04 - Bimbang

51 11 4
                                    

Keesokan harinya…

Sekitar pukul 04.00, Sarah terbangun karena mimpi buruknya. Ia bermimpi Rey kabur dari rumah setelah dirinya memberitahu akan menikah lagi dengan Ryan.

“Syukurlah hanya mimpi.”

Kondisi Sarah pagi ini sudah agak membaik. Tadi malam ia sempat demam dan badannya terasa lemas sekali. Sarah melirik jam yang ada di samping ranjangnya.

“Masih jam empat lebih dua menit. Apa aku masak sekarang saja ya?”

Tiba-tiba ponsel Sarah berbunyi. Tak seperti biasanya ada yang menghubunginya sepagi ini. Sarah mengambil ponselnya dari nakas melihat notifikasi masuk.

“Dua pesan baru dari Ryan? Dia kirim pesan apa lagi pagi-pagi gini?” tanyanya heran.

Ryan Dirgana Pratama

Selamat pagi, Sar. 04:02

Bagaimana? Kamu sudah tanyakan soal lamaranku ke Rey? 04:02

“Hmm, aku harus jawab apa ya? Baru tanya pendapat saja Rey sudah menolak bagaimana kalau bilang aku dilamar? Apakah Rey akan setuju atau bakal kabur dari rumah sama seperti mimpiku?”

04:03 Aku belum yakin, Yan. Kemarin aku baru tanya pendapat ke Rey. Dia keberatan. Bagaimana dengan anakmu? Apa kamu sudah tanyakan?

Sudah, dia mau ketemu dulu katanya. Kalau dia cocok, dia setuju. Kalau nggak, ya aku juga nggak maksa. 04:03

Kamu bisa malam ini? 04:04

04:05 Hmm, aku pikirin lagi deh. Sekalian aku mau tanya Rey lagi. Kalau sudah, aku kabarin lagi.

Okay, Sar. Aku tunggu. 04:06

Sarah menutup ponselnya dan segera menuju dapur memasak sarapan. Hari ini ia akan memasak sayur taoge kesukaan Rey. Selesai masak, Sarah menghampiri Rey ke kamarnya.

“Rey… Ibu masuk boleh?”

“Boleh, Bu. Masuk saja. Rey baru saja selesai mandi.”

Sarah membuka pintu kamar Rey dan segera masuk.

“Ada apa, Bu? Oh, iya bagaimana kondisi Ibu sekarang? Sudah mendingan?* tanya Rey sambil menyisir rambutnya yang masih berantakan.

“Ibu sudah mendingan, Sayang. Ibu mau ngomong sesuatu.”

“Ibu mau ngomong apa sama Rey?”

Sarah terdiam sejenak. Ia ragu untuk menanyakan perihal lamaran Ryan.

“Bu, Ibu mau ngomong apa?”

“Nggak jadi, Rey. Nanti saja habis kamu pulang sekolah. Kita sarapan sekarang ya!”

“Siap, Bu. Ayo!”

Sarah dan Rey keluar kamar dan memulai sarapan mereka. Selesai sarapan, Sarah langsung mengantar Rey keluar rumah.

“Bu, Rey pamit dulu ya! Ibu istirahat jangan ke RM hari ini.”

“Iya, Rey. Kepala Ibu masih sedikit pusing. Hari ini Ibu akan istirahat di rumah.”

“Kepala Ibu masih pusing? Apa Rey nggak usah sekolah temani Ibu. Rey takut Ibu kenapa-kenapa.”

“Ibu baik-baik saja. Kamu nggak usah khawatir, Sayang. Kamu sekolah ya! Jangan bolos, nanti ketinggalan pelajaran.”

“Ibu yakin?”

“Yakin, Sayang. Kamu berangkat sana, nanti telat.”

“Ya sudah, Rey pamit. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Rey.”

“Iya.”

Rey menjalankan motornya dan mulai meninggalkan halaman rumahnya.

“Apa aku harus cerita ke Rey hari ini? Aku takut Rey nggak bisa terima.”

Setelah Rey hilang dari pandangan, Sarah memutuskan kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

—OoO—

Pukul 14.30, Rey tiba di rumah.

“Bu, Rey pulang!” sapa Rey.

Tak ada jawaban dari Sarah.

“Kok rumah sepi ya? Apa Ibu pergi?”

Rey memutuskan ke dapur. Mungkin Ibunya sedang memasak sehingga tidak mendengar kedatangannya, tetapi ia tidak menemukan keberadaan sang ibu di sana. Selanjutnya, ia mencari ibunya di kamar. Tetapi hasilnya tetap sama, Sarah tidak ada di kamar. Rey mulai panik dan mencoba meneleponnya. Ponsel Sarah berdering. Ternyata ponsel Sarah tidak dibawa. Ponselnya tersimpan di nakas.

“Astaga, Ibu. Ibu pergi ke mana? Kok pergi HPnya nggak dibawa? Apa terjadi sesuatu sama Ibu?”

“Permisi!” teriak seseorang dari arah pintu depan.

“Itu kan suara Bu Alisa. Apa Bu Alisa mencari Ibu ya?”

Rey keluar kamar menghampiri tamu yang datang. Ternyata tamu yang datang adalah Bu Alisa, tetangga sebelah rumah Rey.

“Ada apa, Bu? Bu Alisa mencari Ibu?”

“Bukan, Rey. Ibu ke sini mau kasih tahu kamu. Ibumu tadi pingsan dan dibawa ke rumah sakit.”

“Ibu pingsan dan dibawa ke rumah sakit? Rumah sakit mana? Dibawa sama siapa?”

“Iya, Rey. Tadi ada pria yang datang ke sini. Eh, dia nemu Ibumu pingsan di teras. Mukanya juga pucat banget.”

“Dibawa ke rumah sakit mana, Bu?”

“Rumah Sakit Medika Pratama, Rey.”

“Ibu tahu siapa pria itu?”

“Kurang tahu, Ibu baru pertama kali lihat. Kalau dilihat sih orang berada.”

“Oh, gitu, Bu. Terima kasih. Rey mau susul Ibu ke sana.”

“Ya sudah, kamu hati-hati, Rey. Jangan panik. Semoga ibumu tidak kenapa-kenapa.”

“Amin, Bu. Saya permisi dulu.”

To be continued...
©2021 By WillsonEP
Hai, hai terima kasih telah membaca cerita ini. Maaf ya, baru sempat update lagi.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya...
Vote dan comment jangan lupa...

Nikah LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang