part 8

482 40 8
                                    

Ara pun berjalan terburu menuju meja kerjanya. Dengan tergesa - gesa Ara merapikan meja kerjanya. Setelah selesai merapikan meja kerjanya, Ara meraih tasnya. Dan tanpa disangka Hisyam sudah berada di depannya.

"Bapak, permisi saya harus pergi sekarang" ujar Ara

"siapa yang memperbolehkan kamu pergi saat jam kerja begini?" tanya Hisyam dengan dingin. Ara yang mendengar pun langsun terdiam, tetapi perasaannya sungguh tidak tenang. Ara harus tau bagaimana keadaan Bunda nya sekarang.

"saya mohon pak, saya minta izin untuk pulang cepat, atau saya bawa pulang pekerjaan saya. Saya kerjakan di rumah yah pak" bujuk Ara berharap Hisyam memperbolehkannya untuk pulang cepat

"saya tidak mengizinkan kamu pulang Ara. Kamu buru - buru pulang karena mau ketemu Rifat kan?" ujar Hisyam dengan sinis

"tidak pak, saya harus segera pulang karena...." ucapan Ara menggantung, tidak mungkin Ara memberitahu Hisyam masalah pribadinya, rasanya sangat tidak baik.

"kembali ke meja kamu dan kerjakan pekerjaan kamu Ara" ujar Hisyam dengan penuh penekanan

"kamu tadi belum sempat makan siang, makanlah" ujar Hisyam lalu menaruh kotak makanan di meja kerja Ara. Ara yang melihat pun tidak mengerti dengan sikap Hisyam.

"kalau kamu tidak segera bekerja, kamu mau malam ini lembur?. Dan besok saya tunggu jawaban kamu Ara Ratu Diandra" bisik Hisyam tepat di telinga Ara. Ara yang mendengarpun merasakan bulu kuduknya berdiri. Karena setiap perkataan yang di ucapkan Hisyam barusan seperti ancaman yang akan membuat Ara tidak bisa menolak.
Melihat ekspresi Ara yang seperti ketakutan membuat Hisyam tersenyum. Hisyam akan mengikat Ara dengan cara apapun. Hisyam pun berlalu meninggalkan Ara yang masih mematung. Entah kesalahan apa yang pernah Ara perbuat sampai memiliki atasan yang tidak Ara mengerti sama sekali akan sikapnya. Dengan lesu Ara kembali duduk.

"Bunda harus kuat, Ara minta maaf tidak bisa langsung melihat keadaan Bunda sekarang. Bunda harus terus berjuang dan menemani Ara Bun. Ya Allah berilah kesembuhan dan kesehatan untuk Bunda. Angkat penyakitnya Ya Allah. Mudahkanlah urusan hamba Ya Allah dan semoga hamba masih bisa bertemu dengan Abang dan Ayah hamba Ya Rabb" batin Ara dengan meneteskan air mata. tanpa Ara sadari sedari tadi Hisyam melihat keterdiaman Ara dan entah apa yang sedang Ara pikirkan sampai sedih begitu. Hisyam segera kembali menuju keruangannya sebelum para karyawan kembali dari kantin.
Waktu pun berjalan dengan cepat. Jam pulang pun tiba, dengan segera Ara membereskan meja kerjanya dan meraih tas lalu berlari keluar kantor. Ara pun memberhentikan taksi, Ara ingin segera menemui Bundanya. Tidak berapa lama Ara sampai rumah sakit. Ara segera turun dan berlari menuju ruang rawat Bundanya.

"mas, gimana keadaan Bunda?" tanya Ara dengan ngos-ngosan. Ara pun menghirup udara dengan rakus

"Bunda lagi istirahat, keadaan Bunda sudah stabil" uajr Rifat

"maaf merepotkan mas, Ara tidak bisa izin karna ada kerjaan yang tidak bisa dikerjakan teman-teman mas" dusta Ara. Ara tidak ingin hubungan Rifat san Hisyam buruk hanya karena kejadian ini. Tapi kalau boleh jujur Ara sangat kesal dengan Hisyam karena tidak memperbolehkannya pulang cepat. Ara juga sadar, Ara tidak bisa keluar perusahaan waktu jam kerja dengan seenaknya

"kok tumben anak-anak nggak bisa back up kerjaan kamu?" tanya Rifat curiga

"teman-teman ada banyak kerjaan mas" ujar Ara

"mas mau cari makan, kamu mau pesan apa?" tanya Rifat

"tidak mas terima kasih" tolak Ara secara halus

"nasi goreng saja yah" ujar Rifat lalu berlalu

"mas" panggilan Ara menghentikan langkah kaki Rifat, lalu berbalik melihat Ara

"terima kasih dan maaf Ara selalu merepotkan mas Rifat" ujar Ara dengan tersenyum. Senyum yang selalu membuat Rifat jatuh makin dalam kepada Ara

"tidak masalah Ara" ujar Rifat lalu meninggalkan Ara. Ara pun langsung masuk kedalan ruang rawat Bundanya. Ara berjalan menuju brankar Bundanya. Ara menunduk, mencium kening Bundanya lama sampai tidak sadar air matanya menetes, menggenggam tangan Bundanya

"Ara sayang bange sama Bunda. Bunda kekuatan terbesar Ara. Bunda segalanya bagi Ara" ujar Ara menahan tangis. Pintu pun terbuka menampilkan Riska yang sedang tersenyum, dengan cepat Ara menghapus air matanya.

"kamu mandi dulu gih. Aku udah bawain baju ganti buat kamu. Kamu harus kuat Ra. Aku percaya sabahat ku ini akan selalu kuat dan tegar. Kamu harus ingat, kamu nggak pernah sendiri Ra. Ada aku yang akan selalu ada buat kamu Ra. Kamu harus percaya sama aku, kalau aku nggak bakal biari kamu sendiri Ra. Aku akan selalu menggenggam tangan kamu dalam keadaan apapun" ujar Riska

"makasih Ris" ujar Ara dengen menangis

"kamu mandi dulu gih" ujar Riska dan diangguki oleh Ara. Ara pun bergegas menuju kamar mandi. Tidak membutuhkan waktu lama, Ara sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Pintu terbuka menampilkan Rifat yang membawa makanan, camilan dan beberapa buah.

"assalamu'alaikum" ujar Rifat

"wa'alaikum salam. Ya Allah mas, makanannya banyak banget" keluh Ara

"pak Rifat tau saja saya belum makan, wah ada camilan juga. Rezeki kita Ra" canda Riska dan mendapatkan pelototan tajam dari Ara

"buat kalian, siapa tau kalau malem tiba-tiba laper" ujar Rifat

"tapi nggak sebanyak ini juga mas" keluh Ara

"nggak papa Ra, rezeki nggak boleh ditolak" ujar Rifat dengan tersenyum

"betul tuh kata pak Rifat Ra, rezeki nggak boleh ditolak" sahut Riska

"terima kasih banyak yah pak Rifat" ujar Riska dengan sopan

"sama-sama, kalau gitu saya pulang duluan" ujar Rifat

"Ara antar sampai depan yah mas" ujar Ara tersenyum dan tentu saja di angguki oleh Rifat

"Ris aku kedepan dulu yah" ujar Ara dan diangguki oleh Riska. Rifat dan Ara pun berjalan keluar. Selama perjalanan mereka hanya diam dengan pikirannya masing-masing, dan beberapa kali Rifat mencuri pandang ke Ara.

"mas sekali lagi Ara ngucapin terima kasih banyak dan Ara juga minta maaf karena selalu merepotkan mas" ujar Ara dengan tidak enak

"kamu udah sering banget loh bilang makasih dan maaf" ujar Rifat

"Ara nggak enak sama mas karena tiap hari ngerepotin mas terus" ujar Ara

"udah nggak perlu dipikirin. Kalau gitu mas pamit yah dan mas titip salam buat Bunda" ujar Rifat dengan tersenyum

"iya mas, Insya Allah Ara sampaikan. Mas hati-hati yah" ujar Ara dan diangguki oleh Rifat

"yaudah mas pamit, assalamu'alaikum" pamit Rifat

"wa'alaikum salam" ujar Ara. Rifat pun bergegas masuk kedalam mobil lalu menyalkan mesin dan meninggalkan rumah sakit.






lanjut?????

timnya Hisyam atu Rifat nih?
jangan lupa like dan koment yah guys

terima kasih 🙏🙏🙏🙏

Salam Untuk HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang