PART 20 : Pertanyaan Tanpa Jawaban

27 14 8
                                    


-

Sebulan lebih berlalu. Dan semua sudah kembali seperti semula. Tak ada lagi dua bulan tanpa kabar, tak ada lagi perdebatan sengit antara ia dan Egi, bahkan gadis itu tampak begitu ceria sebab kini intensitas pertanyaan random keluar dari bibir tipis Egi semakin berkurang, yang menandakan pikiran gadis itu sedang dalam keadaan yang baik-baik saja.

Ya, lagi-lagi Rino tegaskan bahwa semua hal kembali seperti semula. Badai berlalu dengan sangat cepat, tak meninggalkan jejak sedikit pun, seakan tak ada kejadian berarti yang sudah terjadi sebulan belakangan.

Semua berjalan dengan sangat mulus, perihal ia dan Egi, lalu sidang mereka yang berjalan dengan begitu lancar bulan lalu, bahkan acara wisuda yang digelar minggu lalu juga berjalan dengan lancar, semua hal berjalan dengan semestinya, bukannya Rino tak bersyukur dan berharap ada sebuah kejadian yang terjadi, namun Rino merasa sedikit tak nyaman dengan semua hal yang berjalan lancar di sekelilingnya.

Terlihat tenang, namun aneh?

Terlalu lancar jaya juga membuat Rino sedikit curiga pada semesta yang kata orang jago bercanda. Bahkan sedikit licik hingga tak segan membuat manusia menderita.

Huh, Rino menggeleng ketika pikiran jelek itu lagi-lagi mampir ke kepalanya.

Bersamaan dengan itu Rino pun menghentikkan mobilnya di depan rumah sang pujaan hati.

Degup jantungnya bertambah dua kali lipat lebih kencang dari sebelumnya, kini ia sedang memikirkan bagaimana ia harus bersikap ketika bertemu dengan kedua orang tua Egi nantinya.

Mengingat pertemuan Rino dan Ayah Egi tak berjalan begitu mulus sebelumnya.

Rino menghela napas panjang dan akhirnya memilih untuk keluar dari mobilnya.

Hari ini ia berencana untuk menghabiskan waktu bersama Egi, mengingat hari ini adalah perayaan kelima ia bersama dengan gadis cantik tersebut.

"Permisi, Om." Sapa Rino pada pria paruh baya yang tampak tengah duduk di beranda sambil memegang koran di tangannya.

Lelaki paruh baya itu mendongak dan melipat korannya begitu melihat sosok Rino.

"Oh? Udah sampe kamu? Duduk dulu, Egi masih siap-siap." Balas pria paruh baya itu dengan wajah dan juga senyum ramahnya.

Rino memgerutkan keningnya kecil. Bukan berburuk sangka atau menduga yang tidak-tidak, hanya saja ia tak ingin lagi diperdaya euphoria seperti yang kejadian yang sudah berlalu dan membuatnya tak menentu.

"Iya, Om."

"Bentar, Om masuk dulu." Rino mengangguk patah-patah dan setelah itu ia pun ditinggal seorang diri di beranda rumah sang kekasih.

Rino pun memilih mengedarkan pandangnnya ke segala arah hingga ia menemukan dua buah kardus yang berada tak begitu jauh darinya.

Keningnya kembali berkerut samar, namun perhatiannya teralih begitu saja ketika sosok Regan muncul dari arah gerbang dengan tampilan khas orang baru selesai olahraga.

"Baru abis jogging, Bang?"

"Iya dong, emang elo pagi-pagi udah ngapel." Rino terkekeh kecil. "Sendiri aja? Si Egi belom kelar?"

"Belom." Regan menggeleng prihatin.

"Sabar, cewek mah gitu."

Setelah itu mereka pun sibuk berbincang tentang keseharian, hingga sosok wanita paruh baya yang tak lain adalah Ibu Egi datang dengan membawa nampan berisi minuman dan juga makanan ringan mengintrupsi percakapan mereka.

"Diminum dulu, sambil nunggu Egi. Dia suka lama kalo mandi pagi." Rino mengerjapkan matanya melihat wanita yang biasanya acuh dan memilih untuk masa bodoh dengannya itu, kini tengah tersenyum tipis, namun tampak tulus kearahnya.

Garis KesanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang