3.

3.5K 493 15
                                    

Seulgi POV.

Sekarang gue ingin berangkat menuju kedai kopi. Sebelum itu gue harus mengantarkan Yeri ke kampusnya terlebih dahulu karena motor dia bannya masih bocor.

“Kak buruan! Nanti gue telat kelas,” teriak Yeri dari teras rumah.

Gue yang masih bersiap-siap di dalam kamar menjadi kesal sendiri karena dari tadi Adik gue itu teriak-teriak meminta supaya cepat. Padahal salah dia juga kenapa ketiduran ketika mendekati jam kelasnya.

“Bawel banget, sih, lo!” Gue sudah di depan teras rumah.

Gue langsung memakai tas ransel yang berisi peralatan kamera dan lain-lainnya. Gue menaiki motor kemudian memakai helm sesuai peraturan pengendara bermotor. Akhirnya gue dan Yeri langsung berangkat menuju kampusnya.

Ketika sudah sampai di kampusnya, Yeri turun dari motor gue kemudian berpamitan dan langsung berlari masuk ke dalam gedung fakultasnya. Gue hanya menggelengkan kepala melihat tingkat anak itu.

Selama diperjalanan menuju kedai kopi, gue masih memikirkan tentang kejadian kemarin setelah acara pemotretan. Gue gak nyangka bakalan dimintai nomor sama Irene.

Untuk apa seorang model seperti Irene meminta nomor gue yang jelas-jelas hanya seorang fotografer?

Mau gak mau gue kasih nomor gue dengan perasaan yang campur aduk.

Drrt~ drrt~ getaran ponsel gue terasa di saku celana.

Gue langsung ambil kiri untuk menepikan motor. Gue ambil hp dari saku dan melihat siapa yang menelpon.

Gue menautkan alisnya bingung karena hanya tertera nomor asing yang gue sendiri tidak tahu siapa.

“Halo? Ini siapa, ya?”

“Ini saya, Irene.

“Miss Bae? Ada apa?”

“Eh, kamu lagi di mana? Kok terdengar suara kendaraan?”

“Saya lagi di jalan, Miss. Mau ke tempat kedai saya.”

“Oh, maaf saya tidak tahu kalau kamu lagi di jalan. Kalau begitu saya matikan, ya. Nanti saya telpon lagi.”

“Baik, Miss Bae.”

Irene langsung mematikan panggilannya dan gue melanjutkan perjalanan menuju kedai kopi.

Ketika sampai di tujuan, gue langsung berjalan masuk ke dalam dan melihat anak-anak sedang bekerja.

Hari ini gue melihat ada Mark, Jisung, Chenle dan Haechan yang sedang bekerja. Gue pun menghampiri mereka.

“Lo udah sembuh, Mark?”

Mark menoleh kemudian mengangguk. “Udah, Kak.”

“Syukur, deh. Oh, iya, hari ini kedai tutup cepet aja, ya.”

“Loh, kenapa, Kak?” Tanya Jisung.

“Udah, pokoknya tutup jam tujuh nanti, ya. Habis itu kalian jangan pulang dulu.”

Mereka berempat mengiyakan perintah, kemudian gue berjalan masuk ke dalam ruangan.

Gue duduk di sofa ruangan kemudian membuka ponsel. Gue melihat nomor asing yang ternyata itu milik Irene. Gue langsung menyimpan kontaknya dan memberi nama, ‘Joohyun’.

Gue ingin memberi pesan kepadanya tetapi masih diambang kebingungan, takut mengganggu waktunya. Sekitar lima menit gue menimbang-nimbang, pada akhirnya gue memberanikan diri untuk memberi pesan kepadanya.

Crush | seulrene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang