Akhirnya Malika double up.
Dari part sebelum-sebelumnya banyak yang pingin "Kak double up dong" dan baru kesampaian sekarang.
Langsung aja, silahkan membaca.
______"Lo_ ada darah. Sakit?" tanya Malika setelah berdiri dengan gugup.
"Sakit?" jawabnya bernada asing.
"Luka."
Regal melirik lengannya yang terdapat darah. "Ini darah orang lain."
Malika terdiam, menenangkan dirinya yang mulai gemetar, entah karena apa. Ternyata, Regal masih bisa mempengaruhi dirinya sebesar ini, lebih tepatnya kepada tubuh Malika yang asli. Terlebih mereka sekarang hanya berdua. Hanya sedikit orang yang melewati jalan itu.
"Pelipis lo_ pipi_" ujar Malika.
Regal memakai topinya. "Hanya luka kecil. Ku tanya, sedang apa?" Regal bertanya kembali.
"Gue? Ah... itu... gue denger suara dan melihat_" Malika tidak melanjutkan perkataannya, dia terlalu gusar. Kenapa dengan dirinya?
"Aku memukuli orang, sampai hampir sekarat. Mungkin?" Regal menimpalinya dengan raut biasa. Matanya menyiratkan ketidakpedulian, ini baru pertama kalinya Malika melihat sorot itu. Maksudnya ini jelas berbeda. Sebenarnya apa yang terjadi?
Malika memalingkan wajahnya. Meremas kedua lengannya demi menutupi kegusaran sekaligus kecemasannya.
"Kamu terlihat terkejut," ungkap Regal tiba-tiba.
"Hah?" Malika menoleh kaget.
Melangkah mendekat membuat Malika mundur. "Padahal ini bukan suatu hal yang baru untukmu."
"Apa?"
Aneh, apa di dalam novel Regal diceritakan seperti ini? Tapi, bab berapa? Dalam keadaan apa? Malika merasa Regal yang ini berbeda dengan Regal yang dirinya tahu dari novel. Regal yang sekarang seperti sebuah enigma, sebuah teka teki yang sulit untuk dipecahkan. Regal yang dia ketahui mana sudi bertatap seperti ini dalam jarak sedekat ini. Memukuli orang hingga seperti itu, kecuali jika bersangkutan dengan Shasha. Apa mungkin alasannya memang Shasha?
"Jika seseorang terluka, harusnya diobati bukan?"
"Hah?"
Regal melangkah pergi, melewatinya yang masih terdiam. "Ikuti aku." Itu sebuah perintah yang mutlak.
Apa yang seharusnya dia lakukan? Bagaimana? Ini terlalu tiba-tiba. Pertemuan ini. Kejadian ini.
Malika berbalik cepat." Gue harus pulang."
Regal berbalik. "Tadi katamu, aku terluka," ujarnya. Malika menatap manik cokelat terangnya itu, terpaku. Bukankah ini artinya: Obati aku! Jangan hanya bicara!
"Ayo," ajak Regal kembali.
Ini bukan sebuah masalahkan? Ini sebuah kesalahan iyakan?
Malika mengerang frustasi. Tubuh sialan! Kenapa sekarang dirinya malah dengan senang hati mengikuti Regal sambil mendorong sepeda? Kenapa?
"Mau kemana?" tanya Malika masih mengikuti Regal dari belakang. Jarak diantara mereka sekitar satu meter.
"Tempat untuk mengobati," jawabnya tanpa menoleh.
"Ya kemana?" tanya Malika lagi. "Rumah sakit?"
"Jangan-jangan disini ada puskesmas?"
"Mau kemana?"
Tetap tdak ada jawaban.
"Regal!"
"MARIE REGAL!"
Tidak ada tanggapan.
.
.
."Kendaraan lo dimana?" Malika kembali bertanya mencoba mengenyahkan perasaan tak nyamannya.
.
.
."Maksud lo?"
Dan Regal mulai semakin menutupi wajahnya dengan topi yang dia kenakan.
"Regal!"
"Tunggu disini." Regal memasuki sebuah apotek.
Aneh! Dia itu ngomong apa sih?
Harusnya saat ini Malika bisa kabur, malahan dari awal dia bisa menolak ajakan Regal dengan keras, mereka sudah tidak memiliki kepentingan satu sama lain, tapi sialnya tubuhnya malah merespon baik ucapan sang pemerana utama itu. Bego!
Maka Malika menunggu sambil sesekali menghela nafas berat. Membiarkan tubuh sang pemilik asli mengambil alih. Mengabaikan segala resah. Hanya malam ini, hanya.... terserahlah sudah terlanjur.
Malika menengadah kala lengannya merasakan tetesan air. Langit mulai gerimis.
"Ayo."
Malika menengok ke sumber suara. "Kemana lagi?"
"Ikuti saja."
Mendengus sebal. "Ikiti siji," ejeknya pelan. "Ini gerimis loh," terang Malika.
Tak lama, mereka telah sampai di tempat yang dimaksud Regal. MINIMARKET!
"Kamu duduk disana," tunjuk Regal di kursi depan supermarket.
Tanpa disuruh pun pastinya Malika akan langsung duduk.
Regal kembali dengan membawa dua air mineral. Regal menjatuhkan kresek bawaannya di meja dan duduk di kursi sebrang.
"Obati." Regal mendekatkan kepalanya. Matanya tak pernah lepas menatap Malika.
.
.
."Aneh," Regal mulai bersuara. "Kamu..." Napas Regal tertahan, menjeda beberapa saat. "Kamu tidak tahu tulisan ini?"
"Memangnya itu penting?" tanya Malika was-was. Perasaannya semakin tak enak.
"Kamu...." Regal mengepalkan kedua lengannya. Begitu kuat hingga memunculkan urat-uratnya. "Siapa?"
.
DIHAPUS SEBAGIAN!
P.s saya masih belum baca semua komentar di part sebelumnya. Gak sabar pingin baca :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Seriously? I'm a Villainess? (TERBIT)
Teen FictionCERITA TAMAT - SUDAH TERBIT. ___ Namanya Malika. Namanya bukan sembarangan, bukan kaleng-kaleng. Eits tapi bukan Malika cap kecap ya. Dia Malika anak Pak Lurah sama Bu Lurah. Perempuan pecinta novel Grace Love. Grace Love. Dimana sang protagon...