lain, di rumah minimalis Ara sedang berkutat dengan alat dapur. Ara mempersiapkan makanan kesukaan Bunda Riani. Setelah selesai semuanya, Ara bersiap-siap kerumah sakit. Saat membuka pintu Ara dikagetkan sama kedatangan Riska dengan Mamanya

"Assalamu'alaikum, Ra" ujar Riska

"Wa'alaikum salam Ris, Tante" ujar Ara lalu menyalami Mama Diana

"silahkan masuk Tan" ujar Ara

"nggak perlu, Ra. Tante kesini, karena Tante mau nitipin Riska. Tante sama Om mau ke Surabaya malam ini. Tante khawatir sama Riska kalau Riska sendirian di rumah. Karena Mbok Nur, sedang pulang kampung. Jadi Tante berniat menitipkan Riska sama Ara. Cuma malam ini, karena besok malam Tante sama Om sudah balik lagi ke Jakarta kok" jelas Mama Diana

"nggak papa kok Tan" ujar Ara

"Ara pasti mau ke Rumah Sakit, Tante anter sekalian aja" ujar Mama Diana

"nggak perlu Tan, Ara bisa berangkat sendiri. Tante berangkat aja, Tante sama om hati-hati yah" ujar Ara

"yaudah Tante duluan. Mama berangkat sekarang yah" ujar Mama Diana terhadap Riska

"Mama sama Papa berangkat aja, nanti ketinggalan pesawat lagi loh" ujar Riska

"kamu baik-baik sama Ara, Mama Papa berangkat dulu. Assalamu'alaikum" pamit Mama Diana

"Wa'alaikum salam, hati-hati Ma" ujar Riska dan diangguki oleh Mama Diana

"yuk Ra, berangkat sekarang" ajak Riska

"Riska dirumah aja, Ara aja yang ke Rumah Sakit" ujar Ara

"aku disini sendiri, sama aja bo'ong dong Ra" rajuk Riska

"kok gitu?" tanya Ara bingung

"la kan aku kesini buat cari teman Ara" ujar Riska

"tapi Ara mau ke Rumah Sakit, Ris" ujar Ara

"maka dari itu aku juga mau ikut ke Rumah Sakit. Aku juga udah kangen banget sama Bunda Ra" ujar Riska

"tapi......"

"ayo berangkat keburu makin sore Ara. Pasti Bunda udah nungguin kamu" ujar Riska

"Riska udah bawa baju ganti kan?" tanya Ara

"udah dong, aku juga bawa cemilan buat di Rumah Sakit nanti" ujar Riska sambil menunjukkan kantong belanjaan yang sedang dibawa

"maafin Ara yah Ris, ngerepotin Riska terus" ujar Ara dengan tidak enak hati

"apaan sih Ra, udah ayo berangkat sekarang" ujar Riska dan diangguki oleh Ara. Dengan cepat Ara mengunci pintu dan berangkat menuju Rumah Sakit. Ara sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Riska, sahabat yang selalu ada buat Ara dalam keadaan apapun. Dan untuk Ayah dan Abangnya, Ara tidak pernah menyerah untuk mencari mereka. Ara ingin Bunda Riani bisa bertemu dengan Abangnya. Ara sangat mengerti kalau Bunda Riani sangat merindukan Abangnya. Walaupun Bunda Riani tidak pernah bilang sama Ara, sebagai seorang Ibu yang melahirkan pasti merindukan anaknya.







happy readingg......

Salam Untuk HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang