02 - Perbincangan dengan Sahabat Lama

86 11 3
                                    

Keesokan harinya, Ryan kembali datang menemui Sarah di rumah makan padang miliknya. Waktu menunjukkan pukul 18.30. Untungnya Sarah hari ini masih ada keperluan dan belum pulang.
“Sarah, bisa kita bicara?”

“Hmm, bisa. Tunggu sebentar ya! Aku mau ke toilet dulu.”

Okay, aku tunggu di sebelah sana. Mba, pesan nasi sama kikilnya satu porsi ya! Makan di sini.”

“Baik, Pak. Biar saya siapkan.”

Beberapa saat kemudian, pesanan Ryan telah selesai disiapkan.
“Pesanannya sudah saya siapkan. Totalnya jadi 25 ribu.”

“Ini uangnya.”

“Terima kasih, Pak. Selamat menikmati.”

Ryan membawa pesanannya ke tempat duduk. Tak lama, Sarah menghampiri Ryan yang sedang menikmati makanan yang telah dipesannya.
“Hai, Ryan! Lama kita tidak bertemu.”

“Hai juga, Sar. Iya, nih sudah lama banget kita nggak ketemuan. Kamu apa kabar?”

“Kabar baik.

“Kabarku baik, Yan. Oh iya, sejak kapan kamu kembali ke Bandung? Bukannya terakhir kamu pindah ke Surabaya ya?”

“10 tahun lalu, aku memutuskan kembali menetap di Bandung.”

“Oh, gitu. Oh, iya kamu sudah menikah atau masih jomlo nih?”

“Sudahlah. Aku sudah menikah dan punya anak perempuan satu. Ya meskipun, aku dijodohkan oleh orangtuaku. Kalau kamu?”

“Aku juga sudah menikah dan punya satu anak laki-laki. Kamu dijodohin?”

“Iya, sebelum Papaku meninggal dia minta aku segera menikah dengan perempuan pilihannya.”

“Om Renal meninggal? Kapan? Kok nggak kasih kabar?”

“Sudah lama, 18 tahun yang lalu. Tadinya aku mau kabarin kamu, tapi HPku hilang dan nomormu aku tidak hafal.”

“Oh, gitu. Aku turut berdukacita. Kalau Tante Arin bagaimana kabarnya?”

“Sehat, dia masih di Surabaya urus perusahaan Papa yang di sana.”

“Oh, gitu. Syukurlah kalau Tante Arin sehat. Yan, aku pulang dulu ya!”

“Kok buru-buru? Suami nungguin ya?”

“Hmm, bukan suami. Anakku yang sudah nunggu. Kalau suamiku sudah meninggal 10 tahun yang lalu.”

“Maaf, aku nggak tahu.”

“Tidak apa. Duluan ya!”

“Mau aku antar? Ini aku juga sudah selesai makannya. Bagaimana? Mau? Sudah malam.”

“Hmm, nggak ngerepotin nih?”

“Nggak, santai saja. Rumahmu di mana?”

“Dekat kok dari sini.”

“Ya sudah, ayo aku antar!”

Akhirnya Sarah setuju. Sekalian Sarah ingin mengobrol lebih banyak dengan sahabat lamanya. Hanya membutuhkan waktu 30 menit, mereka akhirnya tiba di rumah Sarah. Sosok Rey sudah menunggu di kursi teras.
“Hmm, mobil siapa yang datang?”

Tak lama, Sarah dan Ryan turun dari mobilm
“Rey, Ibu pulang.”

“Ibu? Akhirnya Ibu pulang juga. Rey khawatir tahu. Dihubungi nggak bisa.”

“Maaf, Rey. HP Ibu mati habis baterai. Oh, iya kenalin ini sahabat lama Ibu, Om Ryan.”

“Halo, Om. Saya Rey,” jawab Rey sambil bersalaman dengan Ryan.

“Ini anak kamu, Sar? Ganteng banget.”

“Makasih, Om.”

“Nak Rey ini kelas berapa?”

“Kelas 11, Om.”

“Wah, sama dong kayak anak Om. Putri Om juga kelas 11 juga.”

Tiba-tiba ponsel Ryan berdering.
“Tunggu sebentar ya! Saya angkat telepon dulu.”

Halo, Pa. Papa di mana?”

“Papa ada di rumah teman sebentar. Ada apa, Sayang?”

Nadia titip bakso yang biasa ya, Pa!”

“Iya, iya, nanti Papa belikan. Sudah dulu ya! Papa mau izin pulang.”

Okay, Pa.”

“Anak Om nitip beli bakso. Rey, Sar, saya pamit pulang dulu ya!”

“Oh, okay. Hati-hati di jalan, Yan.”

“Makasih sudah antar Ibu pulang, Om.”

“Sama-sama. Saya permisi dulu.”

Ryan masuk mobil dan mulai meninggalkan rumah Sarah dan Rey.
“Ayo, Rey masuk! Sudah malam. Kamu sudah makan?”

“Sudah, Bu. Kalau Ibu sudah makan malam belum?”

“Hmm, belum. Ibu mau mandi dulu, baru makan malam.”

“Ya sudah, habis Ibu mandi jangan lupa makan ya! Rey nggak mau Ibu sakit. Rey ke kamar dulu mau kerjain tugas.”

“Iya, Sayang. Nanti Ibu makan.”

Rey masuk ke kamarnya untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Rey mengambil tas sekolahnya mengeluarkan semua bukunya. Tak disangka, Rey menemukan buku yang bukan miliknya di tumpukan.

“Lah? Kok ada buku catatan Matematika si nyebelin Nadia sih? Buku catatan gue ke mana?”

Rey mengobrak-abrik tas untuk mencari keberadaan buku catatan matematika miliknya.
“Sial, apa jangan-jangan tertukar?”

Beberapa saat kemudian, ponsel Rey berdering. Tertera nama Nadia Si Nyebelin  melakukan panggilan video.
“Ngapain lagi dia video call ?”

Rey menerima panggilan tersebut.
“Ada apa lo telepon gue? Kangen?”

Idih, jijik. Gue telepon lo karena buku catatan matematika lo ada di gue. Buku gue ada di lo nggak?”

“Ada nih. Buku Nadia Si Nyebelin. Pasti ini semua gara-gara lo buku gue jadi ketuker.”

Enak saja, ini semua salah lo! Lo yang tadi buru-buru pergi.

“Lo yang salah!”

Lo yang salah!”

“Jadi gimana? Gue harus antar buku lo?”

“Nggak usah! Balikin besok! Awas buku gue jangan dicoret-coret!”

“Oke. Bye!”

Rey mengakhiri panggilan tersebut.
“Dasar cewek nyebelin! Ngerusak mood gue aja! Lebih baik gue lanjut kerjain tugas keburu malam banget.”

To be continued...
©2021 By WillsonEP
Bagaimana chapter kali ini?
Tulis komentarmu!
Oh, iya jangan lupa vote dan comment ya kalau kamu suka ceritanya.
. ⭐
. ⭐
. ⭐
Sudah vote? Terima kasih.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Nikah LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang