01 - Pertemuan Tak Diduga

231 13 5
                                    

Suatu pagi sekitar pukul 04.30, Sarah bangun untuk mempersiapkan sarapan. Hari ini ia akan memasak ayam goreng kesukaan Rey–sang anak.
“Rey, bangun! Kamu mandi sekarang! Nanti telat. Ibu sedang masak makanan kesukaanmu,” teriak Sarah sambil meneruskan memasak.

“Iya, Bu. Rey sudah bangun kok. Ini mau mandi.”

Beberapa saat kemudian, Sarah selesai memasak. Ia mulai menata ayam goreng yang telah matang di piring.
“Wah, Ibu masak ayam goreng kesukaan Rey dan Ayah. Sayangnya, kita sekarang kita hanya tinggal berdua.”

“Rey, Ayah sudah bahagia di atas sana. Sekarang kita sarapan ya! Nanti kamu telat ke sekolahnya.”

Mereka memulai sarapannya. Sang ayah telah meninggal sejak Rey berusia tujuh tahun. Ferry –ayah Rey– meninggal saat sedang tertidur lelap. Sepuluh tahun telah berlalu, Sarah merawat Rey sendiri tanpa seorang suami.
“Bu, Rey pamit sekolah dulu ya!”

“Iya, hati-hati.”

“Oh, iya Ibu mau sekalian bareng Rey ke rumah makan?”

“Nggak usah, Rey. Ibu bisa sendiri. Ada yang harus Ibu siapkan dulu.”

“Oh, gitu. Ya sudah, Ibu hati-hati. Pulang sekolah, Rey ke rumah makan buat jemput Ibu.”

“Iya, kamu sekolahnya yang pinter ya!”

“Siap, Bu. Rey berangkat.”

Rey melajukan motor Astrea Grand-nya peninggalan sang ayah.
“Sekarang aku harus siap-siap ke RM.”

—OoO—

Waktu menunjukkan pukul 09.00. Saat ini, Sarah dan beberapa karyawan sedang sibuk mempersiapkan menu untuk Rumah Makan Padang Ferah miliknya. Ferah adalah singkatan dari Ferry dan Sarah. Rumah makan ini didirikan sewaktu Rey berusia satu tahun. Selama kurang lebih 16 tahun berjalan, rumah makan padang semakin laris dan berkembang. Dari yang awalnya mengontrak hingga mempunyai tempat sendiri. Tak terasa, waktu telah menunjukkan 10.00, waktu rumah makan ini buka. Pengunjung mulai berdatangan silih berganti. Jumlah pengunjung biasanya akan semakin bertambah mendekati waktu makan siang. Benar saja dua jam kemudian, jumlah pengunjung membludak. Rumah makan ini hanya menyediakan 80 kursi untuk makan di tempat. Pengunjung yang tidak dapat hanya bisa menunggu giliran atau membawa pulang makanan yang telah dipesan. Di balik keramaian pengunjung, Sarah tiba-tiba melihat sosok yang Waktu menunjukkan pukul 09.00. Saat ini, Sarah dan beberapa karyawan sedang sibuk mempersiapkan menu untuk Rumah Makan Padang Ferah miliknya. Ferah adalah singkatan dari Ferry dan Sarah. Rumah makan ini didirikan sewaktu Rey berusia satu tahun. Selama kurang lebih 16 tahun berjalan, rumah makan ini semakin laris dan berkembang. Dari yang awalnya mengontrak hingga mempunyai tempat sendiri. Tak terasa, waktu telah menunjukkan 10.00, waktu rumah makan ini buka. Pengunjung mulai berdatangan silih berganti. Jumlah pengunjung biasanya akan semakin bertambah mendekati waktu makan siang. Benar saja dua jam kemudian, jumlah pengunjung membludak. Rumah makan ini hanya menyediakan 80 kursi untuk makan di tempat. Pengunjung yang tidak dapat hanya bisa menunggu giliran atau membawa pulang makanan yang telah dipesan. Di balik keramaian pengunjung, Sarah tiba-tiba melihat sosok yang tak asing di matanya. Seorang pria yang mengenakan jas di depannya.
“Bu, saya pesan dua porsi kikil. Cepat ya!”

“Baik, ditunggu sebentar.”

Sarah langsung menyiapkan pesanan pria tersebut. Selagi menyiapkan pesanannya, ia kembali mengingat-ingat siapa pria yang di depannya sekarang. Wajahnya sangat familiar.
“Dua porsi kikil sudah, Pak. Ada tambahan lain?”

“Tidak, itu saja. Jadi berapa?”

“Totalnya jadi 40 ribu, Pak.”

“Ini uangnya. Tunggu sebentar. Kamu Sarah kan?”

“Hmm, iya. Bapak kenal saya?”

“Iya, kenal. Ini aku, Sar. Ryan.”

“Ryan? Ternyata kamu Ryan. Pantesan kayak kenal.”

“Ini rumah makan punyamu?”

“Iya. Kamu apa kabar?”

“Kabarku baik. Sudah ya! Antriannya panjang nih. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Bye!”

Okay. Iya nih, lagi rame banget. Bye, Ryan!”

Pria bernama Ryan meninggalkan rumah makan.
“Aku nggak nyangka bakal ketemu Ryan di sini. Sudah lama banget aku nggak ketemu dia.”

Sarah kembali melanjutkan melayani pembeli selanjutnya. Ryan adalah sahabat lama Sarah. Mereka bertemu di bangku SMP. Hubungan mereka sangatlah dekat. Di mana ada Sarah pasti ada Ryan, tetapi mereka terpisah saat SMA. Ryan pindah ke kota lain karena ayahnya dipindah tugas.

—OoO—

Waktu telah menunjukkan pukul 17.00. Jumlah pengunjung rumah makan sudah mulai berkurang dari tadi siang. Sarah langsung mengambil tasnya bersiap untuk pulang.
“Vel, saya titip ya! Saya harus pulang. Sepertinya anak saya sudah ada di depan.”

“Baik, Bu. Semua urusan rumah makan akan saya handle.”

“Makasih, Vel. Saya permisi dulu.”

Sarah keluar dari rumah makan.
“Hmm, Reynya belum datang. Kira-kira dia sudah di mana ya? Aku kan sudah siapkan kejutan buat dia. Pasti dia suka.”

Tak lama, motor Rey memasuki kawasan parkiran.
“Bu, maaf Rey agak telat. Tadi Rey ada tugas kelompok dulu yang mesti diselesaikan.”

“Tidak apa-apa. Sekarang kita pulang ya! Ibu punya kejutan buat kamu.”

“Kejutan? Kejutan apaan, Bu? Rey kan sedang tidak ulang tahun.”

“Ada deh, kejutan pokoknya. Ayo, kita pulang!”

Sarah langsung naik ke boncengan.
“Pakai helm dulu, Bu.”

“Iya, iya. Ayo, kita pulang! Takutnya hadiah kamu sudah sampai.”

“Hadiah apaan sih, Bu? Rey jadi penasaran. Kasih bocoran dikit dong.”

“Kalau Ibu kasih tahu sekarang bukan kejutan dong.”

“Ah, Ibu bisa saja bikin Rey penasaran.”

Rey menjalankan motornya menuju rumah. Hanya membutuhkan waktu 20 menit, mereka tiba di rumah. Di depan rumah mereka ada sebuah mobil pick-up yang di atasnya terdapat satu unit motor skuter keluaran terbaru.
“Ibu beliin motor baru buat Rey?”

“Iya, Rey. Pak, tolong langsung diturunkan ya!”

“Baik, Bu.”

Motor baru Rey telah diturunkan.
“Ini kunci, buku panduan, dan bonus helmnya. Silakan di cek dulu barangnya.”

“Baik, Pak. Biar saya cek dulu.”

Rey memeriksa kondisi motor dan segala kelengkapannya.
“Sudah saya cek semuanya, Pak.”

“Baiklah, kami permisi.”

“Gimana, Sayang? Suka sama motornya?”

“Suka banget, Bu. Warnanya keren.”

“Ibu sengaja beliin kamu motor baru. Ibu tahu kalau motor Ayah sudah sering mogok. Besok kamu langsung pakai motor barunya ya?”

“Iya, Bu. Makasih. Rey sayang sama Ibu.”

Rey langsung memeluk Sarah dengan hangat.
“Sekarang kita masuk ya, Bu!  Rey lapar banget nih.”

“Iya, iya. Kamu mandi dulu ya! Anak Ibu bau keringat. Ibu masak dulu.”

Okay, Bu.”

Sarah dan Rey masuk rumah.

To be continued...
Bagaimana chapter perdana NIKAH LAGI?
Suka nggak?
Tulis komentarmu!
Jangan lupa vote dan comment kalau kamu suka ceritanya (。•̀ᴗ-)✧
Vote sekarang!
.
.
.
Sudah? Terima kasih. Sampai jumpa di chapter selanjutnya :)

Nikah LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang