Zhao Yunlan mondar mandir gelisah di depan sebuah kedai burger tepi jalan.
Entah di mana ia berada, dan kali ke berapa. Setiap kali pikirannya tidak terfokus dia akan menyelinap keluar kantor dan merayap di jalanan asing.
Itu sudah kebiasaan buruknya sejak lama.Malam ini, keinginannya untuk tersesat lebih kuat dari biasanya. Rasanya malah ingin menghilang.
Terdampar di salah satu jalanan besar kota Hangzhou, dia memilih satu kedai yang letaknya agak terpencil. Dia memesan segelas coke dalam paper cup dan bersandar lemas pada Aston Martin yang berkilauan.Anak rambut di pelipisnya bergerak-gerak dihembus angin malam. Dari balik bulu mata panjang, ia menatap sayu pada langit hitam di atasnya.
Kerinduan yang sunyi, tertahan, rasanya sungguh menyiksa.
Dia ingin sekali mengajukan keluhan, tetapi ia ragu sang psikiater pujaan tidak lagi bersedia mendengarkan keluhannya.
Sekali lagi, angin semilir membelai wajahnya. Dia memejamkan mata, mencari bayangan lain dalam imajinasinya yang lebih menyenangkan.
Ketika dia membuka matanya, seseorang telah muncul tanpa diundang. Mungkin karena terlalu gelisah memikirkan hal lain, Yunlan sudah tidak takut lagi kala seseorang itu mendekat. Kesedihan akan perpisahan dengan dr. Shen yang tak terhindarkan telah menumpulkan rasa takut akan hal lain. Termasuk hantu pria tua yang kini muncul lagi mengusik kesendiriannya.
"Kau lagi," Yunlan mendesis, rahangnya mengeras sementara iris hitamnya menatap tegas.
"Kenapa kau terus menghantuiku? Kenapa tidak sesekali datang pada putramu untuk memberikannya nasehat ?" Yunlan menuntut. Dia sudah tidak peduli jika ada orang lain memergokinya bicara sendiri, menganggapnya orang gila.
Pria itu menghela nafas kemudian mengembangkan senyum paling bijak. Yunlan melirik sebal sekilas sebelum merasakan kekesalannya perlahan surut melihat senyuman itu.
"Aku sudah menasehatinya," pria itu menyahut, dia berdiri di samping yunlan, menatap searah pandangan pemuda itu.
"Sayangnya, Shen selalu lambat dan hati-hati dalam mengambil keputusan. Siapa yang tahu saat ini dia juga sedang gelisah dan sedih sepertimu."
Yunlan mendecakkan lidah dan berkomentar datar," Benarkah?"
Udara terasa lebih lembab malam ini dan Hangzhou nampaknya akan disiram hujan. Bukan waktu yang tepat untuk menikmati keindahan malam, tetapi Yunlan tidak peduli.
"Sejak dia remaja, setiap kali ia merasa sedih atau merenungkan satu keputusan besar, dia selalu menyendiri di tempat sepi," pria itu berkata lagi tanpa memudarkan senyumnya.
"Jadi kau tahu di mana sekarang Shen berada?"
"Di tepi danau barat. Dia akan memandangi hamparan air gemerlapan, dia berkata bahwa pemandangan itu mencerminkan dua sisi. Jika dia tengah bahagia, dia akan melihat kilau keperakan dan kebahagiaan tidak pernah terlalu berlebihan. Jika dia mengalami kesedihan, kegelapan di dasar danau lebih dingin dan menakutkan, dan kesedihan pun tidak terlalu berlebihan. Begitulah Shen. Selalu penakut..." Kekehan ringan mengiringi kalimat panjangnya.
"Penakut?" Yunlan mengernyit.
"Takut jika terlalu bahagia takut terlalu bersedih. Dia memilih pasif dan membiarkan takdir memilihkan jalan untuknya. Seringkali seperti itu. Masa kecil yang tidak bahagia membuatnya terlalu waspada."
Zhao Yunlan mendengus dingin, "Setidaknya padaku dia harus membuat pengecualian," gumamnya kecewa.
"Tapi aku punya firasat yang melonjak dalam diriku, kali ini dia akan melakukan apa yang menjadi keinginannya tanpa merasa takut atau tidak nyaman terhadap orang lain."

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐢𝐚𝐭𝐫𝐢𝐬𝐭 (𝐆𝐮𝐚𝐫𝐝𝐢𝐚𝐧 𝐅𝐚𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧)
Fiksi Penggemar(𝐃𝐚𝐟𝐭𝐚𝐫 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐞𝐤 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐡𝐚𝐫𝐠𝐚𝐚𝐧 𝐓𝐡𝐞 𝐖𝐚𝐭𝐭𝐲'𝐬 𝟐𝟎𝟐𝟏) Hidup Zhao Yunlan kacau balau akibat pernikahan yang tidak bahagia. Dia menderita gangguan kecemasan dan juga membutuhkan konseling. Suatu hari dia memutuskan untuk me...