part 13

514 42 7
                                    

Setelah kejadian seminggu yang lalu, sikap Hisyam terhadap Ara berubah. Hisyam menjadi dingin, acuh dan tidak pernah lagi berbicara kepada Ara

"Anita keruangan saya sekarang" perintah Hisyam melalui telekom. Dan tidak lama muncullah Anita

"Bapak panggil saya?" tanya Anita dengan menunduk

"temani saya metting diluar sekarang" ujar Hisyam dingin. Ara yang mendengar hanya bisa menghela nafas lelah, sudah seminggu ini Hisyam mendiamkannya. Ara hanya bisa menatap sendu Hisyam.

"tapi pak, semua materi mettingnya sudah dipelajari sama Ara"

"kamu juga sekertaris saya Anita, jadi kamu juga harus mempelajari materi setiap metting saya" murka Hisyam, Anita hanya bisa diam menunduk

"kamu pelajari materinya di jalan" ujr Hisyam dingin dan berlalu meninggalkan ruangannya

"maaf yah mbak, gara-gara Ara mbak kena marah pak Hisyam" ujar Ara tidak enak hati

"nggak papa Ra, salahku juga yang lepas tanggung jawab gitu aja"

"kalau gitu aku berangkat dulu yah, takut pak Hisyam makin marah" ujar Anita dan meninggalkan Ara seorang diri. Ara hanya bisa menerima perlakuan Hisyam dengan lapang dada. Ini resiko yang harus Ara tanggung. Ara kembali menyelesaikan pekerjaannya. Ara ingin pekerjaannya cepat selesai.

Di tempat lain, Hisyam sedang melakukan metting. Jujur, Hisyam sama sekali tidak bisa fokus selama metting berlangsung. Tetapi karena pihak investor yakin akan kemampuan Hisyam. Akhirnya, proyek tersebut jatuh di tangan Hisyam. Hisyam sangat bersyukur karena mereka mempercayai kemampuan yang Hisyam miliki. Setelah metting selesai, Hisyam sama sekali tidak ingin kembali ke perusahaan yang telah Hisyam bangun dengan Rifat. Berbicara tentang Rifat, sudah 2 minggu ini Hisyam tidak bertemu sama sekali dengan Rifat. Karena Rifat sedang menyelesaikan proyek yang ada di Yogyakarta selama beberapa bulan. Oleh karena itu, semua pekerjaan yang ada di Jakarta harus Hisyam tangani. Untung saja perusahaan yang Hisyam bangun sendiri di bantu dengan sahabat baiknya.

Ara yang akan makan siang harus menundanya karena Hisyam memiliki tamu.

"Abang masih lama yah mbak?" tanya Alya lesu

"saya tidak tau mbak, mungkin pak Hisyam sambil makan siang di luar" jawab Ara sekenanya

"sudah masuk makan siang yah mbak, maafin Alya yah mbak nggak lihat waktu kalau datang kesini" ujar Alya tak enak hati

"nggak papa kok mbak" ujar Ara tersenyum

"makan siang di luar yuk mbak" aja Alya

"di kantin aja yah mbak, kalau makan di luar waktunya nggak cukup" ujar Ara

"yaudah nggak papa deh" ujar Alya. Mereka berjalan menuju kantin. Dan di kantin mereka bertemu dengan Riska.

"Ara duduk sini" ujar Riska sambil menunjuk kursi yang ada di depannya. Mereka berjalan menghampiri Riska

"mbak Alya nggak papa kan duduk di sini?" tanya Ara

"nggak papa kok mbak" ujar Alya sambil duduk

"oh iya mbak, kenalin ini Riska, sahabat saya" ujar Ara

"Riska"

"Alya" mereka saling berjabat tangan dan makan dalam keadaan diam. Setelah selesai makan mereka mengobrol ringan sampai mereka memutuskan untuk melaksanakan shalat. Setelah selesai melaksanakan shalat mereka kembali ke tempat meja kerja masing-masing. Ara dan Alya berjalan menuju ruangan Hisyam. Mereka masuk, dan mendapati Hisyam yang sedang berbaring di sofa dengan menutup kedua matanya.

"Abanggg..." teriak Alya, Hisyam yang mendengar segera bangun dan membuang nafas lelah. Niat Hisyam ingin beristirahat sebentar kacau karena teriakan adeknya.

"apa sih dek,, bisa nggak, nggak usah teriak - teriak, ini kantor bukan hutan" sebal Hisyam

"salah Abang sendiri, adek udah nungguin Abang dari tadi" omel Alya

"adek kenapa sih, kok tumben sering banget kesini. Emang adek nggak ada kerjaan apa gangguin Abang?" tanya Hisyam ketus

"iya kan adek pengen gangguin Abang, biar Abang nggak bisa kerja terus harus lembur sampai malem"

"kalau adek mau uang jajan adek nambah, minta sendiri sama Abi sana" usir Hisyam

"Abang tega bener sama adek"

"biarin" ujar Hisyam ketus. Ara yang melihat hanya bisa tersenyum.

"mbak Ara kok betah sih kerja bareng Abang?" tanya Alya kepada Ara. Hisyam pun hanya bisa menatap Alya tajam

"iya kalau nggak betah, biar dia cari kerjaan aja diluar" omel Hisyam. Ucapan Hisyam barusan membuat hati Ara sakit, tetapi sebisa mungkin Ara biasa saja.

"Abangg nggak boleh gitu" tegur Alya

"kita pulang aja" ajak Hisyam dan mendorong Alya keluar. Tanpa berkata apapun Hisyam keluar dari ruangan hanya bisa terseyum kecut dengan perubahan sikap Hisyam. Selama perjalan tidak ada obrolan, tetapi Alya menyadari sikap dingin Hisyam terhadap Ara. Alya berfikir, mereka saling memiliki perasaan dan sekarang mereka sedang ada masalah yang membuat jarak diantara mereka. Setelah sampai di depan rumah, Hisyam segera turun. Hisyam ingin segera beristirahat, sungguh Hisyam sangat lelah, lelah akan fisik dan juga fikiran.

"assalamu'alaikum, Umi" ujar Alya yang melihat Umi Zahwa di ruang tengah

"wa'alaikum salam, itu Abang kenapa?" tanya Umi Zahwa penasaran

"kayaknya lagi ada masalah deh Umi" ujar Alya sambil duduk di sebelah Umi Zahwa

"masalah kerjaan?" tanya Umi Zahwa

"kayaknya bukan deh Umi" jawab Alya ragu

"trus?"

"masalah hati, Umi" jawab Alya

"maksudnya?"

"Abang kan punya sekertaris Umi, waktu Alya samperin Abang sekitar seminggu yang lalu ke kantor, muka Abang itu selalu seneng kalau lagi berbicara atau menatap wajahnya Umi. Tapi tadi waktu Alya samperin Abang, sikap Abang dingin banget Umi sama dia" jelas Alya

"emang Abang punya sekertaris baru?"

"Abang punya sekertaris 2 Umi" ujar Alya

"Apa mungkin punya perasaan sama mbak Ara yah Umi. Soalnya mbak Ara baik banget Umi" ujar Alya. Umi Zahwa menjadi penasaran kenapa anak lelakinya pulang dalam keadaan murung seperti itu

"Umi..." panggil Alya sambil memegang tangan Umi Zahwa

"iya"

"Alya pingin berhijab, boleh?" tanya Alya. Umi Zahwa yang mendengar sampai meneteskan air mata

"adek serius?" tanya Umi Zahwa

"adek serius Umi. Adek pengen bisa banggain Umi sam Abi, boleh kan Umi?" tanya Alya

"alhamdulillah, tentu boleh sayang. Umi bersyukur adek mau belajar lebih baik lagi. Umi dukung adek" ujar Umi Zahwa dengan tersenyum. Dengan cepat Alya memeluk Uminya.

"terima kasih, Umi. Bantu adek yah Umi" pinta Alya sambil memeluk Umi nya

"tentu sayang, Umi bakal bantu adek" ujar Umi Zahwa. Hisyam yang melihat dan mendengar keinginan Alya sangat senang. Melihat dua perempuan tercintanya berpelukan seperti itu membuat Hisyam ikut bahagia








happy reading
selalu jaga kesehatan yah semua, semoga musibah ini cepet berlalu, dan bisa beraktivitas seperti semula

jangan lupa like dan komennya yah
terima kasih 🙏🙏

Salam Untuk HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang