PART 6 : Chandra Buka Praktek

47 24 13
                                    

-

"Dari mana lo Bang jam segini baru pulang?" Tanya Felix ketika Rino membuka pintu utama kosan dan menampilkan pemuda berwajah bule itu tepat di hadapannya.

"Bang Chandra mana?" Tanya Rino tanpa menjawab pertanyaan Felix terlebih dahulu.

Lelaki yang lebih muda dua tahun darinya itu hanya bisa mendengus kesal saat Rino lagi-lagi mengabaikan pertanyaanya. Kebiasaan.

"Ada tuh, di kamar." Felix menunjuk pintu yang berada paling dekat dengan pintu utama menggunakan dagunya.

Tanpa pamit, Rino pun bergegas menuju kamar Chandra.

Namun, langkahnya terhenti saat Chandra tiba-tiba keluar dari kamar bersama dengan Aji yang berwajah masam di belakangnya.

"Mau ngapain?" Tanya Chandra dengan kening berkerut ketika melihat Rino berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah kusut dan kantung mata yang begitu jelas terlihat. "Heh, ngapa lo?"

"Mau curhat juga kali. Udah ah, gue balik ke kamar dulu." Celetuk Aji sambil lalu menuju lantai dua tempat dimana kamarnya berada dengan wajah sebelas dua belas dengan Rino saat ini.

Chandra hanya bisa mendengus dan menggeleng kecil "Berasa jadi mamah dedeh gue lama-lama tinggal disini." Gumam Chandra menepuk pundak Rino pelan. "Kenapa, No? Suntuk amat itu muka."

Rino masih betah diam, ia hanya terus mengikuti langkah Chandra menuju dapur dan disana sudah ada Rasyid yang tengah sibuk memakan sarapannya lengkap dengan pakaian rapi seperti biasanya.

"Udah rapi aja, Cid. Mau kemana?" Tanya Chandra yang tengah menyantap suapan terakhirnya.

"Biasa."

"Anak ambis ama budak proker kaya lo mana betah tinggal di rumah lama-lama ya, Cid?" Rasyid hanya tertawa.

"Kaya dulu lo gak gitu aja. Udah ah, gue duluan udah mau telat. Itu kopi di minum udah gue buatin tadi. Entar sore gue traktir martabak simpang. Gue cabut dulu, Assalamu'alaikum." Pamit Rasyid meninggalkan Rino dan Chandra di dapur.

Setelah kepergian Rasyid, Rino pun menempelkan kepalanya di atas meja dan membuat Chandra lagi-lagi menghela napas panjang.

"Gue mesti gimana ya, Bang?" Tanya Rino pelan.

"Apanya yang gimana? Kalo soal skripsi mah di kerjain, No. Susah emang, namanya juga kewajiban, mau gak mau ya harus di selesaiin. Itu tuh proses menuju kesuksesan. Nikmatin aja."

"Ah lo mah ngingetin skripsi mulu, pala gue jadi makin mumet kan jadinya." Chandra mengerjap linglung.

"Lah? Bukannya lo uring-uringan kaya begini karena skripsi?" Rino mendengus.

"Harusnya gue sibuk mikir skripsi ya? Ck, tapi cewek gue juga penting. Serba salah." Chandra yang tengah menegak kopinya pun memilih untuk menghentikan aktivitasnya dan fokus pada Rino yang terlihat seperti orang linglung dan tertekan. "Berasa jadi anak durhaka gue kalo gini. Bonyok nyari duit buat biaya kuliah, eh guenya malah mikirin anak orang."

"Egi kenapa? Berantem lagi lo berdua? Masalah apalagi?" Tanya Chandra dengan tangan bersidekap. "Egi cemburu lagi? Wajar kali, No. Namanya juga udah sayang banget."

"Ck, bukan. Kalo itu mah udah biasa."

"Lah? Terus? Kayanya lo berdua gak ada masalah deh belakangan ini, si Egi juga kemaren baru upload foto lo di ig. Biasanya kan kalo marahan foto lo ilang dari peredaran." Chandra tau betul kebiasaan dua sejoli itu karena Rino selalu bercerita padanya, atau Egi yang akan bertanya padanya tentang keseharian Rino ketika di kost-an ketika mereka dalam masa perang dingin.

Garis KesanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang