EPILOG

119 20 17
                                    


-

Egi terdiam dengan pandangan kosong dan mengabaikan orang-orang yang hilir mudik di depannya, bahkan Regan yang sedari tadi mengajaknya berbicara pun tak gadis itu hiraukan.

Regan yang baru sadar bahwa ia sedari tadi bicara sendiri pun menghela napas panjang. Diperhatikannya wajah Egi dari samping.

"Kamu yakin gak bakal ngasih tau dia?" Tanya Regan untuk yang kesekian kalinya.

Egi menunduk dan membiarkan air matanya kembali terjatuh. "Dia udah gak berhak tau lagi apapun tentang aku."

Regan menghela napas dan mengangguk kecil, lalu menarik Egi kedalam pelukannya. "You're doing great, Dek. Kalo Abang diposisi kamu, mungkin Abang gak bakal sekuat ini."

Dia sudah memikirkan untuk memilih jalan ini sedari ia bertemu keluarga besar Rino. Semua keputusan ini ia ambil untuk kebaikan bersama, kebaikan mereka berdua dan juga keluarga mereka.

Bahkan Egi masih ingat bagaimana wajah berseri kedua orang tuanya ketika ia mengatakan bahwa ia akan bekerja di perusahaan start up perintis milik teman Regan yang berada di Jogja dan memilih untuk melepas Rino serta mimpi-mimpi semu mereka.

Wajah bahagia keduanya masih segar diingatan dan jangan lupakan jamuan ramah dan hangat kedua orang tuanya kemarin pagi pada Rino untuk kali terakhir.

Dan ketika melihat senyum Rino yang mengembang pada hari itu, disitulah seluruh mimpi dan sayap Egi patah, hancur dan tak berbentuk.

Tapi Egi tak pernah menyesal dengan keputusannya, ini memang keputusan yang paling baik yang pernah ia ambil. Setidaknya sejauh ini dan berdoa saja semoga tak berubah di tengah jalan.

Rino berhak bahagia dengan orang yang lebih pantas dan itu bukan dirinya.

Egi menghela napas panjang dan mencoba untuk tersenyum tipis. "Egi bakal kangen sama Abang. Jaga diri baik-baik ya? Jagain Mami sama Papi juga. Nanti kalo libur, liatin aku kesana."

Regan mengangguk dan tersenyum kecil.

Tak lama setelah itu kedua orang tua mereka yang sedari tadi hanya diam pun mulai mendekat bersamaan dengan pengumuman keberangkatan pesawat yang akan Egi tumpangi menuju kehidupan barunya seorang diri di tanah rantau nanti.

Egi memang sengaja mengambil jadwal penerbangan pagi bahkan jika bisa ia ingin mengambil penerbangan di pertengahan malam tadi, tapi sudah pasti tak mungkin diijinkan kalau pun ada.

Ia hanya ingin meninggalkan kota ini secepatnya, sebelum keputusan yang ia anggap terbaik berubah menjadi penyesalan seiring berjalannya waktu.

"Mi, Pi, Egi berangkat ya?" Ucap Egi diselingi senyum tipis diwajahnya.

Kedua orang tua gadis itu pun langsung memeluk tubuh mungil Egi dengan erat.

"Kamu tau kan kalo Mami sayang sama kamu? Mami cuma mau yang terbaik buat kamu, walaupun dimata kamu Mami selalu ngekang kamu." Ucap Maminya dengan isakkan kecil.

Lalu gadis itu beralih pada sang Ayah. "Anak kesayangan Papi udah gede, udah bisa milih jalan hidup sendiri. Jaga diri baik-baik disana ya? Kabarin kalau sudah sampai."

Egi menangis dan beralih memeluk Regan. "Jaga diri baik-baik, kabarin rumah sesering mungkin."

Setelah itu Egi pun meraih kedua kopernya dan beranjak menjauh, namun gadis itu kembali menoleh kebelakang guna mencari sosok yang entah kenapa ia harapkan kehadirannya.

Egi tersenyum kecut dan kembali menolehkan kepalanya kedepan, lalu melanjutkan langkahnya.

Dan mungkin, ini adalah saat yang paling tepat untuk Egi mengucapkan selamat tinggal pada semua kenangan yang sudah ia ukir sedari lama.

Terima kasih, Rhino.
Kamu adalah cerita paling indah yang gak bakal pernah bisa aku selesaikan. Bahagia terus, No.

***

"Buruan! Anjing! Lama banget jalan lo!"

Rino berlari mengikuti langkah Cetta yang terkesan sangat terburu-buru membelah hiruk-pikuk manusia yang berlalu lalang di bandara.

"Mau ngapain sih, njir? Sumpah, gue pusing." Ujar Rino masih dengan langkah yang tergesa mengejar Cetta.

Kepala Rino benar-benar pusing, sedari semalam ia tak bisa tidur sebab dadanya terlalu sesak.

Semalam juga ia sibuk memutar ulang semua kenangan indah bersama Egi yang kini sudah selesai.

Bahkan, semalam ia memutuskan untuk pulang ke rumah tanpa kembali ke kosan seperti biasanya.

Dan pagi buta tadi, Cetta datang ke rumahnya dengan napas ngos-ngosan dan juga masih berpakaian seadanya, lalu menyeretnya tanpa penjelasan terlebih dulu hingga disinilah nereka sekarang.

"Itu Egi! Tu anak berangkat ke Jogja bentar lagi! Buruan samperin!"

Begitu mendengar jawaban Cetta, Rino pun sontak menghentikan langkahnya. Dan mengikuti arah jari telunjuk Cetta yang mengarah pada seorang gadis yang tengah berdiri sambil memeluk tubuh kedua orang tuanya serta Regan secara bergantian.

"Malah bengong! Buruan samperin!"

Rino masih setia bergeming dan memandangi tubuh Egi.

Rino tersenyum tipis dan menatap sosok itu dengan mata memanas.

"Buruan anjing! Itu anaknya udah mau pergi! Si babi malah bengong! Woy!"

"Dia gak bilang sama gue mau pergi, itu tandanya dia gak mau gue ada disini." Kata Rino mencoba terlihat biasa saja.

Cetta menghela napas panjang. Siapa yang putus siapa yang galau.

"Kayanya gue kena karma deh, Ta."

"Hah?" Cetta bingung. "Karma apaan?"

"Gue tau lo suka sama Egi dari dulu, tapi gue tetep deketin Egi. Coba kalo dulu gue biarin lo nembak dia duluan, mungkin gak bakal begini. Dia gak bakal ngerasa sakit, gue juga gak bakal ngerasa jadi pecundang. Sorry."

Cetta terdiam dengan pengakuan Rino. Matanya mengerjap dan tak lama lelaki itu terkekeh kecil.

"Gue gak nembak dia bukan karena keduluan sama lo. Tapi karena gue tau gue bakal kalah." Cetta menepuk pundak Rino pelan. "Lo yakin gak mau nyamperin dia? Gue udah buang waktu berharga gue cuma buat nganterin lo kesini. Sia-sia gue lari kaya orang gila taunya lo gak nyamperin tu anak."

Rino menggeleng dan menghela napas panjang ketika melihat tubuh Regita yang perlahan bergerak menjauh.

Napas Rino tercekat untuk sesaat ketika Egi menoleh ke belakang. Jarak mereka tak begitu dekat, namun tak bisa dibilang jauh juga, jadi Rino masih dapat melihat wajah Egi meskipun sedikit samar.

Rino tersenyum tipis ketika tubuh Egi kembali berbalik tanpa menyadari kehadirannya saat ini.

"Udah cukup lima tahun gue nahan dia, sekarang udah waktunya dia buat bahagia sendirian." Ucap Rino dengan senyum tipisnya yang terlihat begitu menyedihkan.

Perlahan tubuh Egi pun menghilang dari pandangannya. Menyisakan sesak yang amat sangat.

Lima tahun yang sangat berarti berakhir hari ini. Gadis itu bukan lagi miliknya. Dan Rino takkan pernah lagi menjadi alasan gadis itu untuk pulang.

Bahagia terus, Gi.

-

Akhirnya buku ini rampung jugaaaaa~~~
Huhu~~
Rekor baru buat aku karena berhasil untuk menyelesaikan satu buku setelah sekian ratus kali nyoba.

Aku pengen ngucapin terma kasih yang buanyaaaaaaaaaaaaak banget buat kalian semua yang udah mau luangin waktu buat baca karya aku yang gak seberapa ini.

Makasih udah mau baca, vote dan komen.
Makasih udah nungguin dan ngikutin perjalanan Egi bareng Rino.

Maaf kalo ceritanya gak bagus dan endingnya gak sesuai harapan atau bahkan gak ngena ke kalian.

Dan ya, itu aja yang mau aku bilang.

Sehat-sehat terus ya sayang-sayangkuuu😍😍😍

See you on the next book!!!

Garis KesanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang