Ara pun membawa Bundanya ke rumah sakit untuk menjalani serangkaian cuci darah. Bunda Riani mengalami gagal ginjal dan harus segera mendapatkan donor ginjal yang cocok. Ara sudah melakukan serangkaian tes dan hasilnya cocok. Karena permintaan dari Bunda Riani, Ara tidak bisa mendonorkan ginjalnya. Ara tentu sangat terpukul dengan permintaan Bundanya. Karena hanya beliau yang Ara punya sekarang. Ara bahkan sudah mengumpulkan biaya untuk tranpatasi ginjal Bundanya.
"Bunda mau minum?" tanya Ara yang sedang menunggu giliran Bundanya untuk periksa
"Bunda tidak mau apa-apa sayang" ujar Bunda Riani dengan tersenyum hangat
"Ny. Riani Nafizah"
"Bunda kita masuk sekarang" ujar Ara sambil mendorong kursi roda Bunda Riani
"kita langsung proses cuci darah yah, Ara" ujar Dr. Aisyah
"baik dok" ujar Ara lalu mendorong kursi Bunda Riani menuju ICU. Setelah mengganti semua pakaian Bunda Riani, Ara diminta untuk keluar
"Ara tunggu Bunda di depan yah, Bunda harus kuat, Ara yakin Bunda akan cepat sembuh" ujar Ara berkaca-kaca
"kalau terjadi apa-apa sama Bunda, Ara harus ikhlas yah, sayang" ujar Bunda Riani dengan menitihkan air mata
"Bunda pasti sembuh" ujar Ara lalu mencium kening Bunda Riani dan mencium tangan Bunda Riani dengan takzim.
Ara pun keluar dari ruang ICU dan duduk di ruang tunggu yang disediakan. Selama proses pengobatan berlangsung Ara tidak pernah beranjak dari sana. Ara selalu merapalkan do'a semoga Bundanya cepat sembuh. Setelah menunggu beberapa jam, Bunda Riani sedang tidak sadarkan diri karena efek dari proses pengobatan tersebut. Bunda Riani dibawa menuju ruang perawatan untuk istirahat. Ara terus menggenggam tangan Bunda Riani. Ara beranjak menuju kamar mandi untuk wudhu dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ara terus berdo'a untuk kesehatan Bundanya dan berdo'a semoga bisa bertemu dengan Ayah dan Abang nya. Ara merapikan peralatan shalatnya dan keluar untuk mengurus biaya administrasi
"assalamu'alaikum, Ra"
"wa'alaikum salam, Ris" ujar Ara lalu memeluk Riska dengan menangis
"jangan nangis, Ra. Insya Allah Bunda akan cepat sembuh" ujr Riska yang terus menenangkan Ara
"aku terus membujuk Bunda, Ris. Tapi Bunda tetap nggak mau" ujar Ara menumpahkan segala kesedihannya
"karena Bunda sangat sayang sama kamu, Ra. Bunda nggak mau kamu sakit, Ra"
"aku juga nggak mau lihat Bunda terus-terusan kayak gini, Ris"
"aku nggak kuat, setiap hari Bunda harus merasakan sakit. Aku nggak kuat, Ris"
"Ra, dimana Ara yang aku kenal?, Ara yang aku kenal itu perempuan yang kuat, yang sabar dan selalu tersenyum"
"tapi aku nggak bisa ngelihat Bunda kayak gini terus Ris"
"udah jangan nangis, sekarang kita temani Bunda didalam yah" ajak Riska sambil mengurai pelukannya
"udah jangan nangis" ujar Riska sambil menghapus air mata Ara. Ara dan Riska berjalan menuju ruang perawatan Bunda Riani. Tanpa mereka ketahui ada seseorang yang sedari tadi mendengar pembicaraan mereka
"nak" ujar Dr. Aisyah menyentuh pundak Rifat
"Umi" lirih Rifat. Sungguh, hari Rifat sangat sakit melihat Ara menangis seperti tadi
"kita bicara diruangan Umi, yuk!" ajak Umi Aisyah sambil menuntun Rifat menuju ruangannya.
"soal Ara, sayang?" tanya Umi Aisyah dan seketika Rifat mendongak
"Rifat harus bagaimana, Umi?" tanya Rifat dengan berkaca-kaca
"Rifat nggak bisa melihat Ara seperti ini terus, Mi" jelas Rifat
"Rifat mencintai Ara?"
"Rifat sangat mencintai Ara, Mi. Ara wanita kedua yang sangat Rifat cintai setelah Umi" jelas Rifat
"kamu tau sayang, perasaan kamu itu salah?"
"Rifat tau Umi, Rifat sangat tau Umi"
"Rifat selalu mendiskusikan nama Ara dengan Allah, tapi Rifat belum mendapatkan jawabannya, Mi" lirih Rifat
"minta izin sama Ara, nak" ucapan Umi Aisyah membuat Rifat menyerngit bingung
"minta izin sama Ara, untuk meminjam nama Ara untuk didiskusikan dengan Allah"
"kalau Rifat sama Ara berjodoh, pasti suatu saat Rifat akan menjadi imam untuk Ara. Membahagiakan Ara dan selalu mendekap Ara dalam keadaan apapun" jelas Umi Aisyah
"Rifat pengecut Mi, Rifat pengecut karena tidak berani bilang sama Ara. Rifat takut kalau perasaan Rifat ke Ara membuat hubungan Rifat sama Ara menjadi tidak baik, Mi" jelas Rifat
"Umi, apa Bunda Riani sudah mendapatkan donor yang cocok?"
"belum"
"bukannya beliau sudah mendaftarkan diri sejak lama, kenapa sampai sekarang belum dapat juga, Mi?" tanya Rifat
"Umi, tes Rifat saja. Siapa tau Rifat cocok sama beliau"
"kalau Rifat mau jadi pendonor Rifat izin sama Ara dulu"
"kok gitu, Mi"
"Rifat mau kalau suatu saat nanti Ara tau, hubungan Rifat sama Ara pasti menjadi tidak baik, sayang" jelas Umi Aisyah. Rifat hanya bisa menghela nafas.
Di tempat lain Hisyam masih saja uring-uringan karena pekerjaan yang menumpuk. Hisyam sangat kesal karena Abinya tidak mengizinkan pulang cepat sebelum pekerjaannya selesai
"kamu selesaikan pekerjaanmu sekarang, atau Abi bakal memperbanyak tugas kamu supaya setiap hari kamu pulang malem terus, hem?"
"besok saja, Bi. Mood Hisyam lagi nggak enak kalau disuruh kerjain tugas segini banyaknya sekarang" jelas Hisyam
"terserah kamu mau gimana. Salah kamu sendiri yang lebih fokus sama cewek kamu yang tidak jelas itu daripada pekerjaan kamu. Sekarang tanggung sendiri akibatnya, pekerjaan kamu numpuk segini banyaknya karena ulah kamu sendiri" murka Abi Kahfi
"Hisyam juga butuh....."
"butuh apa?, butuh wanita yang jelas itu. Wanita yang setiap hari keluar masuk club itu, hah?"
"kamu fikir Abi nggak tau kalau selama ini kamu juga setiap hari keluar masuk club dengan wanita itu. Kalau Umi tau gimana, Syam?"
"kamu mau bikin Umi sakit karena kelakuan bejat kamu itu, hah?"
"kurang keras gimana lagi Abi sama Umi mendidik kamu, kurang keras gimana lagi, Syam?"
"jawab Abi!" teriak Abi Kahfi
"kalau kamu masih kayak gini, berarti kamu tega sama Umi. Wanita yang mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan kamu. Mencurahkan segala kasih sayangnya untuk membesarkan dan mendidik kamu. Tapi ini balasan kamu sama Umi kamu, Syam" murka Abi Kahfi. Abi Kahfi pun keluar dari ruangan Hisyam dengan keadaan marah. Sungguh, Abi Kahfi sangat kecewa dengan kelakuan Hisyam yang sudah mencapai batas.
happy reading........
KAMU SEDANG MEMBACA
Salam Untuk Hatimu
Romance"Ara bersyukur bisa hidup bersama Mas Hisyam, walaupun Mas Hisyam tidak pernah sekalipun melihat Ara. Ara akan melepas Mas Hisyam ketika Ara sudah benar-benar lelah mempertahankan Mas disisi Ara" Ara Ratu Diandra "saya tidak pernah menginginkan kamu...