1

2.1K 158 5
                                    










"Bagaimana dengan bando ini? Ningning terlihat cocok memakainya."

"Kalau begitu kau saja yang memakainya Seungwan, bagaimana ceritanya bayi kecilku ini ingin kau pakaikan bando iblis. Simpan bando itu sebelum aku membuatmu tidur di sofa."

"Tapi bandonya sangat cantik Joy. Coba lihat ini, ada lampunya."

"Ayo baby tinggalkan saja daddymu ini, mommy benar-benar ingin memukul kepalanya."

Seungwan tersenyum melihat punggung istrinya yang menjauh darinya, segera ia mengejar Joy yang berhenti di stan yang menyediakan aksesoris yang menurut Joy lebih masuk akal.

"Yasudah kalau begitu kemarikan Ningning dan kau pilih saja yang ingin kau beli."

Seungwan mengambil Ningning untuk dia gendong, belum semenit dia menggendong bayinya, Seungwan kembali menghampiri Joy.

"Joy, sepertinya aku harus ke toilet."

"Baiklah, aku akan menunggu disini."

Seungwan mendekati dua pengawalnya.

"Jaga istri dan anakku, aku harus membereskan bedebah yang berani mengikuti kita." Bisiknya.

"Tapi tuan, ada baiknya saya juga ikut dengan anda "

"Tidak Daren, sebaiknya kau disini saja dengan Julian."

Seungwan pun pergi setelah melambai pada bayinya.

Seungwan pandai dalam mengecoh lawannya dan tanpa jejak dia menarik seseorang tersebut ke sebuah tempat yang lebih sunyi dengan membekap mulutnya.

"Apa Minjae yang memerintahkanmu?"

Bukannya menjawab, sosok tersebut mengeluarkan sebuah belati dan sudah pasti perkelahian diantara mereka akan terjadi.

"Cih pecundang."

Dengan gesit Seungwan menghindari belati yang hampir mengenai wajahnya.

Dengan sekali tarikan sambil menekan sedalam mungkin belati itu, leher orang tersebut terluka begitu dalam dan darah pun mengucur begitu deras.

"Entah siapapun yang menyuruhmu, kau pantas lenyap karena bermaksud mencelakai keluargaku."

Seungwan mulai melangkahkan kakinya, kemudian berhenti tanpa menoleh ke belakang.

"Turut berduka atas kematianmu, kawan."

Dengan tampang yang begitu mengintimidasi dan amat dingin, terlebih dahulu Seungwan mencuci tangannya karena terdapat darah ditangannya.

"Hahh maaf aku terlalu lama, pintu kamar mandinya macet jadi aku menunggu seseorang membukanya."

"Kenapa tidak menelfon saja, Seungwan?"

"Aku lupa Joy, maafkan aku. Ayo kita lanjut jalan-jalan lagi."












"Seulgi."

"Ada apa?"

"..."

"Joohyun?"

"Emm... Apa kau sibuk?"

"Tidak juga, memangnya kenapa?"

"Aku ingin makan coklat."

Seulgi mengernyit.

"Bukannya stok coklat di lemari dapur masih banyak?"

"K-kemarin sudah habis, a-aku memakan semuanya."

Terlihat Seulgi melongo mendengar jawabannya istirnya.

"H-hah? Coklat sebanyak itu habis sendirian? Joohyun, bagaimana jika kau sakit gigi? Astaga ya Tuhan."

"Maaf~ tapi aku benar-benar tidak bisa menahannya, lagipula bukan keinginanku sendiri tapi semuanya terjadi karena baby."

"Hahh baiklah kau tunggu di rumah, aku akan per-"

"Aku ingin ikut."

"Joohyun, sudah hampir jam 12 malam. Udara juga sangat dingin, nanti kau sakit dan pasti berdampak juga pada bayinya."

"Tapi aku ingin ikut~ kumohon~"

Dengan terpaksa Seulgi mengijinkan Joohyun ikut dengannya, tapi terlebih dahulu Seulgi mengambilkan mantel hangat dan juga syal untuk Joohyun.












"Bagaimana jika dia tertangkap, tuan?"

"Cih biarkan saja, lagipula apa untungnya dia untuk kita? Tidak ada, yang aku inginkan hanyalah kematian Kang Seulgi tanpa harus menggunakan tanganku."

"Tapi bagaimana dengan kesepakatan diawal?"

"Kesepakatan apa huh? Jika kau ingin melindungi jalang itu pergilah dan beritahu padanya kalau aku hanya menjadikannya sebagai kambing hitam."

"T-tidak tuan, maaf atas kelancangan saya."

"Bagus kalau kau sadar, tapi yang kita singkirkan terlebih dahulu sebelum Kang Seulgi adalah Oh Sehun lalu Brave, Carlos, Axel, pengikutnya yang lain dan yang terakhir anaknya Seulgi yaitu Kang Yerim. Ahh... Sepertinya menyenangkan jika aku membunuh anaknya didepan ayahnya sama seperti yang aku lakukan pada ibu anak itu."

"Apa salah anak itu tuan? M-maksud saya, anak remaja itu bukannya tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah anda dengan Kang Seulgi."

"Memang, tapi aku ingin melihat Seulgi menderita untuk kesekian kalinya. Aku ingin membuatnya mengingat dimana dia melihat mendiang kekasihnya menghembuskan nafas terakhir setelah aku memperkosanya kemudian menyiksanya dengan menorehkan beberapa luka ditubuhnya, aku benar-benar tidak sabar ingin segera membuat Seulgi kembali tersiksa."












"Terimakasih coklatnya, daddy."

Seulgi hanya tersenyum melihat Joohyun yang duduk bersila di sofa yang ada di ruang kerjanya.

"Ingat Joohyun hanya boleh satu saja."

"Yaaah tapi kan- dua, aku janji hanya dua? Yayaya~"

"Nope. Coklatnya terlalu manis, itu tidak baik untuk gigimu dan baby lagipula kau sudah terlalu manis jadi mungkin aku akan overdosis karena kadar gulamu sangat tinggi."

Walaupun Seulgi memfokuskan pandangannya pada laptopnya, dia tau jika istrinya blushing yang membuatnya tersenyum tipis.

"Bagaimana?"

"H-huh?"

"Astaga Joohyun, aku tau coklatnya enak tapi kau juga harus tetap pelan-pelan memakannya," Dihampirinya Joohyun yang masih terdiam. "Lihat kau makan sampai belepotan begini."

Jemarinya terhenti di ujung bibir Joohyun, keduanya beradu pandang dengan reflek Joohyun memejamkan matanya kala melihat Seulgi mendekatkan wajahnya.

Baru saja akan menempel tiba-tiba Seulgi dibuat salah tingkah saat mendengar ketukan pintu kemudian muncullah Yerim.

"Rupanya mommy ada disini," Yerim mengalihkan perhatiannya ke Seulgi. "Daddy, are you okay?"

"Y-yeah I'm okay." Jawabnya menggaruk tengkuknya.

"Mommy tadi dokter menelfon katanya besok siang mommy harus datang mengecek keadaan dedek bayi."

Merasa tidak direspon apapun, Yerim pun menatap heran Joohyun.

"Mo-"

Yerim dibuat tercengang dengan kelakuan Joohyun dimana dia langsung menyumpalkan Seulgi coklat miliknya lalu pergi begitu saja.

"Dad, ada apa?"

"Tidak tau, mungkin faktor ibu hamil."

Melihat anaknya mengangguk-angguk, Seulgi menghela nafas dan melanjutkan pekerjaannya dengan memakan coklatnya Joohyun.

🐻🐰

Sweet Lies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang